Nurohim

Guru ndeso dan pelosok yang ingin selalu belajar agar tidak gaptek. Mulai mengajar sejak tahun 2009 di SDN kaliwlingi 02 Kab. Brebes Jawa Tengah sampai dengan ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Menggapai Mimpi (Part 8)

Menggapai Mimpi (Part 8)

Tantangan hari ke-16

Setelah Alfan lolos pada tes fisik, ia menyiapkan diri untuk pelaksanaan tes wawancara. Ada ketentuan khusus dalam pelaksanaan tes wawancara, yakni menggunakan baju putih celana hitam dan bersepatu pantofel. Alfan bingung karena tidak memiliki sepatu pantofel. Alfan pun menyiapkan seadanya dan semampunya saja. Ia pun pasrah jikalau nanti hasil wawancara tidak optimal karena ketentuan pakaian tidak dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan panitia.

Esok paginya, Alfan masih merasakan kelelahan karena tes fisik yang telah dilaluinya. Karena badannya masih merasa pegal, akhirnya ia memutuskan menggunakan angkutan umum menuju tempat tes. Padahal biasanya ia berjalan kaki menuju tempat lokasi tesnya. Namun, kejadian tidak mengenakkan terjadi yakni baju yang dipakai Alfan tersangkut di pintu mobil angkutan sehingga bajunya terlihat sobek sedikit. Alfan tidak menghiraukannya karena sobeknya hanya sedikit saja. Setelah sampai di lokasi, ia segera memasuki ruangan untuk mendapatkan pengumuman prosedur pelaksanaan wawancara.

Setelah selesai, peserta mulai dipanggil per sesi ada 5 anak. Ketika Alfan dipanggil, ia memasuki ruangan. Kegiatan wawancara pun berlangsung antara Alfan dan tim penguji. Pertanyaan yang menggali informasi mengenai biodata peserta sampai pada hal dalam berpenampilan. Namun, ada hal yang tidak mengenakkan dalam wawancara tersebut.

“Alfan, kamu tahu ini kegiatan apa? Tanya penguji.

“Ya, Bu. Kegiatan wawancara” jawab Alfan

“Kamu sudah tahu bahwa ini adalah wawancara yang menentukan nasib tes selanjutnya, tetapi mengapa kamu menggunakan baju yang sobek? Kamu berarti tidak menghargai saya, padahal kamu akan diuji dalam segala hal termasuk penampilan” ujar penguji.

Alfan pun kaget tentang bajunya yang sobek. Padahal ia tidak menyadari dari awal bajunya tidak bermasalah, bahkan sebelum dipakai ia rapikan dengan seterika terlebih dahulu. Alfan pun langsung ingat bahwa itu terjadi ketika mau turun dari angkutan umum, bajunya mengait pada baut kecil sehingga tersobek.

“Maaf, Bu. Dari awal masih rapi karena saya sendiri yang menyeterika baju ini. Sepertinya tadi waktu naik angkutan umum tersangkut. Akhirnya sobek seperti ini, Bu. Sekali lagi saya meminta maaf, Bu. Saya tidak sengaja” jawab Alfan dengan wajah memelas.

“Mas Alfan, nilai tes akademik dan tes fisik kamu termasuk bagus. Namun, saya rasa karakter kamu kurang meyakinkan. Banyak anak seperti kamu memberikan banyak alasan ketika tes wawancara. Kamu seharusnya mengakui jangan mencari alasan. Jika kamu nanti tidak lulus, apakah kamu akan siap?” tanya penguji.

Alfan pun diam termenung sejenak karena ia merasa yakin tidak akan lolos pada tahap selanjutnya. Dengan perasaan sedih agak menangis, ia pun hanya bisa mengucapkan 2 kata.

“Ya, Bu” jawab Alfan sambil meneteskan air mata.

Akhirnya Alfan pun keluar dari ruang tes wawancara. Wajah Alfan terlihat sangat sedih bahkan wajah yang awalnya cerah bahagia menjadi murung seperti mendapat kabar duka. Ia pun menenangkan diri sendiri sambil memperbanyak membaca sholawat. Kemudian Alfan masjid di sekitar untuk melaksanakan sholat sekaligus berdoa agar diberikan jalan yang terbaik baginya. Ia berdoa sambil meneteskan air mata yang tak terbendung oleh perasaan sedihnya. Ia pun teringat dengan keluarga di kampung halaman. Namun, Alfan berusaha untuk membendung rasa kesedihan dan tetap tegar terhadap keputusan yang akan ia terima.

Beberapa jam kemudian tibalah waktu pengumuman daftar peserta yang lolos seleksi tes wawancara. Alfan pun siap menerima keputusan akhirnya walaupun sangat pahit. Ketika melihat papan pengumuman, namanya tidak ada dalam daftar peserta yang lolos. Alfan pun semakin merasa sedih, karena jika ia lolos maka tinggal tes kesehatan. Sedangkan pada tes kesehatan, Alfan merasa optimis akan lolos karena tidak ada riwayat penyakit yang berbahaya. Namun, nasib berkata lain. Alfan telah gagal tes wawancara sehingga ia tidak bisa diterima di politeknik impiannya. Perasaan sedihnya semakin bertambah ketika ia mengecek uang sakunya semakin menipis. Ia pun semakin khawatir jika ia tidak bisa pulang ke kampung halaman karena kekurangan uang.

Sepanjang perjalanan ke kontrakan Pak Tejo, Alfan menampakkan wajah yang murung dan sedih. Sesampainya di kontrakan, ia bercerita dengan Pak Tejo. Alfan menangis karena kegagalannya. Pak Tejo pun menasehati dan memberi saran agar teguh terhadap cobaan dan ujiannya. Alfan pun akhirnya menerima yang telah terjadi dengan kesabaran dan ketabahan.

To be continued...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post