Sabtu pagi, setelah melakukan kegiatan psikomotorik di lapangan sekolah, anak-anak saya ajak beristirahat di bawah pohon tanjung yang rindang disamping kelas kami. Kegiatan Sabtu adalah hal yang ditunggu tunggu, karena kegiatan kami seharian hanya seputar pengembangan diri, hari bebas menulis istilahnya anak-anak, hehehe..

Sambil berselonjor bersama, saya mengajak anak-anak bercerita tentang cita-cita masing-masing, padahal diam-diam saya sedang mengambil nilai pembelajaran bahasa Indonesia untuk keterampilan berbicara. Satu persatu anak-anak saya beri pertanyaan. Banyak respon yang terekam, mulai dari respon tegas dan pasti, semangat berapi-api, malu-malu, bingung karena belum punya cita-cita dan ada yang menjawab panjang lebar tanpa rem, hingga dikomplein teman-teman yang belum kebagian waktu untuk menjawab pertanyaan saya.

Berbagai cita-cita terangkum dalam jawaban polos anak murid saya , anak laki-laki cenderung ingin menjadi TNI dan POLRI yang terkesan lebih heroik, anak perempuan lebih memilih menjadi dokter serta bu guru, jawaban yang disertai alasan polos sesuai jenjang kelas mereka yang masih duduk di kelas II. Tiba-tiba saya terpukau dengan jawaban salah seorang murid saya yang sangat pendiam, “ Cita-cita Haikal ingin menjadi ayah bu guru, biar bunda ga sedih lagi,” MasyaAllah, dada saya terasa sesak, saya tahan airmata yang tiba-tiba ingin meluap. Haikal yang menjadi anak yatim dua bulan lalu, hanya menginginkan bundanya bahagia, itu makna cita-citanya yang saya cerna.