Nur Syamsiah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Oleh-Oleh Seminar Nasional Jurnalistik

Oleh-oleh Seminar Nasional Jurnalistik

Sabtu, tanggal 23 September 2017 lalu aku menghadiri acara seminar yang salah satu pembicaranya, tidak tanggung-tanggung. Dia adalah seorang novelis kondang, Darwis ’Tere Liye.’ Acara yang diselenggarakan oleh Fakultas psikologi UNDIP itu mengusung tema, ‘Goreskan Pena, Taklukkan Dunia.’

Pesertanya sudah bisa ditebak, rata-rata mahasiswa yang usianya sekitar dua puluhan. Akulah satu-satunya peserta yang usianya sudah berkepala empat. Berbaur dengan mahasiswa mengingatkanku kembali kepada masa-masa mahasiswa dulu.

Acara yang diagendakan dimulai jam delapan betul-betul ditepati. Padahal biasanya dalam beberapa acara jika dijadwalkan mulai pukul delapan, maka paling cepat akan dimulai pukul delapan tiga puluh menit. Maka dalam hal ini aku acungi jempol kepada panitia karena mampu melaksanakannya tepat waktu.

Ada dua pembicara disana, pertama Azhar Nurun Ala. Dia adalah seorang penulis novel muda berbakat yang sudah menulis sekitar delapan novel, salah satu di antaranya adalah ‘seribu Wajah Ayah.’ Aku berhasil mendapatkan novel ini hasil barter dengan bukuku berjudul ’Ketika Penghafal Alquran Terlahir dari Seorang Wanita Karir.’

Pada kesempatan ini dia menyampaikan beberapa hal tentang kiat-kiat agar bisa bertahan sebagai penulis, di antaranya:

Pertama, menulis sebagai terapi.

Kedua, menulis mengabadikan kebaikan.

Ketiga, (ini sebenarnya efek) menulis untuk segenggam berlian.

Pembicara kedua adalah novelis kondang yang sudah tidak asing lagi,dialah Darwis Tere Liye. Berbeda dengan Azhar yang berpenampilan resmi mengenakan kemeja serta bersepatu, Tere Liye memilih mengenakan T-shirt, jeans dan bersandal japit.

Dalam menyampaikan materipun dia memilih turun dari podium dan mendekati peserta. Katanya agar lebih akrab. Solusi-solusi segar tentang kepenulisan yang hampir dirasakan oleh orang yang memaklumi diri untuk tidak menulis, dia sampaikan dengan bahasa yang santai tapi mengena.

Beberapa hal yang sering dikeluhkan oleh para penulis, yang dia sebut solusi ini sebagai penumbuhan rasa menulis, antara lain:

Pertama, tentang bagaimana memulai menulis. Solusinya adalah selalu menumbuhkan motivasi dan tulislah apa yang ada dalam pikiran.

Misal kita bingung mau menulis apa,. Maka tulislah sebagai berikut:

‘Aku bingung mau menulis apa.’

‘Susah sekali menulis.’

‘Bagaimana ini?’

‘Enam bulan yang lalu aku dikejutkan oleh bla…bla … bla ….’

Setelah dibaca ulang ternyata kalimat pertama, kedua dan ketiga tidak penting, maka hapuslah. Mulailah dengan kalimat keempat.

Dia memberikan resep, tulislah setiap hari sesuatu yang sudah direncanakan, walau satu paragraf, satu kalimat, satu kata. Bahkan dengan berkelakar dia bilang walau satu huruf.

Kedua tentang kebuntuan ide. Sebagaimana orang yang sudah memahami, maka ide menulis datang dari mana saja. Maka penulis yang sudah terasah tidak pernah kehabisan idenya.

Ketiga, tentang bagaimana membuat tulisan yang baik atau bagus. Untuk menjawab pertanyaan ini dia mengatakan bahwa tulisan yang baik adalah tulisan yang selalu datang dari sudut pandang yang berbeda. Dia juga bilang bahwa untuk bisa melakukannya bisa dilatih, namun tidak bisa diajarkan.

Suatu contoh seseorang disodori dengan sebuah kata ‘hitam’. Apa yang akan kita tulis dengan kata hitam tersebut. Sebagian mungkin hanya akan mengatakan bahwa hitam adalah salah satu warna dari beberapa warna. Sebagian yang memiliki sudut pandang berbeda, dia akan mengatakan, ‘Hitam. Dia selalu datang terlambat, kemanapun. Pergi ke sekolah, terlambat. Pergi ke masjid terlambat. Mendatangi acara rapat, terlambat. Karena alasan itulah akhirnya merah, jingga, kuning, biru, nila dan ungu meninggalkannya. Maka sekarang kita saksikan tidak ada hitam diantara warna pelangi.’

Keempat, tentang bagaimana membuat ending yang menarik. Jawaban untuk pertanyaan ini terserah kepeda penulisnya. Mungkin pembaca protes saat membaca sebuah novel yang masih menggantung yang ternyata penulisnya menuliskan kata ‘TAMAT.’ Sementara pembaca merasa itu belum selesai. Dia katakan biarlah mereka bertanya, jawabannya akan dilanjutkan pada tulisan berikutnya.

‘Siapa yang menyangka bahwa buku berjudul ‘Hafalan Sholat Delisa’ sebenarnya belum selesai’, katanya.

Pada akhir kegiatan dia berpesan ‘tulislah apa yang harus orang baca, jangan tulis apa yang orang ingin baca’.

Oh ya tulisan ini aku akhiri dengan perasaan senangku karena bukuku di tandatanganinya. Sementara sebenarnya pada acara tersebut yang ada adalah penandatanganan buku-buku karyanya semacam ‘Hujan’, ‘Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin’ dan lain sebagainya yang dibawa oleh peserta, penggemarnya.

Terimakasih Tere Liye, sebagai penulis pemula semoga aku bisa melaksanakan kiat-kiat yang telah diberikan.

Semarang, 5 Muharram 1439 H

25 September 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

tulisan yang renyah dan bergizi. terima kasih sudah berbagi. kereeen

26 Sep
Balas

Thanks Pak Leck,. Sama2 Bu Dian.

26 Sep
Balas

alhamdulillah dapat tips menulis... terima kasih bocoran tipsnya... #salam kenal

26 Sep
Balas



search

New Post