Nurokhim Sag

Nurokhim, S. Ag. S. Kons. adalah seorang Motivator & Trainer Pendidikan, Pembicara Seminar Parenting, Guru Bimbingan Konseling, Dosen, danPenggiat Pen...

Selengkapnya
Navigasi Web
RENUNGAN TULISAN HARI KE-875  REZEKI YANG BERKAH PENJUAL BAKSO

RENUNGAN TULISAN HARI KE-875 REZEKI YANG BERKAH PENJUAL BAKSO

Oleh: Nurokhim, S. Ag. S.Kons.

Siang itu, saat Den Bagus selesai shalat berjamaah dhuhur dan meninggalkan mihrab, dia melihat seorang yang sedang khusyuk berdoa berlinang air mata. Karena tidak ingin mengganggu kekhuyukannya, Den Bagus hanya berlalu di hadapan orang tersebut. Namun saat ia hendak keluar dari Masjid, tiba-tiba orang itu memanggilnya.

“Abah Kiyai, mohon maaf … bisa saya bicara sebentar,” ucap orang itu dengan langkah cepat menyusul Den Bagus.

Den Bagus membalikkan badan dan memperhatikan orang itu sembari memberikan senyuman ramah, “Tentu saja saudaraku,” ucapanya sambil kembali menuju ke teras masjid dan mempersilahkan orang itu duduk bersamanya.

“Semoga Allah merahmatimu! Ada apa saudaraku?” tanya Den Bagus penuh bijaksana.

Orang itu sejenak menundukkan kepala menarik nafas panjang seakan menyimpan beban hidup yang sangat berat.

“Maafkan saya Abah Kiyai, saya tidak tahu harus bicara kepada siapa. Tetapi saya merasa Abah Kiyailah yang bisa membantu saya dengan permasalahan saya,” ucapnya dengan nada lirih dan terbata-bata.

“Wahai saudaraku, katakanlah! Jika engkau percaya pada Abah, Insya Allah Abah siap membantu masalahmu,”

“Perkenalkan nama saya Parjo. Setiap hari saya menjajakan bakso keliling ke kampung-kampung di desa ini,” ucap Parjo memperkenalkan diri sambil mencium tangan Abah Bagus.

“Wah, sungguh mulia pekerjaanmu Nak Parjo, Kamu pekerja giat dan pekerja keras dengan mencari rejeki yang halal,” sahut Den Bagus memuji dan memberikan spirit kepada Parjo.

“ Justru itu masalahnya Abah. Sebagai tukang bakso pendapatan saya tidak seberapa, namun perempuan yang saya cintai dan ibunya menuntut lebih dari apa yang sudah saya dapatkan. Apa lagi ibu calon mertua saya itu seringkali nyinyir dengan pekerjaan saya, yang menganggap pekerjaan tukang bakso adalah pekerjaan rendah,” ucap Mang Parjo dengan sedih.

“Astaghfirullah. Lalu bagaimana sikap kamu Nak Parjo?” tanya Den Bagus ingin tahu kisah Parjo.

‘Ya terus terang saya merasa terhina. Meskipun saya sebenarnya naksir sama Sofia anaknya, tetapi saya tidak sudi punya calon mertua semacam itu,” sahut Parjo dengan nada kesal.

Mendengar keluh kesah Mang Parjo, Den Bagus menepuk pundak Parjo seakan ikut merasakan apa yang dirasakan Parjo. Kemudian dengan menyungging senyuman kecil Den Bagus berusaha menghibur Parjo. Ia tidak ingin Parjo larut dalam kesedihan, Den Bagus lalu berkata;

“Wahai saudaraku, urusan dunia itu sudah di atur dan sudah ditentukan rezekinya, tugas kita sebagai seorang yang beriman adalah berusaha, dan Allah akan kasih rejeki yang tidak mungkin tertukar dengan orang lain, namun urusan akheratlah yang justru belum jelas,” ucap Den Bagus.

Nampak Parjo menunduk merenungi kata-kata Den Bagus yang ia panggil sebagai Abah Kiyai.

“Ketahuilah wahai saudaraku, setiap makhluk, Allah SWT telah menjamin rezekinya. Yang namanya pangkat, jabatan, kedudukan itu hanya bahasa manusia. Toh semua makhluk yang namanya manusia memiliki tujuan sama yaitu mendapatkan rezeki berupa penghasilan agar kita dapat makan. Sehebat apapun dia, meskipun dia seorang presiden atau milyader sekalipun, tetap saja makannya tidak mungkin 1 bakul, tetapi tetap 1 porsi. Dan kalau sudah melalui tenggorokan semuanya sama bentuknya yaitu menjadi ampas alias tahi.

“Berarti semua orang kemana mana membawa kotoran ya Abah Kiyai?” ucap Parjo seakan baru sadar betapa hinanya manusia.

“Nah itu Nak Parjo tahu. Seorang presiden sekalipun, dia selalu kemana-mana membawa kotoran yang menjijikkan. Lantas apa yang perlu disombongkan?” ujar Den Bagus.

“Iya Abah Kiyai,” ssahut Parjo pelan.

Den Bagus kemudian melanjutkan; “Tugas kita sebagai seorang hamba adalah menjemput rezeki yang halal yang mengadung keberkahan. Maka Islam mengajurkan untuk tidak semata-mata hanya mengejar rezeki dalam bekerja, namun juga harus mengejar keberkahan dari rezeki tersebut,” imbuhnya.

“Tapi, saya merasa kesal dan terhina dengan ucapan calon mertua saya? Apakah begitu hinakah tukang bakso itu?” ucap Parjo masih sangat merasa kesal mengingat kembali sikap calon ibu mertuannya.

Lagi-lagi Den Bagus tersenyum mendengar keresahan Parjo. Den Bagus kemudian berkata, “Wahai saudaraku! Semua sudah Allah arahkan dengan kesungguhan kita mau jadi apa kita. Percayalah! Nak Parjo tidak akan terhina dihadapan Allah walau menjadi tukang bakso. Sungguh sebuah nikmat yang besar Nak Parjo menjadi pedagang bakso yang pendapatannya didapat dari sumber penghasilannya yang halal,” terang Den Bagus.

“Iya Abah Kiyai. Lantas, saya harus bagaimana Abah Kiyai?” tanya Parjo masih dengan kebimbangan.

Bersambung...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post