Tak seperti hari-hari sebelumnya. Sepulang sekolah, Fitri tampak gelisah. Materi pelajaran agama yang disampaikan Pak Hamdan tak membuatnya tenang. Padahal pelajaran tersebut merupakan salah satu pelajaran yang disukai Fitri.

Setelah tiba di rumah, Fitri bergegas membersihkan diri. Tas selempang diletakkan di dalam almari, lalu dikunci. Semua menjadi tak biasa setelah dia tahu ada sesuatu di dalam buku yang dipinjamkan kepada Gading. Ada apa dengan Gading sehingga dia menyelipkan amplop berwarna merah muda di buku miliknya?

Hingga larut malam pun netra Fitri tak mampu terpejam. Dia bangkit dari tempat tidurnya dan melangkah mengambil tas selempangnya. Tak lama, apa yang dia cari telah ada di dalam genggamannya. Namun Fitri tak punya keberanian untuk membukanya.

"Fit! Fitri! Bangun!" suara ibunya dari balik pintu kamar.

Fitri terperanjat. Jarum jam di dinding sudah melewati waktu biasanya. Jika dia tidur dengan normal, rata-rata setiap pukul setengah empat dia sudah bangun.

"Astaghfirullah. Aku kesiangan. Mana piket lagi," ucap Fitri sambil bergegas keluar kamar.

Pukul setengah lima baginya sudah kesiangan. Karena lokasi sekolah lumayan jauh untuk ditempuh. Bagaimana jika nanti terlambat? Padahal jam pertama saatnya pelajaran IPA. Apalagi bahan praktikum belum dia siapkan pada malam sebelumnya.

Bersambung