Nur Sholeh

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Model-model dan Metode Evaluasi Program Menurut Jenis Pelaksanaan Program

MODEL –MODEL EVALUASI TERHADAP JENIS DAN TIPE KEGIATAN PROGRAM

A. Latar Belakang

Evaluasi program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang merealisasi atau mengimplementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang guna pengambilan keputusan. Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan keputusan berikutnya. Evaluasi sama artinya dengan kegiatan supervisi. Kegiatan evaluasi/supervisi dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian program, merevisi program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program.

Dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu hal sebagai hasil pelaksanaan program setelah data terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu. Dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin mengatahui tingkat ketercapaian program, dan apabila tujuan belum tercapai pelaksana (evaluator) ingin mengetahui letak kekurangan dan sebabnya. Hasilnya digunakan untuk menentukan tindak lanjut atau keputusan yang akan diambil. Dalam kegiatan evaluasi program, indikator merupakan petunjuk untuk mengetahui keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu kegiatan.

Evaluator program harus orang-orang yang memiliki kompetensi, di antaranya mampu melaksanakan, cermat, objektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan bertanggung jawab. Evaluator dapat berasal dari kalangan internal (evaluator dan pelaksana program) dan kalangan eksternal (orang di luar pelaksana program tetapi orang yang terkait dengan kebijakan dan implementasi program). Model evaluasi merupakan suatu desain yang dibuat oleh para ahli atau pakar evaluasi. Dalam melakukan evaluasi, Silvia (2013) menjelaskan bahwa perlu dipertimbangkan model evaluasi yang akan dibuat. Biasanya model evaluasi ini dibuat berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga atau instansi yang ingin mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Evaluasi Program

Model evaluasi adalah suatu model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya (Taypnapis, 1989 : 10). Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatnya. Model evaluasi adalah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya. Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatannya. Di samping itu, ada ahli evaluasi yang membagi evaluasi sesuai dengan misi yang akan dibawakannya serta kepentingan atau penekanannya atau dapat juga disebut dengan paham yang dianutnya yang disebut pendekatan, atau approach. Menurut Griffin & Nix (1991) evaluasi adalah judgement terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran yang selalu di dahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Sedangkan menurut Tyler (1950), evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Adapun pengertian evaluasi menurut Sudijono (1996), mengatakan bahwa evaluasi pada dasarnya merupakan penafsiran atau interpretasi yang bersumber pada data kuantitatif, sedang data kuantitatif merupakan hasil dari pengukuran.

Cronbach(1963) dan Stufflebeam(1971) menyatakan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. “Evaluation is the process of delineathing, obtaining, and providing descriptive and judmental information about the wort hand merit of some object’s goals, design, implementation, and impact ill order to guide decision making, serve needs for accountability, all promote understanding of the involved phenomena”.[1] Artinya: Evaluasi program merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Evaluasi program bertujuan untuk mengumpulkan informasi berkenaan dengan implementasi program yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan tindak lanjut atau pengambilan keputusan, yaitu nenyediakan informasi dalam kerangka “decesion” atau keputusan bagi pegambil kebijakan. Sedangkan Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin AJ., menyebutkan bahwa evaluasi program adalah “upaya untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui efektifitas masing-masing komponennya”.[2]

Model evaluasi merupakan desain atau rancangan evaluasi yang dikembangkan ahli evaluasi ataupun evaluator dalam melaksanakan suatu program. Evaluasi program juga merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya. Adapun tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dampak/ hasil yang dicapai, efesiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan peenyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait dengan program.

Evaluasi secara singkat juga dapat di definisikan sebagai proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Hasil evaluasi di harapkan dapat mendorong guru, fasilitator, ataupun tutor untuk mengajar dan membimbing peserta didik dengan lebih baik lagi, begitu juga sebaliknya peserta didik terdorong untuk belajar lebih tekun lagi.

Model elaluasi ini mencakup jenis-jenis data dan tipe-tipe kegiatan, yaitu meliputi:

a. Model kelayakan evaluasi, contohnya mengidentifikasi tiga kategori data utama dalam program pengelolaan program (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) dan empat jenis data (konteks, masukan, proses dan produk) yang dapat digunakan dalam penyusunan simpulan hasil evaluasi

b. Model peranan sistem, contohnya mengkategorikan data yang akan digunakan dalam mengevaluasi unsur-unsur program sistematik

c. Model hirarki antara proses dan tujuan. contohnya menjelaskan berbagai jenis data untuk menilai tingkatan hubungan timbal balik antara proses dan hasil program.

d. Model kontinuitas kerja mandiri. contohnya menyusun sistematika langkah pengumpulan jenis-jenis data yang dilakukan oleh penyelenggara program dan untuk mengidentifikasi saat keterlibatan ahli dalam penyusunan program.

B. Model Evaluasi Pelaksanaan Program

Pengertian untuk istilah “program”, yaitu pengertian secara secara umum, program dapat diartikan sebagai “rencana”. Setelah dijabarkan tentang pengertian evaluasi dan program dapat disimpulkan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.[3]

Kategori evaluasi ini membantu para penyusun program dan/atau evaluator untuk memahami proses dalam pelaksanaan program dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: (a) Bagaimana cara-cara melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program, (b) kegiatan-kegiatan apa yang terjadi dalam proses pelaksanaan program, dan (c) model-model apa yang digunakan dalam evaluasi pelaksanaan program. Fokus model-model yang termasuk kedalam kategori ini ialah evaluasi terhadap bebagai proses pelaksanaan program. Sebagian model berhubungan dengan proses evaluasi awal, dan sebagian lagi dengan proses evaluasi lanjutan terhadap pelaksanaan program.

Enam model yang termasuk ke dalam kategori ini adalah sebagai berikut:

a. Model Appraisal (Haris). Contohnya, model ini menitik beratkan pada peranan keputusan yang disusun oleh tenaga profesional.

b. Pengelolaan Dat (Phi Delta Kappa). Contohnya, penyajian pedoman untuk mengkuantitatifkan data.

c. Model Proses secara Alamiah (Steele). Contohnya, menjelaskan bagaimana model appraisal dan data kuantitatif dapat digabungkan dengan proses pengambilan keputusan.

d. Evaluasi Monitoring (Bruce). Contohnya, upaya yang menunjukan cara penggunaan evaluasi selama pelaksanaan program agar pelaksanaan itu sesuai dengan rencana.

e. Evaluasi Perkembangan (Kreitlow). Contohnya, penggunaan appraisal untuk menstimulasi perkembangan program.

f. Evaluasi Transaksi (Rappey). Contohnya, evaluasi yang menekankan pada hubungan kemanusiaan bagi mereka yang terlibat dalam proses evaluasi untuk membantu perubahan.

1. Model Appraisal

Model ini menekankan pada keputusan ahli (profesional). Keputusan ini dibuat oleh seorang ahli, tim ahli, atau tim pelaksana berbagai program, baik dari dalam maupun dari luar kelembagaan atau program. Gunanya adalah untuk mengevaluasi program berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, dan membuat kesimpulan serta rekomendasi. Model ini berguna terutama bila umpan balik dan interaksi dengan pelaksan program dapat membantu kegiatan evaluasi. Penggunaan model ini perlu dimulai dengan menidentifikasi tujuan appraisal dan tujuan program yang di evaluasi.

Proses appraisal sering digunakan dalam akreditasi, dalam reviu oleh instansi pemerintah terhadap pelayanan pendidikan kepada umum, dan dalam reviu menyeluruh tentang kegiatan bersama dalam perluasan pembelajaran kepada masyarakat. Appraisal is an act of judgement in which the judging implies both a criterion – a standart of some sort – and a partinent description of what’s being done. The criterion and the observation must deal with the same thing (Steele, S.M., 1977: 135)

Appraisal meliputi rangkaian kegiatan sebagai berikut:

2) Menyusun tujuan khusus appraisal

3) Menentukan siapa yang akan menjadi pelaku appraisal.

4) Menetapkan tujuan-tujuan kegiatan appraisal.

5) Memilih atau mengembangkan kriteria.

6) Mengidentifikasi unsur yang akan di evaluasi

7) Memahami implikasi asumsi-asumsi yang disusun tatkala unsur-unsur program dan kriteria sedang dipilih.

8) Menerapkan kriteria kedalam pernyataan-pernyataan yang rinci untuk diguanakan bagi kegiatan observasi.

9) Mengembangkan rencana berbagai kegiatan observasi sehingga data yang diperlukan dapat terkumpul melalui berbagai teknik.

10) Mengembangkan, memodifikasi, memilih, dan menggunakan berbagai teknik observasi.

11) Menetapkan frekwensi kegiatan observasi dan upaya meningkatkan validitas, reliabilitas, dan objektivitas.

12) Mencatat, menginterpretasi, dan menyingkatkan data hasil observasi.

13) Menetapkan norma-norma dan standar interpretasi di mana proses dan hasil observasi dapat dihubungkan dengan norma dan standar tersebut.

14) Membuat kesimpulan hasil appraisal.

Mutu appaisal terletak pada keahlian pelaku appraisal dan kualitas kriteria yang digunakan. Kriteria adalah pengertian tentang apa yang dilihat “baik” sehingga memberi ciri tentang program yang baik. Kriteria sebagai ungkapan nilai atau interpretasi tentang yang disebut baik. Karena nilai dapat berbeda sesuai dengan ruang dan waktu maka yang dianggap baik pada suatu waktu dan tempat lain yang kondisinya berbeda. Kriteria harus sesuai dengan filsafat pendidikan yang diikuti. Filsafat diperlukan untuk membuat postulat tentang nilai yang harus dicapai

Keberhasilan appraisal terletak pada jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut. (a) Kriteria tentan apa, (b) bagaimana mengartikan kriteria, (c) sejauh mana kriteria dapat digunakan, (d) siapa yang akan menggunakan kriteria, dan (e) bagaimana batas-batas kriteria yang akan digunakan.

Asumsi-asumsi amat penting dalam appraisal, baik asumsi tentang tujuan pendidikan maupun asumsi tentang hubungan jamak atau tunggal. Unsur kunci lainnya adalah observasi yang mencangkup penggambaran dan analisis tentang apa yang di observasi.

Aspek-aspek manajemen program yang dapat dikenai appraisal terbagi ke dadalam empat golongan, yaitu:

a. Berbagai rencana dan tujuan organisasi dan administrasi, serta tujuan-tujuan khusus pembelajaran.

b. Sember-sumber, baik sumber berupa fasilitas (mebeler, alat pendang dengar) maupun tenaga pelaksana.

c. Berbagai proses seperti proses administratif, supervisi, dan pembelajaran.

d. Pengaruh-pengaruh program bagi peserta didik, pelaksana, dan komunitas.

Kendati appraisal sering dianggap sebagai pemahaman pertama dan interaksi yang terdapat dalam wilayah yang dikunjungi, namun apraisal dapat dapat pula meliputi meliputi kegiatan riviu dan interpretasi data tentang suatu program.

Keunggulan model-model diatas adalah pertama, kegiatan evaluasi dilakukan berdasarkan patokan-patokan proses dasar tertentu dan teknik evaluasi yang digunakan. Kedua, pemahaman yang baik terhadap berbagai proses tersebut di atas akan mempercepat pelaksanaan kegiatan evaluasi, ketiga, pelibatan para pelaksana program secara tepat dalam proses evaluasi dapat dimanfaatkan untuk perbaikan atau tindak lanjut program.

Adapun kelemahan yang pelu diperhatikan dari berbagai model yang termasuk kategori ini adalah bahwa proses evaluasi harus disusun sedemikian rupa sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mudah dan pelaksana serta kegiatan program tidak terganggu (unobtrusive). Kelemahan lainnya adalah bahwa kemudahan itu harus dibuat berdasarkan kepentingan pelaksana program dan bukan menurut kepentingan evaluator.

2. Model Evaluasi CIPP

Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan. Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri.

Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan.

Model evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision oriented evaluation approach structured) untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para pengambil keputusan.

Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 huruf yang diuraikan sebagai berikut:

a. Contect evaluation to serve planning decision. Seorang evaluator harus cermat dan tajam memahami konteks evaluasi yang berkaitan dengan merencanakan keputusan, mengidentifikasi kebutuhan, dan merumuskan tujuan program. Kontek evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program.[4] Evaluasi konteks mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan lingkungan program atau kondisi obyektif yang akan dilaksanakan. Berisi tentang analisis kekuatan dan kelemahan obyek tertentu (Eko Putro Widoyoko: 2010). Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin (2009) menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.

b. Input Evaluation structuring decision. Segala sesuatu yang berpengaruh terhadap proses pelaksanaan evaluasi harus disiapkan dengan benar. Input evaluasi ini akan memberikan bantuan agar dapat menata keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari berbagai alternatif yang akan dilakukan, menentukan rencana yang matang, membuat strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan prosedur kerja dalam mencapainya. evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut Eko Putro Widoyoko, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: 1) Sumber daya manusia, 2) Sarana dan peralatan pendukung, 3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.

c. Process evaluation to serve implementing decision. Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan implementasi suatu program. Ada sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan evaluasi ini. Misalnya, apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di lapangan? Dalam proses pelaksanaan program adakah yang harus diperbaiki? Dengan demikian proses pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi, atau bahkan diperbaiki. Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki.

d. Product evaluation to serve recycling decision. Evaluasi hasil digunakan untuk menentukan keputusan apa yang akan dikerjakan berikutnya. Evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian/ keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkan/modifikasi, atau bahkan dihentikan.

Menurut Eko Putro Widoyoko, model evaluasi CIPP lebih komprehensif diantara model evaluasi lainnya, karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses, dan hasil. Selain kelebihan tersebut, di satu sisi model evaluasi ini juga memiliki keterbatasan, antara lain penerapan model ini dalam bidang program pembelajaran dikelas mempunyai tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi jika tidak adanya modifikasi.

Manfaat model ini untuk pengambilan keputusan (decision making) dan bukti pertanggung jawaban (accountability) suatu program kepada masyarakat. Tahapan evaluasi dalam model ini yakni penggambaran (delineating), perolehan atau temuan (obtaining), dan penyediakan (providing) bagi para pembuat keputusan.

Berikut kelebihan dan kekurangan model evaluasi CIPP :

a. Keunggulan model CIPP

CIPP memiliki pendekatan yang holistik dalam evaluasi, bertujuan memberikan gambaran yangsangat detail dan luas terhadap suatu proyek, mulai dari konteksnya hingga saat prosesimplementasi.

CIPP memiliki potensi untuk bergerak di wilayah evaluasiformative dan summative. Sehinggasama baiknya dalam membantu melakukan perbaikan selama program berjalan, maupunmemberikan informasi final.

b. Kelemahan model CIPP

Terlalu mementingkan bagaimana proses seharusnya daripada kenyataan di lapangan.

Kesannya terlalu top down dengan sifat manajerial dalam pendekatannya

Cenderung fokus pada rational management ketimbang mengakui kompleksitas realitas empiris.

3. Evaluasi Model Kirkpatrick

Kirkpatrick salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal dengan istilah Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model. Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut Kirkpatrick (1998) dalam Eko Putro Widoko (2010) mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 reaction, level 2 learning, level 3behavior, dan level 4 result.

a. Evaluasi reaksi (reaction evaluation)

Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan peserta. Program training dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training, sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta training akan termotivasi apabila proses training berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses training yang diikutinya mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti training.

Partner (2009) mengemukakan bahwa “the interest, attention and motivation of the participants are critical to the success of any training program, people learn better when they react positively to the learning environment”. Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan proses kegiatan training tidak terlepas dari minat, perhatian, dan motivasi peserta pelatihan dalam mengikuti jalannya kegiatan pembelajaran. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar.

Kepuasan peserta dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, waktu pelaksanaan pembelajaran, hingga gedung tempat pembelajaran dilaksanakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.

b. Evaluasi belajar (learning evaluating)

Ada tiga hal yang dapat diajarkan dalam prgram training, yaitu pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Peserta training dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas prgram training maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan atau keterampilan pada peserta training maka program dapat dikatakan gagal.

Penilaian learning evaluating ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Mengukur hasil belajar lebih sulit dan memakan waktu dibandingkan dengan mengukur reaksi. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif. Menurut Kirkpatrick (1998: 40), untuk menilai hasil belajar dapat dilakukan dengan kelompok pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan dan kelompok yang tidak ikut pelatihan diperbandingkan perkembangannya dalam periode waktu tertentu. Dapat juga dilakukan dengan membandingkan hasil pretest dengan posttest, tes tertulis maupun tes kinerja (performance test).

c. Evaluasi perilaku (behavior evaluation)

Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku peserta setelah selesai mengikuti pembelajaran. Sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dan kembali ke lingkungan mereka maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan.

Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku kelompok kontrol dengan perilaku peserta training, atau dengan membandingkan perilaku sebelum dan sesudah mengikuti training maupun dengan mengadakan survei atau interview dengan pelatih, atasan maupun bawahan peserta training setelah mereka kembali ketempat kerja.

d. Evaluasi hasil (result evaluation)

Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena siswa telah mengikuti suatu program pembelajaran. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pembelajaran diantaranya adalah peningkatan hasil belajar, peningkatan pengetahuan, dan peningkatan keterampilan (skills).

Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork (kerjasama tim) yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program (pengaruh program). Tidak semua pengaruh dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di bandingkan dengan evaluasi pada level-level sebelumnya. Evaluasi hasil akhir ini dapat dilakukan dengan membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok peserta pembelajaran, mengukur kemampuan siswa sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran apakah ada peningkatan atau tidak (Kirkpatrick, 1998: 61).

Dibandingkan dengan model evaluasi yang lain, model ini memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1) lebih komprehensif, karena mencakup had skill dan soft skill. 2) objek evaluasi tidak hanya hasil belajar semata tapi juga mencakup proses, output dan outcomes. 3) mudah untuk diterapkan. Selain kelebihan tersebut model ini juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain: 1) kurang memperhatikan input. 2) untuk mengukur impactsulit dilakukan karena selain sulit tolak ukurnya juga sudah di luar jangkauan guru maupun sekolah.

4. Model Evaluasi UCLA

Alkin (1969 dalam Tayibnapis, 1989:11) memberikan penjelasan bahwa evaluasi adalah suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan,dan menganalisa informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Menurut Alkin evaluasi adalah suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan menganalisa informasi sehingga dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Ada lima macam evaluasi :

a. Sistem assessment, yaitu memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem. Sistem assessment, yaitu memberikan informasi tentang keadaan atau posisi sistem. Contohnya dalam hal penerepan metode pembelajaran. Hasil evaluasi dengan menggunakan model ini antara lain dapat menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa.

b. Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan progam. Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program. Dalam program planning dapat dilakukan melalui evaluasi internal dan evaluasi eksternal. Evaluasi internal dilakukan dengan cara menilai ketepatan, kesesuaian dan kebermaknaan sub-sub program yang dirumuskan dalam kaitannya dengan tujuan program yang dinilai, baik dari segi konstruksi, kepraktisan dan biaya. Sedangkan evaluasi eksternal adalah evaluasi yang dilakukan sesudah suatu program diimplementasikan. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah Delphi Techniques atau teknik lain yag menggunakan pendekatan sistem analisis. Untuk contoh penerapan metode pembelajaran, metode pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa. Setelah terpilih, metode pembelajaran tersebut direalisasikan dalam proses pembelajaran.

c. Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah rogram sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu ng tepat seperti yang direncanakan? Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti direncanakan. Dalam contoh penerapan metode pembelajaran, model ini dimaksudkan untuk mengevaluasi, misalnya apakah metode yang digunakan telah sesuai dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa.

d. Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah dalam menuju pencapaian tujuan ada hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga? Dengan kata lain, evaluator mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul, mengumpulkan dan menganalisis data serta menyerahkan pada pengambil keputusan untuk melakukan perbaikan pelaksanaan program dengan segera. Dalam contoh penerepan metode pembelajaran, model ini dimaksudkan untuk menilai proses pembelajaran, apakah berjalan dengan baik dan sesuai dengan rencana, bagaimana penanggulangan masalah jika terjadi kendala selama terjadi proses pembelajaran.

e. Program certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program. Program certification, yang memberikan informasi tentang nilai atau guna program. Dalam contoh penerepan metode pembelajaran, model ini dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah metode yang diterapkan memberikan dampak positif pada siswa, yakni siswa semakin termotivasi untuk belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

5. Evaluasi Model Brinkerhoff

Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut:

a. Fixed vs Emergent Evaluation Design

Desain evaluasi fixed (tatap) harus derencanakan dan disusun secara sistematik-terstruktur sebelum program dilaksanakan. Meskipun demikian, desain fixed dapat juga disesuikan dengan kebutuhan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Desani evaluasi ini dikembangkan berdasarkan tujuan program, kemudian disusun pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Begitu juga dengan model analisis yang akan digunakan harus dibuat sebelum program dilaksanakan.

Kegiatan-kegiatan evaluasi yang dilakukan dalam desain fixed ini, antara lain menyusun pertanyaan-pertanyaan, menyusun dan menyiapkan instrumen, menganalisis hasil evaluasi, dan melaporkan hasil evaluasi secara formal kepada pihak-pihak yang bekepentingan. Untuk mengumpulkan data dalam desain ini dapat digunakan berbagai teknik, seperti tes, observasi, wawancara, kuesioner, dan skala penilaian.

b. Formative vs Summative Evaluation

Evaluasi formatif berfungsi untuk memperbaiki kurikulum dan pembelajaran, sedangkan evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum dan pembelajaran secara menyeluruh. Artinya, jika hasil kurikulum dan pembelajaran memang bermanfaat bagi semua pihak yang terkait (terutama peserta didik) maka kurikulum dan pembelajaran dapat dihentikan.

c. Desain eskprimental dan desain quasi eskprimental vs natural inquiry

Desain eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random sampling, memberikan perlakuan, dan mengukur dampak. Tujuannya adalah untuk menilai manfaat hasil percobaan program pembelajaran. Untuk itu, perlu dilakukan manipulasi terhadap lingkungan dan pemilihan strategi yang dianggap pantas. Jika prosesnya sudah terjadi, evaluator cukup melihat dokumen-dokumen sejarah atau menganalisis hasil tes. Jika prosesnya sedang terjadi, evaluator dapat melakukan pengamatan atau wawancara dengan orang-orang yang terlibat. Untuk itu, kriteria internal dan eksternal sangat diperlukan.

Selain berbagai model tersebut, Nana Sudjana dan Ibrahim (2004: 234) mengelompokkan model-model evaluasi pendidikan berdasarkan perkembangannya menjadi 4 kelompok yaitu:

d. Measurement Model

Model ini dipandang sebagai model tertua di dalam sejarah evaluasi dan telah banyak dikenal di dalam proses evaluasi pendidikan. Tokoh-tokoh evaluasi yang dipandang sebagai pengembang model ini adalah R. Thorndike dan R.L. Ebel.

Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan peranan kegiatan pengukuran di dalam melaksanakan proses evaluasi. Pengukuran dipandang sebagai suatu kegiatan yang ilmiah dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang persoalan termasuk ke dalamnya bidang pendidikan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa menurut model ini, evaluasi pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individual atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para siswa di sekolah.

Yang djadikan objek dari kegiatan evaluasi model ini adalah tingkah laku, terutama tingkah laku siswa. Aspek tingkah laku siswa yang dinilai di sini mencakup kemampuan hasil belajar, kemampuan pembawaan, minat, sikap, dan juga aspek-aspek kepribadian siswa. Dengan kata lain, objek evaluasi di sini mencakup baik aspek kognitif maupun dengan kegiatan evaluasi pendidikan di sekolah, model ini menitikberatkan pada pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada masing-masing bidang pelajaran dengan menggunakan tes.

e. Congruence Model

Model kedua ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang pertama. Tokoh-tokoh evaluasi yang merupakan pengembang model ini antara lain adalah Raph W. Tyler, John B. Carroll, dan Lee J. Cronbach.

Menurut model ini, evaluasi itu tidak lain adalah usaha untuk memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai. Berhubung tujuan-tujuan pendidikan menyangkut perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan pada diri anak didik, maka evaluasi yang dinginkan itu telah terjadi. Hasil evaluasi yang diperoleh berguna bagi kepentingan menyempurnakan sistem bimbingan siswa dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai.

Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku siswa. Secara lebih khusus, yang dinilai di sini adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan yang diperhatikan oleh siswa pada akhir kegiatan pendidikan. Tingkah laku hasil belajar ini tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan, melainkan juga mencakup aspek keterampilan dan sikap, sebagai hasil dari proses pendidikan.

f. Educational System Evaluation Model

Model ketiga yang ini merupakan reaksi terhadap kedua model terdahulu. Tokoh-tokoh evaluasi yang dipandang sebagai pengembang dari model yang ketiga ini antara lain adalah Daniel L. Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E. Stake dan Malcolm M. Provus.

Model ini bertitik tolak dari pandangan, bahwa keberhasilan dari suatu sistem pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Evaluasi menurut model ini dimaksudkan untuk membandingkan performance dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgement mengenai sistem yang dinilai tersebut.

g. Illuminative Model

Model yang keempat ini dikembangkan sebagai reaksi terhadap dua model evaluasi yang pertama, yaitu measurement dan congruence. Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan dalam bidang antropologi. Salah seorang tokoh yang paling menonjol dalam usahanya mengembangkan model ini adalah Malcolm Parlett.

Nama Illuminatif, oleh pengembangnya didasarkan atas alasan bahwa penggunaan berbagai cara evaluasi di dalam model ini bila dikombinasikan akan help illuminative problems, issues, and significant program features. Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan di bidang antropologi.[5] Salah satu tokoh yang paling menonjol dalam pengembangan model ini adalah Malcolm Parlett. Tujuan penilaian menurut model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang bersangkutan. Studi difokuskan pada permasalahan bagaimana implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh situasi sekolah, tempat sistem tersebut dikembangkan, keunggulan, kelemahan, serta pengaruhnya terhadap proses belajar siswa. Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi sebagaimana model sebelumnya.[6]

Tujuan evaluasi menurut model yang keempat ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang bersangkutan. Hasil evaluasi yang dilaporkan lebih bersifat deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan evaluasi, model yang keempat ini lebih banyak menekankan pada penggunaan Judgement.

Model ini juga memandang fungsi evaluasi sebagai bahan atau input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan sistem yang sedang dikembangkan.

6. Evaluasi Model Stake

Stake menekankan adanya dua dasarkegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan yaitu context, process dan outcomes. Stake menyatakan bahwa apabila menilai suatu program pendidikan, makaharus melakukan perbandingan yang relatif antara satu program dengan yang lainnya. Dalam model ini antencedent (masukan), transaction (proses) dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program (Farida Yusuf Tayibnapis, 2000:22).

Dalam model ini Stake menekankan peran evaluator dalam mengembangkan tujuan kurikulum menjadi tujuan khusus yang terukur. Model countenance terdiri atas dua matriks yaitu description (gambaran) dan judgement (pertimbangan). Matriks pertimbangan baru dapat dikerjakan oleh evaluator setelah matriks Deskripsi diselesaikan. Matriks Desktripsi terdiri atas kategori rencana (intent) dan observasi. Matriks Pertimbangan terdiri atas kategori standard dan pertimbangan.

Pada setiap kategori terdapat tiga fokus yaitu:

Antecedents yaitu sebuah kondisi yang ada sebelum instruksi yang mungkin berhubungan dengan hasil, contohnya: latar belakang guru, Kurikulum yang sesuai, Ketersediaan sumber daya. Transaction yaitu pertemuan dinamis yang merupakan proses instruksi (kegiatan, proses, dll), contohnya: interaksi guru dan siswa Outcomes yaitu efek dari pengalaman pembelajaran (pengamatan dan hasil tenaga kerja), contohnya performance guru, Peningkatan kinerja.

Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan yaitu context, process dan outcomes. Stake menyatakan bahwa apabila menilai suatu program pendidikan, maka harus melakukan perbandingan yang relatif antara satu program dengan yang lainnya. Dalam model ini antencedent (masukan), transaction (proses) dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program (Farida Yusuf Tayibnapis, 2000:22). Model Evaluasi Responsif dikembangkan pada tahun 1975 oleh Robert Stake. Evaluasi ini diberi nama evaluasi yang berpusat pada klien. Menurut Stake, Evaluasi disebut respon jika memenuhi tiga kriteria (1) Lebih berorientasi pada secara langsung kepada aktivitas program daripada tujuan program (2) Merespons kepada persyaratan kebutuhan informasi dari audiens; dan (3) Perspektif nilai-nilai yang berbeda dari orang-orang dilayani dilaporkan dalam kesuksesan dan kegagalan dari program. Ruang lingkup evaluasi menurut model ini berdasarkan pendapat tokohnya adalah sebagai berikut. (1). Stake membagi objek penilaian atas tiga kategori: antecendent, transactions, dan outcomes. (2). Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan atas empat dimensi, yaitu context, input, process, dan product (CIPP). (3). Scriven mencakup: sarana/bahan, proses, dan hasil yang dicapai. (4). Provus mencakup empat dimensi, yaitu design, operation program, interim products, dan terminal product. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup evaluasi dalam model ini adalah sebagai berikut. (a) Objek sekurang-kurangnya terdiri dari peralatan/sarana, proses, dan hasil yang dicapai. (b) Mencakup data objektif maupun data subjektif.

Kelebihan model Stake’s adalah :

Ø Dalam evaluasi memasukkan data tentang latar belakang program, proses dan hasil. Evaluator memegang kendali dalam evaluasi dan juga memutuskan cara yang paling tepat untuk hadir dan menggambarkan hasil

Ø Memiliki potensi besar untuk memperoleh wawaasan baru dan teori-teori tentang lapangan dan program yang akan di evaluasi.

Kelemahannya adalah :

Ø Pendekatan yang dilakukan terlalu subjektif.

Ø Terjadinya kemungkinan dalam meminimalkan pentingnya instrument pengumpulan data dan evaluasi kuantitatif.

Ø Kemungkinan biaya yang terlalu besar.

7. Model Evaluasi Orientasi Goal-Attainment

Tyler (1950) mengemukakan pendapat bahwa pengertian evaluasi perlu ditekankan pada pemerolehan gambaran mengenai efektivitas sistem pendidikan yang mempengaruhi pecapaian tujuan pendidikan atau pembelajaran. Untuk itu, maka evaluasi diarahkan untuk memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan itu telah terjadi pada peserta didik. Evaluasi harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus menerus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai secara berkelanjutan. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar tidak hanya terbatas pada segi pengetahuan (kognitif) saja, melainkan juga mencakup dimensi keterampilan dan nilai atau sikap.

Model evaluasi berbasis tujuan ini telah di kembangkan dan di gunakan selama 80 (delapan puluh) tahun pada akhir 1930, dimana dalam proses tersebut Tyler memahami evaluasi sebagai proses menentukan seberapa besar tujuan sebuah program dapat di capai.

Tyler mengembangkan langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan sebuah evaluasi. Langkah-langkah tersebut meliputi:

a. Menentukan tujuan seluas-luasnya atau sasaran-sasaran.

b. Mengklasifikasikan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran.

c. Menegaskan sasaran dalam bentuk perilaku.

d. Menemukan situasi-situasi dalam pencapaian tujuan yang dapat dilihat.

e. Mengembangkan atau memilih teknik pengukuran.

f. Mengumpulkan hasil data.

g. Membandingkan hasil data dengan perilaku berdasarkan tujuan.

Kelebihan Dan Kekurangan Model Evaluasi Goal Attainment

Kelebihan

· Model evaluasi goal-attainment merupakan model evaluasi yang sederhana. Perkenaan evaluasi hanya pada aspek hasil saja membuat evaluasi lebih mudah dipahami, diikuti, dan diimplementasikan. Model evaluasi ini sudah di simulasikan selama bertahun-tahun sehingga menghasilkan tindakan dan instrument yang sudah di perhalus. Literature evaluasi berorientasi tujuanbanyak, serta di isi dengan ide yang kreatif untuk mengaplikasikan pendekatan ini.

Kekurangan

· Mengabaikan aspek perencanaan dan proses pada proses pembelajaran.

· Banyak kekurangan standar penilaian yang penting untuk diobservasi.

· Ketidaksesuaian antara tingkat tujuan dan pelaksanaannya.

· Pengabaian nilai tujuan pendekatan evaluasi itu sendiri.

· Mengabaikan alternative-alternatif penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan program.

· Melalaikan konteks yang memiliki wewenang evaluasi.

· Mengabaikan hasil penting lainnya yang ditutupi oleh tujuan (hasil yang sengaja didapatkan dari kegiatan).

· Mengabaikan fakta-fakta dari nilai program yang tidak dapat digambarkan dengan tujuan itu sendiri.

8. Model Orientasi Goal-Free

Goal-free adalah model evaluasi yang berorientasi kepada seluruh hasil program. Tidak semua hasil program berkaitan dengan tujuan yang diharapkan bahkan mungkin termasuk tujuan yang tidak diharapkan, karena itu goal-free mengevaluasi hasil yang diharapkan dan tidak diharapkan. Bahkan lebih jauh lagi tujuan program yang dinyatakan secara eksplisit pun perlu dievaluasi. Mungkin saja manfaat program yang dilaksanakan itu rendah disebabkan oleh tujuan programnya memang rendah.

Evaluasi dengan model goal-free, terfokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari program yang diimplementasikan. Model goal-free berfokus pada hasil yang sebenarnya dari suatu program atau kegiatan, bukan hanya tujuan-tujuan yang teridentifikasi. Model evaluasi orientasi goal-free menggunakan metode yang berusaha mengumpulkan data dalam rangka untuk nenbentuk deskripsi program, mengidentifikasi proses akurat, dan menentukan pentingnya program (Boulmetis & Dutwin, 2005).

Fubgsi evaluasi goal-free adalah untuk mengurangi bias dan menambah objektifitas. Dalam evaluasi yang berorientasi pada tujuan, seorang evaluator secara subjektif persepsinya akan membatasi sesuai dengan tujuan. Padahal tujuan umumnya hanya formalitas dan jarang menunjukkan tujuan sebenarnya dari suatu program. Sedangkan evaluasi goal-free, berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang di rencanakan. Dalam evaluasi goal-free ini,memungkinkan evaluator untuk menambah temuan hasil atau dampak yang tidak direncanakan.

Kelebihan dan Kekurangan Model Evaluasi Goal-Free

Kelebihan

· Evaluator tidak perlu memperhatikan secara rinci setiap komponen, tetapi hanya menekankan pada bagaimana mengurangi prasangka (bias).

· Model ini menganggap bahwa pengguna sebagai audiens utama.

· Model ini mengukur kesan yang di dapat dari sesuatuprogram di bandingkan dengan kebutuhan pengguna dan tidak membandingkannya dengan pihak penganjur.

· Mendorong pertimbangan setiap kemungkinan pengaruh tidak saja yang direncanakan, tetapi juga dapat diperhatikan sampingan lain yang munculdari produk.

Kekurangan

· Tidak terlalu berhasil dalam menggambarkan bagaimana evaluasi sebaiknya benar-benar dilaksanakan.

· Tidak merekomendasikan bagaimana menghasilkan penilaian kebutuhan walau pada akhirnya mengarah padapenilaian kebutuhan.

· Diperlukan evaluator yang benar-benar berkompeten untuk dapat melakukan evaluasi model goal-free.

B. Metode Evaluasi Program Pendidikan

1. Metode Evaluasi Program Pendidikan

Metode Evaluasi Program adalah suatu model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya (Taypnapis, 2008 : 13). Menurut Campbell(1963), Anderson dan Ball(1978),Knok (1980), Babbie (1986), Fowles (1984), Mc Taggart(1993), dan Cresswell (1994), metode-metode evaluasi program adalah : (1) Metode Historis dan Eksperimen, (2) Metode Survei, (3) Metode Kasus, (4) Metode Korelasional, (5) Metode Kausal Komparatif, (6) Metode Tindakan, (7) Metode Kesaksian(pengamatan) informal, (8) Metode Asesmen Ketenagaan, (9) Metode Keputusan Ahli Secara Sistematis. Dalam makalah ini penulis membatasi dengan beberapa meode yang umum antar lain: Pertama, Metode eksperimen adalah evaluasi secara sistematis dengan memanipulasi berbagai variable dalam penelitian eksperimen, kemudian mengamati gejala-gejala yang timbul dalam situasi terkontrol, yaitu membandingkan kelas kendali dengan kelas kontrol sebagai perbandingan yang seimbang. Kedua, Metode korelasional, yaitu digunakan dalam evaluasi program yang mengakaji hubungan antara satu variabel dengan korelasi varibel lain yang terkait dalam suatu program. Ketiga, Metode keputusan para ahli, peranan evaluator dalam menyajikan data sebagai masukan bagi pengambilan keputusan atau expert judgement sehingga tulisan dan catatan risert evaluator sebagai rujukan dalam mengambil kebijakan. Keempat, Metode evaluasi program menggunakan pendekatan studi kasus sebagai kajian analisis deskriptis secara mendalam tentang suatu program baik secara kelembagaan atau perorangan. Kajian ini berkaitan dengan situasi lingkungan internal dan eksternal organisasi dan prilaku organisasi yang meliputi kasus tertentu dengan segala hal yang bermakna, dianalisis secara cermat tentang interaksi hubungan antar faktor dalam program pendidikan. Adapun karakteristik studi kasus adalah: a) mendiskripsikan subyek penelitian(individu,kelompok atau lembaga) dalam keseluruhan fenomena perilakunya, b) Mencermati kasus secara mendalam, c) berkaitan dengan upaya pemecahan masalah, Dalam hal ini Stephen Isaac (1986,dalam Fernandes 1984) mengatakan bahwa metode analisis evaluasi dan model evaluasi diberi nama sesuai dengan fokus atau penekanannya. Yaitu: (1)Berorientasi pada tujuan program, (2)Berorientasi pada keputusan-decision oriented (3)Berorientasi pada kegiatan dan orang-orang yang menanganinya-transactional oriented. (4) Berorientasi pada pengaruh dan dampak program-research oriented.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Model evaluasi adalah model desain yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya. Model evaluasi adalah suatu model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya (Taypnapis, 1989 : 10). Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatnya. Contoh model evaluasi antara lain CPP, UCLA, Brinkerhoff dan Stake.

Ketepatan pengambilan keputusan dan merancang perencanaan tentu akan memperngaruhi dilanjtkan atau tidaknya proses pendidikan. Jadi atau menjadikan output pendidikan yang bermutu dan berkualitas, Sehingga ketercapaian tujuan pendidikan menempuh pada hasil yang maksimal.

B. Saran

Berdasakan kepentingannya diadakan evaluasi dalam program pendidikan luar sekolah, maka hal yang perlu diperhatikan ialah ketepatan pengambilan keputusan. Untuk itu, dalam proses pelaksanaan evalusi program ini diperlukan ketelitian dalam pengambilan metode evaluasi, yang berdasarkan pada model evaluasi yang berdasarkan keputusan, konteks, masukan, produk serta unsure program. Meskipun pada dasarnya segala macam metode-metode dalam evaluasi bisa digunakan dalam program pendidikan. Sebagai seorang evaluator yang profesional hendaknya kita memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas tentang apa yang dimaksud dengan evaluasi dan apa saja jenis dari model-model evaluasi. Sehingga kita dapat melaksanakan evaluasi dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Ninda Farninda. 2011. Evaluasi Pendidikan Luar Sekolah.(Online)

Eko Putro Widoyoko. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Farida Yusuf Tayibnapis. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: PT Rineka Cipta

Hamid Hasan. 2009. Evaluasi Kurikulum. cetakan kedua. Bandung: Remaja Rosdakarya

Kirkpatrick, D. L. 1998. Evaluating Training Programs: The Four Levels. San Francisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc.

Kirkpatrick, D. L. 2009. Kirkpatrick’s Training Evaluation Model.

Partner, C. 2009. Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus.

Prasetyo, Habib. 2013. Kuliah Evaluasi Program PLS. (Online) http://kuliahevaluasiprogrampls.blogspot.com/2013/10/pertemuan-ke-7-materi-model-evaluasi.html diakses pada 5 September 2017

Silvia, Yudistia Dewi. 2013. Evaluasi Program. (Online)

Stake, R.E. 1975. Evaluating the Arts in Education : A Responsive Approch. Columbus, Ohio : Charles E. Merril.

Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin. 2009. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, cetakan ketiga. Jakarta: Bumi Aksara

Tayibnapis, Farida Yusuf. 1989. Evaluasi Program. Jakarta: PT Rineka Cipta

Stake, R.E. 1975. Evaluating the Arts in Education : A Responsive Approch. Columbus, Ohio : Charles E. Merril.

Sudjana, Djudju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Zaenal Arifin. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, dan Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya

Diambil dari http://mohamadfauzisetiawan.blogspot.co.id/2014/12/model-evaluasi-terhadap-jenis-dan-tipe.html

Diambil dari http://www.mediafunia.com/2013/01/evaluasi-context-input-process-product. html (belajar mandiri) diakses pada tanggal 24 februari 2017

Diambil dari http://www.kompasiana.com/muhaiminmoh/model-evaluasi-cipp-context-input-process-product_552ab300f17e611530d62496 (belajar mandiri) diakses pada tanggal 24 februari 2017

[1] H. Shodiq Abdullah, Evaluasi Program Pembelajaran: Konsep Dasar, Teori dan Aplikasi, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), hlm. 135

[2] Suharsimi Arikunto & Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoritis praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, (Jakaarta: Bumi Aksara,2014), h. 3

[3] Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008) hlm. 1-5.

[4] Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2008) hlm. 14

[5] David M. Fetterman (Ed.), Qualitative Approaches to Evaluation in Education: The Silent Scientific Revolution (London: Praeger, 1988).

[6] Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001), hal. 250-260,

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post