Nurohman

Seorang pemulung aksara yang gemar mengais dan memungut serakan kata dari keranjang bahasa lalu merangkainya menjadi tumpukan rasa. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pendidikan itu Menuntun, Bukan Monoton

Pendidikan itu Menuntun, Bukan Monoton

Sebelum memulai kegiatan pengajiannya, Pak Kyai saya beberapa kali men-dawuh-kan tiga kalimat pendek dalam bahasa Arab yang berbunyi, “Ana qori’ waanta sami’. Inna huda, hudalloh”. Ketiga kalimat tersebut kurang lebih bisa diterjemahkan menjadi Aku hanyalah seorang pembaca dan kalian pendengarnya. Jika terdapat petunjuk dan pemahaman yang bisa kalian dapatkan, sesungguhnya hal itu berasal dari Alloh S.W.T. Ungkapan tersebut terekam dengan baik di benak saya. Dan hal itu juga yang selama ini saya jadikan salah satu pegangan ketika menjalani peran saya sebagai seorang pendidik dan pengajar.

Artinya, seorang pendidik itu, diakui atau tidak, hanya bisa membantu peserta didik untuk mempelajari ilmu-ilmu tertentu dan memanfaatkan ilmu yang sudah didapat untuk kemaslahatan masyarakat. Pendidik hanyalah semacam perantara bagi peserta didik untuk bisa memahami materi ajar yang diajarkannya tanpa pernah bisa menentukan dan memastikan kesuksesan para peserta didik.

Lambat laun, saya mengenal istilah ‘guru sebagai seorang fasilitator’ yang maksudnya kurang lebih sama dengan ungkapan Pak Kyai saya tadi. Dan hal tersebut semakin mendapatkan penguatan ketika saya membaca salah satu pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa salah satu makna pendidikan adalah menuntun. Seorang pendidik hanya bisa menuntun segala kodrat yang sudah ada pada diri peserta didik agar menuju ke arah yang benar dan baik. Sekali lagi, seorang pendidik tidak bisa mengubah kodrat yang sudah melekat pada peserta didik. Yang bisa dilakukan hanyalah memberikan bimbingan dan panduan agar pada akhirnya mereka bermuara pada kebahagiaan dan keselamatan.

Di benua lain, Professor Howard Gardner, seorang psikologis berkewarganegaraan Amerika mencetuskan teori tentang kecerdasan majemuk atau yang terkenal dengan istilah Multiple intelligences. Bentuk kecerdasan majemuk tersebut meliputi delapan jenis kecerdasan yang berbeda, yaitu kecerdasan verbal-linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial-visual, kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan naturalis. Dalam teorinya tersebut, Pak dhe Gardner menyatakan bahwa manusia memiliki beberapa cara memproses informasi yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat juga beberapa sudut pandang untuk menentukan kecerdasan seseorang. Dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, seseorang tidak bisa dianggap tidak pandai hanya karena dia tidak bisa menguasai satu mata pelajaran tertentu atau satu keterampilan tertentu.

Dengan demikian, sebagai seorang pengajar dan pendidik, saya semakin meyakini bahwa selain harus terus berusaha menyampaikan materi ajar dengan berbagai strategi yang menarik dan efektif agar kegiatan belajar di kelas saya tidak monoton dan membosankan, saya juga harus tetap menyadari bahwa tidak semua peserta didik akan bisa menguasai materi yang saya sampaikan secara tuntas karena selain mereka sudah memiliki kodrat bawaan lahir, mereka juga memiliki kecerdasan yang berbeda.

Bisa jadi beberapa dari peserta didik yang belajar dengan saya tidak pandai dalam pelajaran yang saya ampu, tetapi di bidang lainnya mereka bisa saja sangat bagus dan mengusainya dengan sangat baik. Selain itu, konsep pendidikan adalah menuntun yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara tadi memang tidak bisa disangkal lagi kebenarannya. Terlebih lagi, para pendidik juga manusia biasa yang bisa saja berbuat salah dalam proses pengajaran di kelas sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa strategi pembelajaran yang dipilih kurang tepat hingga menyebabkan peserta didik yang sebelumnya menyukai mata pelajaran yang diampu menjadi malas atau bahkan tidak lagi menyukainya.

Ada satu hal lagi yang selalu diucapkan oleh Pak Kyai saya setiap kali mengakhiri pengajiannya. Beliau selalu mengatakan ‘Wallohu a’lamu bishowab’ yang menyatakan bahwa Alloh lebih mengetahui tentang segala kebenaran akan semua hal. Memang sudah seharusnya seorang pendidik selain harus menguasai ilmu di bidangnya juga wajib memiliki akhlak yang baik agar bisa dijadikan teladan oleh para peserta didik karena pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk mengendalikan diri agar sifat buruk yang terdapat pada diri kita bisa ditutupi dengan dominasi sifat baik yang terdapat dalam diri kita. Dan yang tidak kalah penting seorang guru tidak perlu menuntut semua peserta didik untuk bisa menguasai semua mata pelajaran dengan baik jika seorang guru juga tidak bisa mengampu semua mata pelajaran. Bukankah benar demikian? Wallohu a’lamu bishowab

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya

09 Nov
Balas

Terimakasih, Bu.

09 Nov



search

New Post