Maksud Hati Ku Cari Daging, Apa Daya Ku Dapat Laos
Maksud Hati Ku Cari Daging, Apa Daya Ku Dapat Laos
Antrean panjang mengular menghiasi pemandangan sebuah warung pinggiran. Warung yang menjadi favorit para mahasiswa pemburu ilmu itu tak pernah sepi dari pelanggan. Murah, enak itu yang menjadi alasan. Ditambah lagi dengan fasilitas prasmanan. Klop sudah.
Seperti saat itu, Udin sebagai mahasiswa semester tujuh ikut mengantre untuk mengisi perutnya yang sedari tadi keroncongan. Satu satu antrean bergeser maju. Udin sempatkan untuk melongok menu yang disajikan hari itu. 'Siip, garang asem. Segeer...', gumamnya demi melihat menu yang ada.
Garang asem baginya identik dengan daging. Harapan untuk masih bisa mendapatkan daging itu membuatnya semangat untuk 'mengublek' isi panci. "Hap, aku dapat. Alhamdulillah masih kebagian," soraknya gembira.
Udin mencari tempat duduk untuk melahap makanannya. Tengok kanan tengok kiri, akhirnya dia dapatkan tempat duduk kosong di pojok ruang. "Tidak masalah", katanya dalam hati. Bismillah, dia mulai menyantap makanannya. Satu sendok penuh dia awali karena laparnya. "Krek, auw, masya Allah apa ini?" begitu pertanyaannya saat dia merasakan sesuatu yang aneh dalam gigitannya.
Spontan dia muntahkan apa yang sudah ada dalam mulutnya. Ya Allah ternyata laos yang dia dapatkan. Udin menggerutu, "Haduuh sial aku."
Karena perut yang sudah tidak dapat diajak kompromi Udin tetap melanjutkan santap siangnya. Dia ambil tempe sebagai ganti lauknya.
Hatinya masih mendongkol. " Hei Din, buat apa kau jengkel. Kau menggerutupun tak akan pernah laos itu berubah menjadi daging" ,tiba-tiba bisikan suara itu muncul dari benaknya.
" Ya, buat apa aku mengumpat, buat apa aku menggerutu toh semua sudah ditakdirkan oleh Mu", Udin menyadari kesalahannya."Ya Allah maafkan aku yang selalu tidak mensyukuri nikmat Mu. Seharusnya aku berterima kasih atas semua karunia Mu. Kurang apa aku ini? Sekolah aku gratisan, kuliahpun tidak berbeda."
"Ya Allah harusnya aku ingat firman Mu "La in syakartum la aziidan nakum, wa la in kafartum inna 'adzabii la syadiid." Betapa banyak di belahan bumi sana, saudara-saudaraku yang mengais-ngais demi sesuap nasi."
"Tak akan bisa aku hitung betapa banyaknya nikmat Mu, "wa in ta'uddu ni'matallahi la tuhshuha."
Udin akhirnya menyadari semuanya.
Semarang, 6 Mei 2017
Kisah seperti yang disampaikan oleh teman penulis.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
nulis bagus banget kayak gini caranya gimana ya? Inspiratif dan luar biasa. Mau dong diajarin caranya.
Yes, keep on writing.
Syukron katsiron
Hayah Pak Leck sukanya menyanjuuung. Kapan tulisanku dibilang jelek. Itu tulisan saya kerjakan saat kejebak maceeet, panjaaang kemarin.
Subhanalloh..keren Mba..cara pemilihan diksi nya inspiratif sekali bagi aku yang baru belajar nulis. Selamat ya Mba. Keep on writing.
He,,,,,pengalaman luarbiasa ,,,,greatlah,,,,