Bulan tersenyum manis sekali mendapatkan semua itu. Bang Tami sungguh pandai menarik hati gadis desa itu. Tapi, jangan salah, bukan sembarang menarik hatinya atau merayunya saja, namun Bang Tami nyatanya telah berusaha sangat keras demi melihat senyum Bulan itu.

Dua bulan Bang Tami bekerja bak rodi, tanpa henti. Mengangkat kayu, menyusunnya, mengantarnya ke pelanggan, hanya untuk menabung, agar bisa membelikan Bulan benda-benda yang diimpikannya. Telah hilang seketika peluh dan penat nya, selama dua bulan ini bolak-balik, siang-malam, tak digaji di bulan pertama, lalu dirapel toke di bulan ke dua. Tak apalah, Bang Tami rela asal dik Bulan tersenyum sambil mengatakan "Terimakasih Abang, Abang telah berusaha memberikan yang terbaik untuk adik".

Meleleh rasanya jantung Bang Tami diterima kasihi dengan cara demikian. Ah, gadis lugu ini, sungguh tulus ucapannya. Istimewanya Bulan dari yang lain adalah, ia sangat menghargai jerih payah Bang Tami, mensyukuri yang sedikit, dan menganggap nya berharga. Inilah yang membuat Bang Tami kembali membara lagi. "Dik Bulan, tunggu Abang, setengah tahun lagi, kita menikah. Abang janji akan giat bekerja". Pesannya pada Bulan kesayangannya, sebelum akhirnya, pada bulan ketiga, dengan tekad mereka, Bulan sudah resmi menjadi miliknya. Oh Bang Tami, semangat betul rupanya ia.

Tamat.