NURUL FITRIA

Nurul Fitria, lahir di Banyuwangi, 3 September 1978. Saat ini berprofesi sebagai guru di SMPN 2 SRONO, Banyuwangi. Menjadi guru adalah cita-cita mulai kecil, ka...

Selengkapnya
Navigasi Web
KENDURI ERA PANDEMI
Cerpen ini khusus saya tulis untuk adik yang saya rindukan. Hampir satu tahun kami belum berjumpa karena pandemi Covid-19 memaksa kami untuk menahan rindu.

KENDURI ERA PANDEMI

Jadwal piket di kantor kurang 15 menit berakhir. Peralatan kerja mulai saya kemasi, laptop, kabel charger, kabel olor, dan tumbler sudah saya masukkan tas. Beberapa rekan kerja melakukan hal serupa dan terdengar diantara mereka bercakap-cakap tentang situasi pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian menjadi semakin menyulitkan bagi beberapa kalangan masyarakat.

Tepat pukul 14.00 saya menuju mesin checlock untuk melakukan absensi dan bergegas pulang. Hari ini matahari cukup terik, jarak tempuh perjalanan pulang dari kantor ke rumah sejauh 14 km terasa agak melelahkan. Saya berharap sampai rumah bisa langsung istirahat dan tidur siang barang sebentar.

Sesampainya di rumah, terlihat gerbang pagar terbuka lebar, saya agak penasaran karena biasanya gerbang selalu tertutup saat saya pergi bekerja.

"Ah, mungkin ada tamu". Pikir saya, tapi malah kebetulan, saya bisa parkir kendaraan tanpa harus turun terlebih dahulu untuk membuka gerbang.

Saat turun dari kendaraan terlihat bu'e (panggilan saya untuk ibu) duduk di teras rumah sendirian, tidak ada tamu atau seorangpun menemani. Saya hampiri beliau dan bertanya 'bu'e kok tumben duduk disini, menunggui siapa?".

"Nunggu kamu to, piye (bagaimana) tahlilan bapakmu jadi diadakan dimana?" Bu'e menjawab sambil berdiri dari kursi dan berjalan memasuki rumah, saya mengikuti beliau dari belakang.

Satu minggu belakangan ini bu'e memang selalu membahas tentang acara tahlilan untuk memperingati satu tahun wafatnya almarhum pak'e (panggilan saya kepada bapak). Sebelumnya saya dan bu'e sudah sepakat untuk melaksanakan tahlilan di rumah dengan mengundanghadirkan tujuh puluh lima

orang kerabat. Tetapi pandemi Covid-19 di kabupaten yang kami tinggali menunjukan tingkat kenaikan jumlah orang yang terinfeksi, bahkan masuk kategori red zona. Keadaan ini membuat saya berpikir ulang untuk mengadakan acara yang menyebabkan timbulnya kerumunan.

Tadi pagi sebelum berangkat kerja, saya sempat berpesan pada bu'e untuk tidak memberitahukan terlebih dahulu pada para kerabat tentang acara yang akan kami selenggarakan. Bu'e terlihat kecewa karena mungkin berfikiran saya keberatan untuk menyelenggarakan acara tahlilan.

Wajah bu'e sama sekali tanpa senyum saat saya mengatakan bahwa kalaupun jadi melaksanakan acara, cukup dengan mengundang 15 orang kerabat, sedangkan untuk 60 orang undangan lain sebaiknya 'berkatan' dirupakan sembako dan cukup diantarkan ke rumah masing-masing..Pertimbangan ini beradasarkan pengalaman sebelumnya, untuk memasak makanan dalam jumlah banyak membutuhkan banyak tenaga , sedangkan kami dihimbau untuk saling menjaga jarak.

Rencana saya sampai rumah langsung tidur siang tidak jadi tepenuhi karena saya harus membuat bu'e tenang.dengan menjajikan acara tetap akan dilaksanakan.

"Bu'e, kita tetap membuat 'berkatan' sejumlah 75, tetapi yg diundang cukup 15 orang saja" saya berkata pada bu'e dan berharap beliau tidak resah terus.

Bu'e terdiam beberapa saat dan kemudian menjawab "lho, gak marem to" (kurang puas maksudnya).

"Aku, tak nanya ke kelompok arisan bapak-bapak di Mushola ya, biar acara titip saja disana", bu"e menyampaikan argumentasi dengan setengah memaksa.

"Atau acaranya di Masjid saja Yo, biar bapak-bapak selesai arisan di Mushola langsung ke Masjid", bu'e menambahkan pilihan lain untuk tempat penyelenggaraan acara.

Bu'e belum memahami maksudku untuk menghindari kerumunan dengan hanya menghadirkan sebagian kecil undangan Bukan karena saya tidak suka dikunjungi banyak orang di rumah, atau keberatan membuat berkatan (hantaran) sejumlah 75 buah. Selama ini Bu'e sangat kenal sifat saya yang selalu "harus bersih" di rumah, jadi menyimpulkan bahwa saya tidak mau menghadirkan banyak orang karena tidak mau rumah saya kotor.

Akhirnya saya mengalah untuk menghindari bu'e kecewa dengan berjanji, saya saja yang menyampaikan pesan bu'e tentang titipan beliau untuk mengadakan tahlilan pak'e, dengan cara nunut acara arisan bapak-bapak di Mudhola dan atau mengadakan kendurinya setelah arisan bapak-bapak tetapi tempatnya di masjid.

***

Beberapa hari kemudian saya menemui ketua arisan Mushola dan menyampaikan maksud bu'e. Beliau memperbolehkan dengan senang hati, tapi ada sedikit ganjalan saat menyampaikan jumlah anggota arisan adalah 160 orang dan karena pandemi acara arisan juga hanya dengan menitipkan uang iuran. Wah, padahal saya hanya akan menyiapkan 75 betkatan. Berarti acara tahllilan pak'e tidak mungkin dilaksanakan di Mushola. Karena pasti menimbulkan perasaan 'tidak enak' karena pembagian 'berkat' tidak bisa merata.

Alternatif kedua menemui takmir Masjid untuk menyampaikan pesan bu'e tentang hal tahlilan. Jawaban beliau juga membuat saya menyimpulkan bahwa acara tahlilan tidak bisa dilaksakan di Masjid, karena ruangan Masjid digunakan untuk acara arisan muslimat yang membutukan ruangan luas karena harus berjaga jarak.

***

Dua hari sebelum pelaksanaan acara tahlilan, akhirnya saya putuskan untuk menyiapkan sembako untuk 'berkat' tahlilan. Sambil berfikir bagaimana caranya supaya bu'e bisa menerima kenyataan bakwa tahlilan tidak diperbolehkan melibatkan banyak orang yang akhirnya menimbulkan kerumunan.

Pembuatan tumpeng untuk kenduri saya pasrahkan pada 2 orang kerabat dekat dengan porsi cukup untuk 15 orang. Bu'e terlihat tidak semangat untuk acara tahlilan kali ini, mungkin selain tidak berkenan di hati, bisa juga karena rindu pada almarhum pak'e.

***

Pagi ini saya dibantu oleh dua orang kerabat mengemas sembako,, sambil sesekali melihat notifikasi WA atau FB untuk menghilangkan kejenuhan. Bu'e duduk di kursi di dekat kami sambil menonton televisi.

Saya tertarik dengan video kiriman salah satu teman di WA grup yg disertai caption "Waspada lur". Karena penasaran saya lihat video tersebut yang ternyata berisi himbauan dari ketua gugus Covid-19 di kabupaten tempat tinggal kami. Video ini membuat saya punya ide untuk meluluhkan hati bu'e.

Bu'e masih terus menunggui proses packing sembako dengan sesekali memberikan saran 'ini-itu'. Sengaja saya putar video berdurasi 2'19 menit tersebut dengan volume keras, supaya bu'e ikut mendengarkan. Dalam video tersebut terdapat kalimat himbauan untuk tetap memakai masker dan menjaga jarak. Disebutkan pula jika masyarakat mengadakan acara yang menyebabkan berkumpulnya banyak orang dan berkerumun akan dibubarkan paksa.

Ternyata 'umpan' saya termakan juga, bu'e meminta untuk meminjam ponsel saya, supaya beliau bisa melihat langsung video himbauan tersebut.. Video diputar ulang beberapa kali dan bu'e kemudian berkata pada saya , " iya wes, betul tahlilan ngundang 15 orang saja, daripada berkerumun to?"

" Tapi yang 60 berkatan tetap diantarkan ke tetangga lho yo?" Kalimat tambahan bu'e ini membuat saya tersenyum dalam hati. Lha, sudah diwadahi kok, ya pasti jadi diantar to.

"Hm, lega hati saya, ternyata bu'e manut setelah melihat video himbauan ketua gugus Covid-19 kabupaten.

Sore harinya acara tahlilan jadi dilaksanakan di rumah, cukup dengan 15 orang undangan yang tentu bermasker dan menjaga jarak. Acara berlangsung lancar dan hikmad meskipun tanpa pengeras suara. Bu'e juga terlihat 'marem' dan mengikuti bacaan tahlil dengan khusuk.

Setelah acara selesai, bu'e menemui satu persatu undangan yang sebagian besar adalah kerabat dekat. Beliau menyampaikan terima kasih tanpa berjabat tangan. Rasa bahagia dan salut untuk kerabat kami yang selalu rukun, bahu membahu meringankan beban keluarga. Tanpa diminta, beberapa diantara mereka melipat kembali karpet dam membersihkan lantai sebelum pulang, sementara sebagian membagikan 'berkat' ke rumah-rumah tetangga.

Saya berharap dari pengalaman ini, saya bisa selalu menjaga perasaan dan membahagiakan bu'e. Semoga bu'e selalu sehat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Untuk almarhum pak'e semoga selalu dalam pelukan Allah SWT, diberikan surga yang terindah, dan husnul khatimah. Aamiin.*

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Yap, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Semua karena komunikasi...

18 Sep
Balas

Tantangan diterima bapak, cerpen dengan kata yg mungkin 'muter-mutet'' akhirnya selesai. Tapi saya memang sangat ingin menulisnya karena ini adalah hal yang spesial untuk saya simpan.Terima kasih sudah meluangkan waktu menyimak tulisan saya.

18 Sep

Tantangan diterima bapak, cerpen dengan kata yg mungkin 'muter-mutet'' akhirnya selesai. Tapi saya memang sangat ingin menulisnya karena ini adalah hal yang spesial untuk saya simpan.Terima kasih sudah meluangkan waktu menyimak tulisan saya.

18 Sep

Semoga sehat selalu Bu Nurul Fitria. Semangat berliterasi, lancar beraktivitas, dan semoga sukses selalu. Amin.

18 Sep
Balas

Terima kasih bapak atas motivasinya untuk saya. Ini masih tahap 'belajar keras'

18 Sep

Aamiin...Sehat selalu Bu'e nya Bu...

18 Sep
Balas

Aamiin, terima kasih atas perhatian dan do'anya Bu.

18 Sep

Aamiin..semoga sehat selalu ibu dan keluarga.

18 Sep
Balas

Aamiin, terima kasih atas do'anya.

18 Sep



search

New Post