Nursyamsiyah

Semangat. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Dibalik Sebuah Luka
@nursyamsiyah

Dibalik Sebuah Luka

Bruk...

Suara ketika aku sedang menutup pintu dalam keadaan marah, buruk sekali memang tabiatku ini. Kalau saja pintu itu tidak terbuat dari kayu yang kokoh pasti sudah ambruk beserta rumahnya, saking kuatnya aku membanting pintu.

Luka di hati yang kian hari semakin membengkak, dengan hati yang penuh luka, pikiran yang kacau balau dan mental yang seakan pelan-pelan membunuh jiwa ini. Meski begitu, tetap aku masih bisa berdiri tegak, menampakkan senyum manisku, menjalani hari sebagaimana semestinya. Tidak terlihat kalau aku sedang tidak baik-baik saja.

Luka itu terjadi ketika aku melahirkan anak pertamaku. Sama sekali tidak ada maksud untuk menyalahkan sosok bayi mungil itu, tapi memang kejadian nya setelah lahirnya dia. Bukan salah bayi, hanya saja ibu mertua dan suamiku yang tidak pandai bersyukur atas apa yang telah aku korbankan semuanya. Semenjak itu, aku tidak pernah ada benarnya, dimata mereka aku sama sekali tidak ada harga dirinya. Bagaimana tidak? Setiap apa yang aku lakukan selalu salah, setiap apa yang aku kerjakan selalu salah. IYA wahai ibu mertuaku yang maha benar.

Aku ingin sekali memberikan ASI. Aku juga ingin seperti ibu ibu pada umumnya, yang menyusui buah hatinya sendiri. Tapi aku? Tidak. Ibu mertuaku melarang untuk memberikan ASI Eksklusif alasannya karena aku sering sakit-sakitan katanya, suka makan pedas, suka minum air dingin, tidak bisa menjaga pola makan. Takutnya anaknya nanti seperti ibunya, sering sakit-sakitan. Wahai ibu mertuaku, itu sama sekali tidak mempengaruhi kualitas ASI. Loh aku saja yang masih muda tahu bagaimana kualitas ASI, bagaimana hebatnya nutrisi ASI. ASI itu diciptakan bukan dari tangan manusia, jadi ibu mertuaku ini masih meragukan akan kualitasnya. Haha... Padahal di susu formula pun sangat jelas, disana ditulis kalau "ASI ADALAH YANG TERBAIK" . Oh iyaa. Aku lupa, kan ibu mertuaku tidak bisa baca, jadi bagaimana dia tahu kalau ASI adalah yang terbaik. Huh... Akhirnya anakku tetap pakai susu formula, mau tidak mau, suka tidak suka. Aku sudah tidak mau banyak bicara, apapun yang dia katakan aku selalu mengangguk seraya jawab iya walaupun dalam hati ingin sekali rasanya melawan. Dan suamiku juga, dia sama sekali tidak keberatan, dia selalu berpihak pada ibunya, karena baginya ibunya adalah orang yang sudah berpengalaman seakan-akan lebih tau mana yang baik atau tidaknya. Ah.. apalah dayaku hanya seorang istri yang perkataan dan nasehatnya yang tidak didengar. Ah.. apalah dayaku hanya seorang menantu yang perkataan dan pendapatnya tidak dihiraukan.

Hari terus berjalan, keadaan pun tak kunjung membaik juga. Sungguh,kalau boleh aku ingin menyerah saja. Apa gunanya aku bertahan?

Setelah melahirkan rasanya aku sudah sangat lelah, ditambah tidak ada dukungan dari orang-orang yang berada di rumah. Semakin hari rasanya luka batin ini terus membesar. Aku takut, kalau apa yang aku alami ini akan berdampak buruk bagi aku maupun anakku kedepannya. Padahal, ini kali pertamaku mempunyai seorang anak, aku masih berada di tahap belajar mengurus anak, tapi mertua dan suamiku selalu menuntutku harus serba bisa. Bagaimana orang bisa tanpa proses belajar? Aku tidak tahan lagi sungguh.

Setelah sekian lama aku memendam luka ini. Hari-hariku terasa hampa, aku merasa hidupku tanpa warna, senyum manisku tidak terlihat lagi, aku menjadi sering sekali marah, emosian, melontarkan kata-kata yang tidak semestinya diucapkan. Ini karena mereka, mereka yang tidak bisa menghargai capeknya aku dalam mengurus rumah, mengurus anak, mengurus suami. Sudah capek, tidak dihargai, kurang tidur, kurang kasih sayang, kurang perhatian, masih aja kurang dimata mertua. Kalau aku sudah benar-benar berada dipuncaknya tidak kuat lagi, aku akan kabur!

Tapi, aku tidak senekat itu. Aku memikirkan bagaimana jika aku kabur, nanti anakku akan terlantar. Dia pasti akan sangat kelaparan karena tidak ada yang membelikannya susu karena aku yang tidak bekerja, dan dia juga akan kehilangan sosok seorang ayah. Akhirnya aku menurunkan egoku, biarlah aku yang mengalah. Sekarang, aku harus mencari jalan keluarnya, agar luka dihati ini tidak semakin parah. Akupun pelan-pelan mulai menerima keadaan ini, saat mertua memarahi, menceramahi, dan menyalahkan ku aku hanya mendengarkan dan menganggukkan kepala tanpa memasukan kedalam hati, masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Pelan-pelan juga aku bicara pada suami dan diapun bisa mengerti. Semoga setelah ini mertua dan suamiku berubah, menjadi lebih menghargai diriku, menerima kehadiranku.

Dibalik sebuah luka ini, aku begitu banyak belajar. Dan akupun bersyukur. Untuk apapun yang terjadi kemarin dan hari ini, aku melapangkan hatiku untuk menerimanya. Jika esok hari keadaannya tak kunjung membaik, aku meminta tolong cukupkan diri ini untuk tidak menyalahkan siapapun. Aku percaya bahwa segala hal yang terjadi berkat campur tangan-Mu. Dan untuk bahagia yang masih diselimuti tanda tanya, aku percaya ada sesuatu yang lebih besar dan lebih baik telah Tuhan persiapkan.

Dear para suami.

Emosinya wanita jangan dibuat main-main. Lelahnya wanita jangan dibuat main-main. Hindarilah orang yang kamu cintai untuk menjadi korban berikutnya. Jangan mainin emosi wanita. Terlalu banyak kasus yang beruntun menimpa wanita. Kasus ibu selesai oleh anak, kasus ibu membuang bayi, kasus bunuh diri. Depresi itu nyata, rasa sakit ini melibatkan emosi internal yang tidak diketahui oleh siapapun, selain mereka yang mengalaminya. Terkadang seorang istri terlihat normal, bahagia seperti tidak ada masalah, tapi kita tidak pernah tahu bagaimana isi hatinya. Patutnya suami harus rajin bertanya. Konsep bertanya sangat dianjurkan dalam rumah tangga. Tanya istri udah makan apa belum?, Tanya istri bagaimana sikap anak-anak hari ini?, Tanya istri ada pekerjaan rumah yang belum selesai gak?. Beberapa suami mungkin tidak perlu bertanya. Hanya perlu melihat reaksi si istri maka kamu akan tahu apa yang sedang dia rasakan. Tolong jangan pura-pura tahu selagi anda tahu, jangan anggap remeh.

Suami, jangan biarkan istri sendiri dalam segala hal. Ketika istri sering menangis bantulah dia dengan cara berdzikir dan berdoa di setiap sujudmu. Peluk dia sampai dia mau menceritakan masalahnya, lalu diam dan dengarkan semua ungkapan hatinya. Beri dia kata-kata agar dia tetap semangat. Wanita yang stres hanya membutuhkan 1 orang untuk mengungkapkan perasaannya, untuk melepaskan apa yang ada dihatinya. Jika nafasnya terasa sesak, marahnya membesar, otak dan pikirannya berantakan maka itu akan berdampak bahaya. Satu lagi, jangan biarkan orang-orang mengkritik kelemahan istrimu. Meski itu mertua, ipar, tetangga, bahkan saudaramu atau orang tuamu sekalipun. Tolong bicara mewakilinya, bela dan tunjukkan tanggung jawabmu padanya.

Wahai suami,

Jangan marahi istrimu, jangan sakiti istrimu dan jangan sakiti hatinya. Jika dia salah, tegur dengan baik. Jika dia sibuk mengurus anak, bantulah mengurus rumah. Jika bukan dirimu lalu siapa lagi?

Mari lebih memperhatikan psikis para istri .

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post