nur pudjiastutik

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Tragedi Seorang Guru dari Tahun ke Tahun

Tragedi Seorang Guru dari Tahun ke Tahun

Tragedi Seorang Guru dari Tahun ke Tahun

Berawal dari rasa empati atas berpulangnya guru muda Ahmad Budi Cahyono seorang guru honorer mata pelajaran seni rupa di SMA Negeri 1 Torjun Sampang Madura, telah menggoreskan luka yang teramat dalam khususnya bagi insan yang bergelut di dunia pendidikan. Pendidikan karakter digaungkan dan diimplementasikan ke seluruh lembaga-lembaga pendidikan, namun demikian perilaku menyimpang masih saja ditemukan.

Teringat olehku peristiwa beberapa tahun yang silam, seorang guru sedang melaksanakan tugasnya sebagai pengawas ruang ujian di salah satu Sekolah Menengah Atas. Di dalam ruang ujian dengan peserta berjumlah dua puluh orang, si guru Wati sedang membagikan naskah dan lembar jawaban ujian. Seluruh peserta ujian mendapatkan naskah dan lembar jawaban ujian yang sama. Sebelum mengerjakan atau menjawab soal-soal ujian, guru Wati mengajak seluruh peserta mengawalinya dengan berdo’a memohon kepada Allah SWT agar diberi kemudahan dan kelancaran dalam menuangkan jabawan ke dalam lembar jawaban. Usai berdo’a guru Wati mempersilahkan seluruh peserta mengerjakan atau menjawab soal dengan tetap menjunjung tinggi nilai kejujuran (tidak menyontek, tidak melihat jawaban teman dan membuat gaduh ruang ujian).

Suasanapun jadi hening, sementara itu guru Wati sedang mengisi lembar demi lembar yang harus ditulis oleh seorang pengawas ujian terkait tentang pelaksanaan ujian yang berlangsung saat itu. Lembar yang berisi identitas sekolah, mata pelajaran yang diujikan, tanggal pelaksanaan ujian, waktu pelaksanaan ujian sampai pada isian tentang kondisi berlangsungnya ujian telah dikerjakan oleh guru Wati. Tak lupa guru Wati membubuhkan tanda tangan sebagai pengawas ruang ujian.

Dari tempat duduknya, guru Wati dapat mengamati satu per satu peserta ujian dengan seksama. Perhatiannya tiba-tiba terhenti kepada salah seorang peserta ujian yang saat itu berdiri dan hendak meninggalkan ruang ujian, sementara waktu ujian masih tersisa kurang lebih setengah jam lagi. Guru Wati menegur siswa tersebut dengan tenang.

“Mas...apakah kamu sudah selesai mengerjakan soal?,” tanya guru Wati sambil melihat meja tempat siswa tersebut duduk.

“Sudah,” jawab siswa tersebut dengan singkat

Guru Wati masih terus melanjutkan pertanyaannya, “Kalau sudah dimana kamu letakkan lembar jawaban itu mas?,” begitu pertanyaan yang disampaikan oleh guru Wati. Lagi-lagi siswa tersebut menjawab kurang sopan. “Disitu...,”jawabnya

Guru Wati mengulang dengan pertanyaan yang sama kepada siswa tersebut. “Dimana lembar jawaban kamu mas?,” dan siswa tersebut menjawab dengan jawaban yang sama, “ Disitu...” sekali lagi, “Disitu.....”

Dimana mas? Sementara guru Wati tidak menemukan satu lembar kertaspun di atas mejanya. Guru Wati dengan posisi memegang kertas ditangannya akhirnya melayangkan genggaman kertas dan membiarkannya mendarat di wajah siswa tersebut. Sontak siswa tersebut berdiri dengan gaya menantang guru Wati dan bicara dengan nada membentak, “Bu...saya di rumah tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh ayah dan ibu saya. Guru Wati tetap menenangkan hati dengan sedikit memberikan pemahaman. Maaf mas, apakah bu guru salah kalau menanyakan lembar jawabanmu, sementara kamu menjawabnya hanya dengan disitu-disitu, disitu mana? Sementara di atas mejamu tidak ada selembar kertaspun. Coba kamu menjawabnya dengan jelas dan sopan, pasti bu guru bisa memakluminya. Oke ...kalau kamu tidak terima dengan perlakuan bu guru, silahkan sampaikan ini kepada orang tuamu dengan baik-baik, dan akan bu guru tunggu di sekolah sampai orang tuamu datang.

Sejak saat itu maka keluarlah siswa tersebut dari ruang ujian, dan sementara ujian masih tetap berlanjut karena memang waktu mengerjakan soal belum habis. Seluruh siswa menjadi saksi atas perilaku yang kurang sopan yang telah dilakukan oleh temannya kepada guru Wati. Usai berlangsungnya ujian, bu guru Wati langsung menemui Bapak BP dan menyampaikan semua peristiwa yang telah terjadi di dalam ruang ujian tadi. Tidak cukup hanya menemui guru BP, bu guru Wati langsung menuju ke ruangan Bapak Kepala Sekolah untuk menyampaikan peristiwa yang terjadi, dengan harapan agar pemegang kebijakan di sekolah tersebut mengetahui pokok permasalahan yang telah terjadi saat berlangsungnya ujian. Dan diharapkan Bapak Kepala Sekolah benar-benar bijak dalam memutuskan atau menyelesaikan masalah yang sedang dialami oleh guru Wati.

Dengan penuh rasa tanggung jawab, bu guru Wati menunggu kehadiran orang tua siswa tersebut di sekolah. Hingga malampun telah tiba, namun yang ditunggu-tunggu tak datang jua. Akhirnya Bapak Kepala Sekolah dan Guru BP menyarankan agar Guru Wati untuk pulang saja.

Begitulah rupanya tragedi yang dialami oleh seorang guru dari tahun ke tahun selalu terjadi. Semoga hal ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Tetap semangat bagi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Jasamu benar-benar tiada terkira. Tetaplah bersabar dan bersabar dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada generasi muda agar mereka benar-benar menjadi generasi harapan bangsa yang berjiwa dan berakhlakul karimah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga para guru di beri kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing siswa bu..

04 Feb
Balas

Aamiiin... Inggih pak, maturnuwun

04 Feb
Balas



search

New Post