KELUHAN PAK CILOK AKIBAT COVID-19
KELUHAN PAK CILOK AKIBAT COVID-19
Oleh: NURUL JANUARTI
Tantangan hari ke-63
#TantanganGurusiana
Di mana-mana perbincangan tentang makhluk kecil yang jahil bernama corona ini belum berakhir, bahkan lebih membanjir. Dari kalangan pedagang kecil sampai pejabat kelas atas masih jadi topik seru dalam segala pembahasannya. Berbagai kekhawatiran banyak orang akan menularnya virus menjadi semakin merebak dengan berita bertambahnya jumlah beberapa status orang yang terkait penularan COVID-19 di beberapa daerah. Justru keluhan-keluhan rakyat kecil imbas dari mewabahnya penyakit yang disebabkan virus corona ini jarang dilirik oleh banyak orang. Seperti yang dikeluhkam beberapa pedagang keliling yang konsumennya berkaitan dengan anak-anak kecil. Contohnya pedagang cilok yang biasa mangkal di depan sekolah tempat dinasku beberapa hari yang lalu, sebelum ada surat edaran untuk bekerja di rumah bagi guru. Kulihat dia palingkan wajahnya penuh rasa kecewa setelah melihat sekolah sepi. Kebetulan aku mau pulang, kudekati dia dan kuberitahu kalau anak-anak belajar di rumah sehubungan dengan mewabahnya penyakit akibat virus corona. Dia tidak tahu tentang hal itu. Aku iba melihatnya, dia berterima kasih sambil sedikit mengeluarkan beban hatinya padaku.
” Iya kalau bu guru punya gaji tiap bulan meski libur tetap dapat uang, kalau saya nyari hari ini untuk makan besok, kalau sekarang nggak laku ya besok nggak makan bu. Saya baru tau kalau sekolah libur bu, soalnya saya sudah 2 hari ndak jualan. Mangkanya kok sekolah-sekolah sepi, saya keliling kampung juga sepi, mulai pagi cuma 2 anak yang beli bu”, keluhnya padaku sambil memutar sepeda ontelnya. Aku tak dapat berkata apa, lidahku serasa kaku untuk menanggapi keluhnya. Hatiku bagai tersayat, membayangkan keluarganya di rumah yang menunggu hasil jualannya hari ini untuk belanja keperluan makan besok. Akhirnya aku pesan ciloknya dibungkus untuk kubawa pulang. Dia sangat berterima kasih sambil memberikan bungkusan cilok yang kupesan. “ Sabar dan tawakal ya pak, jangan lupa berdoa, Alloh pasti memberikan rejeki pada bapak”, hanya kalimat itu yang dapat meluncur dari mulutku. Diapun melanjutkan usahanya sambil mengayuh sepedanya. Entah ke mana lagi dia arahkan sepedanya untuk mengais rejeki hari ini.
Dalam perjalanan pulang, tak bisa lepas ingatanku pada wajah yang mulai renta bapak penjual cilok tadi. Bagaimana nasib dagangannya yang masih sebanyak itu? Modal berapa yang sudah dia keluarkan? Seandainya tidak laku, bagaimana untuk memenuhi kebutuhan isi perut keluarganya esok hari? Kalau situasi seperti ini terus berkepanjangan, bagaimana nasib pak cilok dan keluarganya ya? Dan bagaimana nasib mereka yang tiap harinya seperti pak cilok itu? Pertanyaan-pertanyaan itu membayangi pikiranku selama perjalanan pulang. Tak terasa ada basah di pipiku. Air mataku menetes tanpa dapat kutahan. Ya Alloh…semoga semua ujianMu segera Engkau akhiri. Aamiin.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Subhanallah, ya bu, saya mikirnya di setiap koperasi orang yg titip2 makanan, dg liburnya anak2 mereka g dapat penghasilan
Iya bu kasihan mereka yang mengais rejeki sehari dapat untuk makan sehari