Sepenggal Cerita Seorang “Abi”

Oleh

NUR S. PUDJI ASTUTIK, S.Ag*)

Pagi ini kuayunkan langkahku menuju ruang ujian. Dua puluh anak sudah menungguku di ruangan ber-AC. Kuucapkan salam kepada mereka dan kubagikan lembar naskah ujian mata pelajaran Bahasa Inggris untuk jam pertama. Ujian berlangsung dengan tertib dan kondusif, kuamati peserta ujian satu persatu, kudapati seorang siswa bernama “Abi”, dia adalah anak yang cerdas. Bahkan beberapa hari yang lalu dia sempat membawa harum nama sekolah di ajang Olimpiade Matematika yang diselenggarakan oleh salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Surabaya.

Waktu begitu cepat berlalu, kini saatnya mereka harus mengakhiri tugasnya dan berhamburan keluar untuk menikmati waktu istirahat. Sengaja aku perhatikan anak-anakku saat mereka istirahat. Mereka berlarian menuju kantin sekolah untuk mendapatkan jajanan yang mereka suka. Satu anak yang bernama “Abi” yang tak luput dari perhatianku, Abi mengejar teman-temannya untuk minta secuil jajan dari mereka. Satu..dua..teman berhenti dan rela membagi jajan yang mereka beli kepada Abi. Hatiku terasa teriris memandang kejadian seperti itu. Kuperhatikan terus seorang Abi, saat ini dia mengejar teman yang lainnya tapi justru temannya berlari meninggalkan Abi. Abi pun akhirnya masuk ke dalam ruangan ujian dan membuka lembaran buku untuk dia pelajari.

Kuhampiri dia dan kutanya kepadanya. “Kenapa Abi nggak istirahat..?” tanyaku dengan memegang pundaknya. “Tidak bu, saya belajar saja. Soalnya tadi malam saya belum sempat membaca materi ujian jam kedua,” begitu jawabnya. “Sana istirahat dulu, beli makanan atau minuman di Kantin,” pintaku kepada Abi. Lagi-lagi dia menjawab “Tidak bu, saya belajar saja.” Akhirnya kurogoh saku bajuku, kudapati uang lembaran kertas kuberikan kepada Abi. “Abi terima uang ini, sana segera belikan jajan karena waktu istirahat akan segera berakhir,” Pintaku kepadanya. Dan sekali lagi si Abi menjawab dengan kata-kata “tidak bu”. Mungkin dia malu untuk mengambil lembaran uang yang kuberikan kepadanya. Akhirnya kucoba sekali lagi untuk memberikannya kepada Abi. Dan kali ini Abi menerimanya sambil mengucapkan, “Terima kasih bu.”

Sejak saat itu aku teringat dengan masa lalu yang tak jauh dari cerita sang Abi. Hanya saja perbedaan waktu dan asal masalah yang membedakan cerita sang Abi dan masa laluku. Hari ini aku mendapatkan pengalaman hidup dari cerita sang Abi, bahwa ditengah keterbatasan disitu ada nilai keberhasilan. Roda kehidupan selalu berputar. Ada saatnya kita merasa lebih dan ada saatnya kita merasa kekurangan. Satu hal yang tidak boleh kita lupakan, “Bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang telah dianugrahkan Allah SWT kepada kita sekalian. Janji Allah SWT pasti sudah benar adanya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur atas nikmat-Ku maka pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku amat pedih.”

____________________

*) Penulis adalah guru PAI

Di MTsN 4 Sidoarjo