Nurul Januarti, S.Pd

Lahir di Jember, 26 Januari 1971. Sebagai Kepala Sekolah SDN Kajar 2 Kecamatan Tenggarang Kabupaten Bondowoso. Tinggal di Perum PBI Blok D 5 Nangkaan Bondowoso....

Selengkapnya
Navigasi Web
KENANGAN MALAM 27 RAMADHAN
KENANGAN MALAM 27 RAMADHAN

KENANGAN MALAM 27 RAMADHAN

KENANGAN MALAM 27 RAMADHAN (3)

Oleh: NURUL JANUARTI

Tantangan hari ke-46 (tulisan ke-106)

#TantanganGurusiana

Ruangan rawat inap mamak dengan ruang ICU agak jauh, dalam perjalanan kondisi mamak semakin menurun dan menurun. Kesadaran mamak semakin berkurang. Perawat semakin cepat mendorong ranjang beroda, dengan mamak di atasnya semakin tidak sadarkan diri. Aku hanya bisa meneteskan air mata dipelukan suami, sambil mengiyakan kata-katanya yang menenangkan dan menguatkanku.

Sampai di ruang ICU hanya 1 orang yang mendampingi mamak, aku berusaha tetap berada di sampingnya. Suami dan adik mengurusi segala sesuatunya, sedang yang lain hanya bisa melihat mamak dari jendela kaca. Dokter dan perawat ruang ICU sibuk memasang berbagai alat bantu untuk mamak, dan samar kudengar sambil tetap berkonsultasi dengan dokter professor yang bertanggung jawab menangani mamak dari awal. Setelah semua selesai suami dan adik dipersilahkan keluar, hanya aku sendiri di ruangan mendampingi mamak yang menurut dokter dalam keadaan koma. Penanganan selanjutnya menunggu sang professor yang menurut informasi dokter ruangan masih dalam penerbangan dan membatalkan acaranya demi tanggung jawabnya pada pasien yang ditangani yaitu mamakku. Dengan perasaan yang campur aduk, di telinga mamak selalu ku bisikkan asma Allah, sholawat Nabi Muhammad SAW, istiqhfar juga ayat–ayat Allah yang aku bisa. Meski mata terpejam tapi bibir mamak bergerak seolah mengikuti yang aku bisikkan. Ya Allah… air matanya menetes, berarti mamak mendengar yang aku bisikkan. Aku berusaha menguatkan diriku sendiri, aku harus bisa kendalikan emosi.

Waktu subuhpun hampir berlalu, suami mengajakku sholat subuh dan adik yang menjaga mamak. Dalam sujud simpuhku hanya kesembuhan mamak yang kupinta. Rasanya aku belum siap untuk ditinggalkannya. Aku keluarkan sesak di dadaku dengan kubiarkan air mata mengalir deras dalam panjatan doaku untuk kesembuhan mamak. Aku tumpahkan segala rasaku pada yang Maha Kuasa. Aku teringat akan cerita adikku yang penuh kekhawatiran ketika menjaga mamak sebelum kami datang, mamak sempat cerita kalau didatangi dan diajak mbah laki dan perempuanku (bapak dan ibunya mamak). Mamak mengiyakan menunggu selesai mandi. Apakah ini suatu pertanda?... Aah aku tepis perasaan-perasaan itu. Mamak pasti sembuh, mamak pasti kuat, bisikku dalam hati. Suamiku kembali menggandengku untuk kembali ke ruang ICU. Hari sudah mulai terang, dalam hatiku berguman mudah-mudahan harapanku dapat seterang cahaya mentari pagi ini.

Sesampai di ruangan aku dan suami dipanggil ke ruang dokter. Tim dokter yang menangani mamak dari awal memberi penjelasan tentang kondisi mamak, jantungku berdegup kencang mendengar bahwa ada sesuatu dengan alat bantu yang dipasang di usus besar mamak. Dan akan tetap dilakukan penanganan semaksimal mungkin, meski dengan kecil harapan keberhasilan. Ruangan mamakpun ditutup dan hanya para tim dokter yang boleh ada disitu, kami bertiga juga keluarga yang lain menunggu di luar. Sekilas aku lihat sang professor sudah datang dengan jalan tergesa-gesa, ada sedikit lega di hatiku.

Entah berapa lama kami menunggu, semua terdiam dengan lantunan doa dalam hati masing-masing. Aku sandarkan kepala pada pundak suamiku yang duduk di lantai untuk menguatkan diriku yang seolah tak berdaya. Aku teringat saat-saat mamak menjelang operasi. Beliau minta aku yang mengantarkan mandi. Fisik mamak memang tidak seperti orang sakit parah, badannya masih segar dan wajah cantiknya masih bersinar meski agak sedikit pucat. Beliau masih bisa jalan sendiri ke kamar mandi. Aku hanya menggandeng sambil memegang infusnya. Sesampai di kamar mandi, beliau minta aku menyabun seluruh badannya sampai bersih dan menyucikan dengan mengguyur seluruh badannya dari kepala sampai kaki, kemudian minta di bantu ambil wudhu. Menurutnya nanti kalau di ruang operasi kalau mau sholat biar tidak usah tayamun. Aku berdua di kamar mandi agak lama sambil sesekali bergurau. Mamakku memang orangnya periang, jarang menunjukkan kesedihan atau kesakitan pada siapapun.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sabar Bu . Semoga ibunda cepat sembuh

22 May
Balas

Terimakasih ustadz

22 May

Sedih saya membaca tulisan Ibu. Semoga Mamaknya segera diberi kesembuhan ya Bu. Aamiin. Deskripsinya sanagt hidup dan detail...mantap

22 May
Balas

Terimakasih bunda

22 May

Semoga segera jadi cerbung ceritanya bu

22 May
Balas

Terimakasih bunda

22 May

Semoga segera sembuh ya .. selalu berdoa dan memohon padaNya

22 May
Balas

Terimakasih bunda

22 May

Terharu Bu..

22 May
Balas

Terima kasih bunda

22 May

Di iklaskan bu semoga ibundanya tenang di alamnya , dalam husnul khotimah

22 May
Balas

terimakasih bunda

22 May



search

New Post