NURRELA

Nurrela, S.Pd. Pengelola PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Khoiru Ummah Palembang. Penggiat pendidikan non formal Owner dan Kepsek Sekolah Tahfizh Plus...

Selengkapnya
Navigasi Web

CINTA SEJATI

Merantau kerja di salah satu BUMN bidang kehutanan di Pulau Sumatera pada tahun 1997, menghantarkan saya untuk menemukan jodoh satu perusahaan, orang Palembang asli. Banyak orang yang menentang saya, baik di keluarga maupun di tempat kerja. Kenapa keluarga menentang calon suami pilihan saya? Karena dia bukan berasal dari Suku Sunda, tetapi berasal dari Pulau Sumatera. Di Ciamis Jawa Barat, ada beberapa tetangga yang menikah dengan orang Sumatera, ditinggal pergi begitu saja oleh suaminya. Sehingga keluarga sangat khawatir kalau saya menikah dengan orang Sumatra akan mengalami hal yang sama! Disini saya berupaya keras, menyampaikan kepada keluarga, bahwa semua suku adalah baik, tidak semua orang Sumatera adalah orang yang tidak baik, tidak bertanggung jawab dan tidak semua orang Sunda adalah orang baik. Semua suku ada orang yang baik dan ada orang yang tidak baik, semua suku adalah makhluk Allah SWT. Allah SWT telah menegaskan dalam Al Qur’an (Suroh Al Hujurot : 13) ;”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal....”

Atas pertolongan Allah SWT, akhirnya keluarga saya menyetujui calon suami pilihan saya. Hanya waktu 2 minggu, pada Mei 1999 kami melangsungkan pernikahan. Ketika itu banyak keluarga yang mengatakan, wajah suami saya mirip seperti bapak saya, yang telah wafat ketika saya usia dua setengah tahun, dimana saya hanya mengenal wajah beliau dari foto.

Tidak terasa bahtera rumah tangga sudah kami lalui bersama selama dua puluh tahun. Banyak onak dan duri yang kami lalui, menguji kesetiaan kami. Perusahaan tempat kami bekerja, mengalami goncangan karena otonomi daerah, hak pengusahaan hutan (HPH) yang awalnya wewenang Departemen Kehutanan, beralih ke tangan para bupati, dimana mereka lebih memilih menyerahkan kawasan hutan kepada asing daripada BUMN. Akhirnya kami berdua memilih mengundurkan diri dari perusahaan dan kami membuka wirausaha bidang makanan dan membuka sekolah PAUD dan SD.

Belum lagi karena perbedaan suku, saya tidak bisa menggunakan bahasa Komering, karena kami tidak tinggal di Komering, tapi tinggal di Kota Palembang, sehingga saya hanya bisa bahasa Palembang. Awalnya keluarga suami mempermasalahkan karena saya tidak bisa berbahasa daerah mereka. Saya sampai berfikir, kalau emang karena saya tidak bisa berbahasa mereka, saya harus berpisah, tidak masalah, walaupun sebenarnya saya dan suami rukun-rukun saja, tidak ada masalah. Tapi akhirnya keluarga suami tidak lagi mempermasalahkan hal ini, karena anaknya sendiri yang menikah dengan orang diluar sukunya, tidak bisa berbahasa Komering dan membiasakan anaknya dengan Bahasa Indonesia.

Dan masalah lainnya yang tidak ringan adalah sampai sekarang, di usia pernikahan 20 tahun, kami belum dikaruniai keturunan, yang pasti setiap pasangan hidup menginginkannya. Tapi alhamdulillaah diantara kami tidak pernah saling menyalahkan, karena kami saling memahami, bahwasanya anak adalah salah satu rizqi yang merupakan hak mutlak Allah SWT sebagai Sang Pencipta. Kita sebagai manusia yang lemah hanya bisa berencana, berusaha dan berdoa, sedangkan hasilnya adalah Allah SWT yang menentukan. Kami yakin bahwa apapun yang terjadi pada kita adalah yang terbaik untuk kita, dan setiap cobaan adalah bentuk sayangnya Allah SWT kepada kita, sehingga sebagai orang yang beriman, kita harus menerima taqdir Allah SWT dengan lapang dada, penuh keikhlasan. Kita jangan terlalu sibuk dengan memikirkan taqdir Allah SWT untuk kita, karena toh di akhirat nanti, Allah SWT tidak akan bertanya, kenapa kamu tidak punya anak? Karena anak adalah hak mutlak Allah SWT. Dengan niat menikah adalah ibadah dan atas saling pengertian inilah, kunci keharmonisan keluarga kami. Teman-teman dan keluarga saya, iri dengan keharmonisan kami, seperti kami tidak memiliki masalah. Kemanapun saya pergi keluar kota untuk mengikuti kegiatan sekolah, suami dengan setia mendampingi saya. Termasuk ketika saya mengikuti bimtek bantuan sarana PKBM di Yogyakarta, apresiasi GTK PAUD DIKMAS di Pontianak, bimtek PKW di Solo dan workshop Literasi di Batam inipun, suami mendampingi saya. Ini semua semata-mata karena limpahan rahmat dan hidayah yang Allah SWT berikan kepada kami berdua dan kami sangat mensyukurinya.

Untuk mengisi hidup kami, maka itulah kami membuka Sekolah Tahfizh Plus tingkat PAUD dan SD Khoiru Ummah Palembang, yang merupakan cabang kelima belas dari 60 cabang se-Indonesia, yang berpusat di Kota Bogor. Kami berharap walaupun kami tidak memiliki keturunan, semoga dengan membuka sekolah ini, kami memiliki bekal ladang pahala yang akan mengalir terus walaupun kami sudah meninggalkan dunia ini. Dan alhamdulillaah sekolah kami semakin berkembang, siswa semakin banyak, tidak hanya melayani yang usia sekolah, juga yang putus sekolah dalam program Paket A, Paket B, Paket C dan program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW). Prestasipun banyak diraih. Alhamdulillaah, inilah buah dari cinta sejati.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post