Nur Syamsiah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Ikhlas, Tanpa Pamrih

Ikhlas, Tanpa Pamrih

Neneng bergegas masuk ke dalam bus yang hendak membawanya ke tempat kerja. Jam di HP nya menunjukkan pukul 06.41. “Alhamdulillah, semoga tidak terlambat,” katanya dalam hati. Neneng mengambil tempat duduk di belakang seperti kebiasaannya. Karena dengan seperti itu dia bisa mengamati penumpang yang ada di depannya. Macam-macam profesi mereka. Ada pedagang pasar, ada pegawai kantoran, ada karyawan pabrik, ada juga pencari ikan.

Neneng suka melihat pakaian mereka. Ada yang super necis, ada yang sangat serasi mulai dari bawah hingga atas, ada pula yang sangat bersahaja seperti penjual di pasar dan pencari ikan.

Biasanya di pagi hari bus akan segera penuh karena memang waktunya para pekerja berangkat ke tempat mereka untuk memulai aktivitasnya. Namun hari itu, seingat Neneng hari Kamis, saat penumpang baru 4 orang, tiba- tiba ada sekawanan pencopet masuk. Mereka berjumlah 3 orang. Neneng mengenali mereka karena pernah diberi tahu oleh penumpang lain.

Hati Neneng berdebar. Ketiga pencopet itu duduk di sebelahnya ( mereka juga suka duduk di belakang). Neneng tak mau ambil risiko. Dia segera maju mencari tempat duduk di belakang sopir yang kebetulan masih kosong. Neneng hadapkan wajahnya ke depan. Nampak oleh Neneng, sang sopir mengamati ketiga pencopet itu lewat kaca spion. Tiba-tiba, tanpa menunggu banyak penumpang yang naik (tetap 4 orang tanpa copet), sopir memacu busnya. Semestinya bus berisi sekitar 16 penumpang. Neneng berkeyakinan, sopir pasti tahu jika busnya dimasuki kawanan pencopet yang akan membahayakan penumpangnya.

Sepanjang perjalanan, bus yang Neneng tumpangi itu banyak dihentikan oleh penumpang yang juga hendak naik. Namun sopir tak menghentikan laju kendaraannya. Dia terus tancap gas sambil sesekali mengamati ketiga pencopet di belakang.

“Kiri Pak,” tiba-tiba salah seorang pencopet itu minta turun. Sopirpun menghentikan kendaraannya. Bergegas ketiga pencopet itupun turun.

“Rasakno, emang enak. Ora entuk apa-apa to?” kata sopir dalam bahasa Jawa.

Alhamdulillah, Neneng lega karena perjalanannya kini aman.

“Terimakasih pak Sopir, hatimu sungguh mulia,” kata Neneng dalam hati. Neneng yakin apa yang dilakukan sopir ikhlas membantu sesama dengan kemampuannya. Dia tidak berfikir kerugiannya di pagi itu. Dia tidak berfikir minta dibalas oleh 4 penumpang yang ada.

“Semoga amalmu dibalas oleh Allah Ta’ala,” doa Neneng akhirnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Salam juga Pak, dari Semarang.

28 Jun
Balas

Allah SWT pasti membalas semua kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas. Semoga rezeqy pak sopir akan diganti Allah dengan rezeqy yang lain. Aamiin ya robbal alaamiin. Salam literasi dari Medan...bunda. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah.

28 Jun
Balas

Salam Bapak, aamiin.

28 Jun

Pendek tapi jelas klimaksnya. Salam dari Purwokerto Bu.

28 Jun
Balas

inspiratif.......................

28 Jun
Balas

Terimakasih Bapak.

28 Jun

inspiratif.......................

28 Jun
Balas



search

New Post