Lima Zulhijjah, tepat lima hari sebelum pelaksanaan wukuf di Arafah. Katering Indonesia yang biasanya menyediakan makanan jamaah haji sedang berpusat di Mina. Mereka menyiapkan makanan jamaah haji selama di Mina dan Arafah saat puncak haji nanti.

Dampaknya, jamaah haji harus mempersiapkan sendiri makanannya. Biasanya makan siang dan malam lengkap dengan buah dan air mineral sudah tersedia. Sarapan pagi disiapkan roti. Tetapi lima hari menjelang puncak haji, jamaah mempersiapkan sendiri makanannya.

Regu kami, bersepakat bahwa makanan dimasak sendiri maksudnya tidak beli di warung makan yang jumlahnya cukup banyak di sekitar hotel. Makanan khas Indonesia juga tersedia cukup beragam.

Terdapat sebelas orang dalam regu kami. Lima pasang suami istri beserta seorang ibu yang berangkat sendiri karena suaminya sudah menunaikan ibadah haji pada tahun sebelumnya. Masak dilakukan secara bergantian. Dibuat tiga kelompok masak. Kami mengumpulkan uang yang dipergunakan untuk belanja bahan-bahan mentah.

Pilihan tempat belanja sangat banyak. Sayuran seperti bayam, kangkung, wortel, buncis tersedia. Lucunya disini, jika kita berbelanja sayuran tersebut, semua jenis sayur ini harganya sama. Penjual akan menimbangnya. Misalnya akan membeli bayam, kangkung, sawi dan buncis. Keempat sayuran ini diletakkan di atas timbangan lalu penjual menyebutkan jumlah uang yang harus dibayarkan.

Selain sayuran yang lengkap, tahu, tempe juga ada. Memasak masakan masakan ini, setelah hampir 1 bulan di tanah arab membuat lidah seperti sedang berada di tanah air.

Lima Zulhijjah, empat tahun silam, masih tergambarkan jelas.