RENUNGAN TULISAN HARI KE-119 PERBEDAAN BAHASA PROAKTIF DAN REAKITIF
Oleh: Nurokhim, S. Ag. S.Kons.
Biasanya, saat saya menyampaikan materi Proaktif dalam pelatihan 7 Habits, ketika saya memulai dengan pertanyaan, apa arti dari proaktif? Kebanyakan peserta menjawab bahwa proaktif adalah cepat tanggap. Pemahaman mereka selama ini yang disebut proaktif adalah jika ada sesuatu yang terjadi kita segera melakukan sesuatu untuk mengatasinya.
Umumnya selama ini kita mengartikan kata proaktif ini identik dengan: tampil dominan, mengambil inisiatif, selalu ingin di depan, dan sikap-sikap lain yang mencerminkan sikap yang energik dan positif. Itu betul, tapi di sini maknanya lebih dalam dari itu. Berikut saya uraikan makna proaktif yang dimaksud.
Sikap proaktif adalah kemampuan kita untuk membuat suatu space “berpikir sejenak” antara stimulus dan respons. Begitu stimulus datang, kita tidak secara simultan memberikan reaksi serupa, tetapi dicerna terlebih dahulu di dalam space, atau ruang. Bahasa mudahnya untuk orang awam sikap proaktif adalah melakukan sesuatu setelah dipikirkan matang – matang. Space “berpikir sejenak” itu berisi nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar: suara hati atau nurani. Ya, dengan suara hati, kita akan memberikan respon terbaik. Tidak peduli stimulus yang datang seperti apa, tetap kita lah yang menentukan reaksi apa yang kita berikan.
Kemampuan mengelola space “berpikir sejenak” ini akan membuat kita menjadi manusia yang proaktif, tidak reaktif. Kita bisa memberikan senyum, pada orang yang cemberut. Kita bisa berderma, pada tetangga kita yang pelit. Kita bisa menjadi manusia yang demokratis, meski dilahirkan di keluarga yang amat otoriter. Kita bisa menjadi manusia yang amat santun, di tengah lingkungan yang kelewat keras dan kasar. Ya, kuncinya pada pengelolaan space “berpikir sejenak” itu. Semakin lebar space-nya, semakin besar peranan nurani bicara, sebelum kita memberikan respon terbaik kepada lingkungan kita. Sebaliknya, semakin sempit space tersebut, semakin reaktif kita jadinya.
Jadi, orang-orang yang proaktif bertindak atas nilai-nilai. Mereka berpikir sebelum bertindak. Mereka menyadari bahwa tidak semua hal yang menimpa diri mereka dapat mereka kontrol. Namun, ada 1 hal yang dapat mereka kontrol, yakni respon mereka terhadap hal-hal tersebut.
Perbedaan besar antara reaktif dan proaktif juga terletak pada kata-katanya. Bahasa reaktif umumnya terlihat sebagai bahasa yang menjadi bagian dari upaya orang-orang reaktif untuk melepaskan tanggung jawab dan kabur dari masalah. Contoh perbedaan penggunaan bahasa reaktif dan proaktif adalah:
Reaktif
Proaktif
Ø Saya coba deh
Ø Akan kukerjakan
Ø Saya memang begitu kok
Ø Seharusnya saya bisa lebih baik dari pada itu
Ø Sumpah. Saya tidak tahu. Itu bukan tanggung jawab saya.
Ø Coba saya lihat, pendekatan apa yang kita dapat optimalkan untuk masalah ini.
Ø Saya tidak bisa berbuat apa-apa
Ø Ayo kita pelajari keungkinan-kemungkinannya
Ø Saya tidak bisa, pekerjaan saya sudah banyak. (Semua memahami, beban pekerjaannya tidak sebanyak itu).
Ø Deadline saya masih banyak, tetapi mari kita cari solusinya agar masalah ini dapat selesai secara efektif dan efisien.
Ø Ini bukan urusan saya sama sekali, saya tidak tahu. Coba hubungi yang lain. Dulu tugas ini sudah didelegasikan ke yang lain. Saya benar-benar tidak tahu. Saya benar-benar baru departemen ini. Saya baru 5 tahun di sini (Wow, baru kok, 5 tahun ya?)
Ø Tampaknya kita akan memperoleh solusi yang lebih baik jika berkomunikasi langsung juga dengan Bpk A. Mari kita diskusikan masalah ini dengannya.
Ø Kita tidak perlu bahas mengapa saya menggunakan pendekatan B. Semua sudah ketetapan dari atasan.
Ø Saya memilih pendekatan B, karena cost-benefitnya lebih baik dibandingkan dengan pendekatan A yang pernah kita lakukan.
Ø Saya takut, ini tidak sesuai dengan prosedur. Jadi kita tidak usah mencobanya, walau benefitnya lebih banyak. Tidak perlu diusulkan, pasti tidak disetujui oleh atasan. Berbahaya ini.
Ø Mari kita petakan apa risiko yang mungkin timbul dari tindakan ini. Lalu kita cari mitigasi risiko-nya. Setelahnya, kita harus komunikasikan dengan atasan dan otoritas lainnya tentang kemungkinan tindakan yang dapat kita ambil
Ø Kamu merusak hari saya
Ø Takkan kubiarkan suasana hatimu yang jelek itu menular kepada saya
Ada sebuah contoh kasus untuk memahami masing-masing respon yang muncul dari tipe reaktif dan proaktif.Suatu kali kamu mendengar sahabat dekatmu menjelek-jelekkan kamu di depan teman-temamnu yang lain. Ia tidak tahu kalau kamu mendengar percakapannya, padahal kamu ada disitu. Sebelumnya, sahabat dekatmu itu berbicara manis-manis tentangmu. Bagaimana perasaanmu? Jelas, kamu merasa tersinggung dan dikhianati oleh sahabat dekatmu sendiri.
Pilihan sikap reaktif
Pilihan sikap proaktif
Ø Labrak dia, lalu putuskan pertemanan dengan dia
Ø Kamu stres berat
Ø Kamu menganggap dia pembohong bermuka dua dan kamu berjanji pada diri sendiri tidak mau ajak omong lagi selama dua bulan
Ø Balas jelek-jelekkan dia
Ø Maafkan dia
Ø Ajak bicara baik-baik
Ø Nggak usah kamu hiraukan dan beri dia kesempatan. Sadarlah bahwa dia punya kelemahan seperti kamu dan bahwa sesekali kamupun ngomongin dia tanpa bermaksud buruk
Ada lagi percakapan antara seorang konseli dengan konselor.
Zen : Guru biologi aku judes, Pak. Cara ngajarnya membosankan. Setiap kali mengajar selalu memberi soal, tidak dijelaskan lebih dahulu. Nanti kalau ada temanku yang mengerjakannya salah, dia ngomel ngomel. Sebel! Gara-gara dia, aku jadi males belajar biologi. Sebaiknya sekolah mengganti saja guru Biologi itu.
Guru BK : Kenapa kamu dan temanmu nggak temui guru itu dan kasih dia saran? Kalo nggak berhasil, ya bilang sama wakasek kurikulum. Kamu juga bisa bertanya kepada guru Biologi yang lain kalau kamu nggak paham. Atau kalo ayahmu mampu kamu bisa cari guru privat biologi kalau perlu. Kalo kamu gak belajar biologi, bukan salah gurumu, tapi semua itu salah kamu sendiri.
Zen awalnya ketika diberi nasehat seperti itu, ia merasa jengkel. “ihh Bapak! Itu mah sama saja nyusahin Zen!” Bagaimana bisa guru BK nya malah bilang bahwa itu semua salahnya, bukan gurunya? Sudah jelas jelas gurunya judes, jutek, menyebalkan... Mungkin kamu juga sependapat dengan Zen. Sangat nyebelin dinasehati seperti itu, bukan?
Namun, akhirnya Zen menyadari benar juga apa yang dikatakn guru BK nya. Zen baru teringat bahwa Ia pernah mendapatkan materi pelatihan 7 Habits, dimana habits pertama sebagai pintu gerbang masuk pada habits yang lainnya, yaitu proaktif lawannya reaktif. Proaktif adalah dia yang mengambil tanggung jawab dan membuat sesuatu terjadi, sedangkan si reaktif adalah dia yang menyalahkan sesuatu dan dibuat ‘terjadi’ oleh sesuatu.
Proaktif merupakan kata yang sering terucap dan kita dengar. Proaktif berarti inisiatif dan tanggung jawab untuk membuat segala sesuatu terjadi. Kita fokus pada diri kita, tidak pada lingkungan luar. Lawan dari proaktif adalah reaktif. Melakukan respon tertentu, setelah terjadi sesuatu terhadap lingkungan.
Sikap reaktif atau proaktif dapat terlihat dari bahasa yang kita pakai. Seperti berikut; . . " Tidak ada yang dapat saya lakukan ".
Coba bandingkan dengan ini, . " Mari kita lihat, alternatif lain yang kita miliki ".
Orang reaktif sering mengatakan, misalnya: “Tak ada yang bisa saya lakukan”, “Begitulah saya”, “Ia membuat saya sangat marah”, “Saya harus…”, atau “Hanya jika…, saya akan …”
Orang proaktif lebih suka menggunakan ungkapan seperti: “Mari kita lihat alternatif-alternatif yang ada”, “Saya dapat memilih pendekatan yang berbeda”, “Saya lebih suka”, “Saya akan…”, dan sebagainya.
Terasa berbeda bukan. Kalimat pertama adalah bentuk sikap reaktif, sedangkan kedua adalah proaktif. . Selain dari bahasa, sikap proaktif juga memiliki orientasi yang berbeda. Proaktif fokus pada "karakter" sedangkan reaktif fokus pada "kepemilikan".
Proaktif fokus pada " menjadi " bukan " mempunyai ". Pernahkah Anda mendengar ada yang berkata:
Seandainya saja saya mempunyai lebih banyak uang. Tentu hidupku nggak akan jadi begini.
Seandainya saja saya mempunyai Kepala Sekolah yang baik, pasti saya sudah dapat promosi jabatan.
Seandainya saja saya memiliki lebih banyak waktu. Semua pasti nggak akan terjadi.
Seandainya saja saya lebih banyak punya relasi.
Seandainya saja saya dulu belajar tentang IT.
Seandainya saja saya memiliki kekuasaan.
Seandainya saja saya berasal dari keluarga kaya.
Seandainya saja saya ….
Banyak orang menyerah terhadap kekuatan pengkondisian dalam hidup mereka. Mereka menyatakan bahwa hidup mereka telah ditentukan oleh pengkondisian tersebut dan mereka sama sekali tidak memiliki kendali atas pengaruh tersebut.
Coba bandingkan dengan ini, . " Saya dapat menjadi lebih giat dan rajin bekerja, untuk mendapatkan kesejahteraan yang meningkat ". . Kalimat pertama merupakan bentuk reaktif, sedangkan yang kedua adalah proaktif. Proaktif fokus dari dalam, tidak menyalahkan lingkungan. Sedangkan reaktif, fokus dari luar ke dalam. Menuntut adanya perubahan diluar, agar kita dapat berubah. . Perbedaan sikap ini, menjadi dasar untuk menjadi pribadi yang sukses dan berkualitas.
Mulai sekarang, bersikaplah dan jadilah Proaktif. Jika kita bersikap reaktif sama saja seperti kita memberikan remot control hidup kita kepada orang lain sambil mengatakan; “nih silahkan kamu gonta-ganti canel suasana hatiku sesukamu”. Sebaliknya sikap proaktif meletakkan remot control nya di tangannya sendiri. Dan kita bebas memilih saluran mana yang kita terbaik untuk kita lakukan. Wallahu A’lam.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sangat bermanfaat, sudah saya follow follow balik ya
Tulisan yg keren dan inspiratif. Keren Bpk, terima kasih berbaginya...
Keren
Keren Pak Nur.