MALAIKAT KECILKU,PAHLAWANKU
MALAIKAT KECILKU,PAHLAWANKU
Sore itu langit mulai gelap,pertanda sebentar lagi akan turun hujan,angin bertiup kencang,sekali-kali kilat menerangi semesta,diiringi dengan gelegar petir yang membuat segenap mahluk bersembunyi dengan cemas.
Azan magrib menggema memanggil umat,di sela-sela butir hujan yang mulai deras,aku merasa cemas, cemas akan mati lampu, sudah tidak aneh lagi bila hujan deras,di lingkungan tempat tinggalku sering mati lampu,biasanya di rumahku sudah siap: senter,lilin ,dan korek api,kerana aku tahu benar anak-anakku takut gelap,sama seperti aku,aku juga dari kecil takut gelap,kami sama-sama mengidap phobia kegelapan.
Dugaan benar terjadi lampu mati,“Mama aku takut!”,jerit putri sulungku, aku bergegas menyelesaikan solat magrib,lalu ke kamar anak-anakku,”Iya nak,sahutku,”aku berusaha menghilangkan rasa takut dan langsung memeluknya,”Dimana adikmu nak?” tanyaku cemas,”Adek,adek,adek!”panggilku,tidak ada jawaban,suara petir di luar bersahut-sahutan,angin bergemuruh dengan dahsatnya,aku berusaha mencari senter,namun sial, batrai senter sudah lama tidak diganti,jadi tidak mau hidup,dan sambil meraba-raba mencari lilin,namun tidak ketemu, mungkin lilinnya juga sudah habis,aku mulai panik,sementara putra kecilku,tidak menyahut panggilanku.
Dalam kepanikan itu,aku ingin minta bantuan ke tetanga,aku berusaha berjalan ke arah jendela bersama purtiku yang dari tadi tidak mau melepaskan pinggangku,aku melihat dari kaca jendela,di luar gelap sekali,hujanpun sangat deras,petir dan kilat silih berganti,aku menatap jauh ke jalan di depan rumahku,di terangi cahaya kilat samar-samar aku melihat sosok anak kecil sedang berlari menuju ke jalan aku menjerit,”Anakkuuu!” namun ketika kilat hilang,anak kecil itu tidak kelihatan lagi,aku mau mengejarnya kedepan,tapi putriku menangis,tidak mau melepaskan pinggangku.
Disaat kondisi seperti ini,aku betul-betul merasa sakit,aku tidak bisa menolong anak-anakku,aku tidak bisa menjaga mereka,aku merasa diriku tidak berguna,aku menangis sejadi jadinya,air mataku mengucur deras,sederas air hujan yang turun ke bumi,aku terus memandang ke depan melihat putra kecilku, yang penampakannya hilang timbul oleh cahaya kilat,makin lama makin jauh.
“Kemana kamu nak!” aku bicara sendiri,”Mengapa kamu bisa di luar rumah!”pikirku, tak habis pikir,putra kecilku itu baru berumur empat tahun,dia sosok anak laki-laki yang lembut,tapi sekarang putra kecilku itu berhadapan dengan kondisi alam yang sangat ektrim,sakit rasanya, aku tidak bisa berbuat apa-apa,aku memeluk putriku yang tak berhenti menangis,”Ya allah, lindungi putra kecilku!”rintih ku, sungguh aku tidak tenang,aku melihat lagi ke kaca jendela,sangat mencekam,hujan masih lebat,kilat dan petir semakin bersahut-sahutan,aku serasa ingin menjerit,tapi aku takut putriku semakin cemas,aku harus bisa pura-pura tegar,sepertinya ini saatnya aku harus belajar kuat, menjadi pelindung kedua buah hatiku, sekali gus menjadi ayah dan ibu.
Di sela percikan cahaya kilat,samar-samar aku lihat sosok kecil berlari-lari menuju pulang,aku sangat berharap itu adalah putra kecilku,aku terus melihat ,dan tidak mau sekejappun hilang dari pandanganku,dan makin lama makin mendekat, sekarang terdengar,langkah kecil itu,sudah di depan rumah,”mama...!”suara kecil itu,memanggilku,”iya nak,”aku langsung memeluk putra kecilku,dengan baju yang basah kuyub,tubuh menggigil,”kamu kemana nak?”tanya ku,”beli lilin Ma,” sambil nangis dan memberiku beberapa batang lilin,aku tak kuasa menahan tangis,betapa tidak, sikecil itu menunjukkan tanggung jawabnya sebagai seorang anak laki-laki yang ingin melindungi Ibu,dan saudara perempuannya,aku buru-buru menyalakan lilin,ada sedikit lega dihatiku karena sudah ada cahaya,meskipun tidak begitu terang,aku sudah bisa memandang muka anak-anakku,kami saling berpandangan di tengah cahaya yang redup,tiga wajah yang sebenarnya sama-sama takut,anak-anakku yang takut dengan kegelapan,aku yang takut menghadapi masa depan.
Aku menganti pakaian putra kecilku yang kuyub,sambil bertanya,”siapa yang suruh,kamu beli lilin nak?”putra kecilku diam saja,aku lihat dia juga bingung, kenapa dia bisa senekat itu,menembus gelapnya malam,melawan takut akan kilat dan petir,mengapa malam ini dia begitu kuat,dan berani,keberaniannya melebihi keberanian orang dewasa,ah, sudahlah aku tidak mau bertanya lagi,siapapun yang memberi kekuatan itu, aku serahkan pada yang satu Allah SWT Aamiin.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren menewen kisahnya mbak.. Suka pake bingit's.. Sukses selalu
Mohon izin nambah satu penggemar
terima kasih pak Burhani, monggo silakan salam literasi
Ulasan yang sangat keren bu Nurmisra salam kenal ijin follow dan follo back ya terima kasih
terima kasih pak ,salam kenal