RENUNGAN TULISAN HARI KE-31 KISAH KODOK REBUS BELAJAR UNTUK BERUBAH
Oleh: Nurokhim, S. Ag. S.Kons.
“Kesuksesan Adalah Hak Saya.” Sebuah ungkapan yang indah bahwa semua orang berhak mendapatkan kesuksesan. Tapi, apakah semua orang mudah mendapatkan haknya? Tergantung... selama mau bertindak untuk melakukan perubahan, maka sudah pasti dia bisa mendapatkan haknya. Kenyataannya banyak yang tetap merasa nyaman di zona nyaman.
Dalam hidup, hanya perubahan yang abadi, perubahan itu pasti, tidak seorang pun yang mampu melawan perubahan. Persoalannya, tidak semua orang memiliki keberanian untuk berubah, kebanyakan orang takut dengan perubahan. Orang-orang mudah terjebak dalam zona nyaman, walau zona nyaman tersebut tidak memberikan kebaikan bagi mereka. Hanya karena terbiasa dengan sebuah pola hidup, memulai pola hidup baru menjadi tidak mudah.
Siapa sih yang gak betah di zona nyaman? Gak ada tekanan dan tuntutan yang mengganggu waktu, tenaga, dan pikiran. Memang zona nyaman dibentuk dari hasil usaha yang sudah Anda lakukan. Tapi, tanpa sadar terlalu lama menikmati zona nyaman malah akan membuat kamu ada di zona tanpa perkembangan. Kalau Anda mau lebih sukses dan lebih baik lagi ke depan dan masa yang akan datang, tantang dirimu untuk keluar dari zona nyaman dan temukan pengalaman baru.
Zona nyaman adalah kondisi psikologis dimana seseorang merasa sudah berada di tempat yang pas. Tidak merasa cemas, pun terbebani. Sesuai namanya, zona nyaman memang ruang paling nyaman bagi kita.
Berada di tempat yang nyaman dengan segala ketenangannya membuat kita cenderung enggan beranjak. Sayangnya, hal itu belum tentu yang terbaik. Keluar dari zona nyaman juga perlu.
Ada sebuah fabel yang sangat menarik tentang sebuah riset katak yang dimasukan dalam panci dan ditaruh diatas kompor.
Kodok pertama: Ia dimasukkan ke dalam sebuah panci berisi air dingin. Secara tiba-tiba, kita siram kodok itu dengan air panas. Maka, si kodok akan segera meloncat dan ia pun masih bisa hidup. Jadi, ia selamat walaupun memiliki luka-luka lepuh di kulitnya.
Kodok kedua: Ia dimasukkan ke dalam sebuah panci yang diisi air dingin. Secara perlahan, panci itu dipanasi. Air yang tadinya dingin berlahan-lahan berubah hangat.Si kodok merasa hangat dan nyaman dengan temperatur air itu. Ia tetap berada di panci itu. Ia berenang dan menyelam ke sana ke mari. Perlahan-lahan temperatur air dinaikkan. Walaupun merasakan perubahan, si katak masih dapat mentoleransinya, jadi ia tetap tinggal di dalam panci tersebut. Namun, lama-kelamaan suhu air akan semakin meningkat. Kodok yang tinggal di dalamnya lama-kelamaan akan lemas dan tak bertenaga. Hingga saat air sudah mendidih. Pada akhirnya, si kodok ini bahkan tidak pernah meloncat keluar. ia telah menjadi kodok rebus. Ia tak sempat meloncat dan hanya bisa pasrah terendam di dalam panci hingga ajal menjemput.
Jadi, apa yang membunuh kodok? Mungkin banyak di antara kita akan mengatakan air mendidih lah yang telah membunuh si kodok. Tapi sesungguhnya, yang membunuh kodok adala ketidakmampuan dirinya untuk memutuskan kapan harus melompat keluar dari air mendidih.
Perilaku kodok itulah gambaran pilihan hidup bagi kita. Pilihan pertama akan mencoba menjadi kodok yang masih bisa melompat dan tetap bertahan hidup meskipun sudah diguyur air panas. Setidaknya, bisa mengusahakan sesuatu meskipun hanya dengan melompat. Pilihan kedua mati dalam tungku. Mati dalam kenyamanan. Kita pilih yang mana?
Begitu juga dengan kondisi kita sekarang, ketika kita juga harus melompat dari zona nyaman kita. Jangan menunggu nasib kita berubah. Jangan menyerah dengan takdir.
Atau jangan-jangan kita adalah kodok rebus itu. Ketika sudah merasa nyaman, kita akhirnya terlena hingga tidak awas dengan sekitar. Kita enggan keluar untuk menjadi lebih baik, (atau menyelamatkan diri). Ketika keadaan berubah gawat baru kita bertindak. Padahal itu sudah sangat sangat terlambat.
Lihatlah, betapa banyak guru yang merasa nyaman berada pada situasi yang tercukupi secara hak; gaji yang cukup, tunjangan profesi terpenuhi, sehingga tidak perlu berkreasi untuk lebih membuat pembelajaran menjadi lebih aktif, menarik dan menyenangkan bagi siswanya. Kegiatan mengajar dipandangnya sebagai gugurnya kewajiban. Administrasi pembelajaran pun dipandang sebagai dokumen pendamping proses belajar mengajar yang formalitas saja. Sehingga timbulah persepsi bahwa keluar dari zona tersebut dianggapnya hanya membuang waktu dan sama sekali tidak berdampak ekonomi. Keluar dari zona nyaman sangat mungkin diartikannya sebagai pelanggaran hidupnya yang telah ditakdirkan sebagi guru; yang hanya berkewajiban untuk mendidik, mengajar, dan memenuhi kebutuhan para siswa di kelasnya saja.
Berada pada zona nyaman membuat kecenderungan seorang guru tidak mau meninggalkan kondisi saat itu. Ia sudah merasa cukup dengan apa yang ia lakukan selama ini, atau merasa tak perlu mengembangkan diri, karena merasa dirinya sudah tua. Inilah zona nyaman yang melenakan.
Zona nyaman yang membuatnya merasa cukup dengan pencapaian yang ia raih selama ini. Zona nyaman yang menutup pintu rapat-rapat bagi pengetahuan baru yang dapat meningkatkan kompetensinya sebagai guru. Ia merasa cukup dengan apa yang ia capai selama ini, padahal dunia terus berubah, perkembangan zaman semakin pesat, namun ia lebih memilih tetap pada kondisi kompetensinya saat ini.
Untuk itu, berada dalam zona nyaman belum tentu akan baik-baik saja. Ada beberapa kerugian yang dialami guru, jika tetap memilih untuk tetap berada zona nyaman. Salah satu kerugian tetap berada di zona nyaman adalah kita akan hidup stagnan, tidak ada kemajuan yang dicapai. Ia akan terus berupaya menghindari tantangan-tantangan yang ada, sehingga setiap saat ia merasa takut jika ada tantangan baru yang harus ia lalui. Guru seperti ini menyebabkan kualitas pendidikan cenderung stagnan, bahkan cenderung menurun karena tidak mau mengikuti perubahan.
Zona nyaman tentu tidak dapat disalahkan. Tetapi tetap betah dalam zona nyaman adalah sebuah ‘jebakan’ keadaan yang melenakan kita sehingga tidak membuat berkembang kreativitas diri. Berada pada zona nyaman menutup impian untuk mencapai titik kesuksesan. Sudah saatnya kita melepaskan diri dari situasi tersebut agar menjadi pribadi yang tidak hanya bermanfaat bagi diri, tetapi maslahat bagi sebanyak-banyaknya umat. “naafi’un lii nafsii wa naafi’un laghoirihi.”
Setelah mengetahui kerugian kita berada pada zona nyaman, semoga kita terpacu lagi untuk keluar dari zona nyaman tersebut. Pada awalnya mungkin kita merasa serba salah, bingung, tidak enak, dan segala ketidaknyamanan lainnya. Namun percayalah, apapun yang kita lakukan untuk melakukan perubahan pada diri kita, pasti akan membuahkan hasil, termasuk rasa nyaman yang baru. Saaatnya kita mencoba melangkah dan meninggalkan zona nyaman yang melenakan.
Mulailah action melompat dari zona nyaman. Lebih baik gagal karena mencoba daripada mati karena terlena. Wallahu A’lam
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar