KENANGAN MALAM 27 RAMADHAN (tamat)
KENANGAN MALAM 27 RAMADHAN (tamat)
Oleh: NURUL JANUARTI
Tantangan hari ke-49 (tulisan ke-109)
#TantanganGurusiana
Upaya kami ke Surabaya seolah mengantarkan kepulangan mamak dengan segera. Dan aku yang menjadi pelaku utamanya, aku yang memaksa mamak dan suamiku ikut mendukung. Itu yang ada dipikiranku setelah apa yang terjadi pada mamakku. Selama di dalam mobil ambulan mendampingi jenasah perasaan bersalah memenuhi otak sehingga aku tak bisa kendalikan emosi. Menurut adik dan suamiku aku sering tidak sadar dan bicara ngelantur.
Mobil jenasah sampai di rumah Kencong, Jember sekitar pukul 16.00. Menurut adik persiapan perawatan jenasah sudah siap. Setelah sampai di rumah aku melihat banyak orang melayat memenuhi halaman, hanya sekilas…setelah itu yang ku tahu aku sudah ada di tempat tidur didampingi bulek dan budeku yang berusaha menenangkanku.
“ Nduk…sing tabah yo, diikhlasno mamake, usahamu wis gak kurang, tapi kabeh onok sing ngatur” ku dengar suara bude berusaha menenangkanku.
Kembali aku harus perang dengan perasaanku, aku harus kuat harus bisa ikut merawat mamak di hari terakhirnya. Alhamdulillah…meski dengan badan lemas, perasaan tak menentu aku bisa ikut memandikan dan merawat jenasah mamak sampai mensholati bersama keluarga. Jenasah mamak dimakamkan setelah selesai sholat taraweh dan selamatan malam 27 Ramadhan di masjid dekat rumahku agar tidak terburu-buru. Inginnya aku ikut mengantar mamak sampai di pemakaman, tetapi baru melangkah mengikuti jenasah mamak, emosiku tak terkontrol lagi, kembali gelap..dan gelap yang kurasakan. Entah berapa lama lagi aku terbaring bersebelahan dengan adik perempuanku dengan keadaan tidak sadar hingga acara pemakaman selesai.
Di hari ke-3 meninggalnya mamak bertepatan dengan malam hari raya Idhul Fitri, perasaan kehilangan memenuhi keluarga besarku. Suara takbir yang menggema dan menyayat hati, membuat hujan air mata tak bisa dibendung. Bapak juga tidak mampu kendalikan emosi, beliau pegang foto mamak, diciumi dan sambil nangis diperlihatkan ke cucunya.
“ Mbah jidokmu (panggilan putriku pada mamak) wis gak onok, aku ditinggal, kowe yo ditinggal, tego yo mbahmu” ucapnya pada putriku.
Kami biarkan bapak menumpahkan perasaannya, dengan diam-diam adikku meringkas dan menyembunyikan semua foto mamak yang tergantung di tembok. Perasaan bersalahku pada bapak semakin menjadi. Apalagi kalau kudengar orang-orang yang berbincang tentang operasi mamak, aku tak bisa kendalikan emosi.
“Kok umpomo gak dioperasi paling sik dowo umur yo yu Pasri”ujarnya salah satu orang yang melayat mamakku tanpa mempedulikan perasaanku.
“Sing pingin mbunuh makku ki yo sopo, aku mekso operasi mergane pingin mamak sehat, gak sedo” aku langsung menimpali sambil teriak histeris.
Inilah pertama kali dalam hidupku berhari raya tanpa mamak bersama kami. Tidak ada lagi yang sibuk menyiapkan aneka masakan kesukaan bapak, anak, mantu, dan cucunya. Tiada lagi yang ramai mengajak cucu-cucunya membongkar celengan ayam untuk “nyangoni” anak-anak kecil yang berkunjung. Tak ada lagi..dan tak ada lagi.
Dan saat ini, suara takbir kembali hadir sebagai tanda berakhirnya bulan Ramadhan yang penuh berkah, dan berganti hadirnya hari raya Idhul Fitri. Berarti sudah sepuluh hari raya Idhul Fitri tanpa mamak, dan sudah 5 hari raya Idhul fitri tanpa bapak. Saat ini sudah tidak bisa lagi kami sungkem untuk mendapatkan maaf dan ridhonya setelah selesai sholat Id. Tapi kenangan bersama mereka selalu lekat di hati. Air mata kami tak bisa ditahan lagi. Apalagi hari raya tahun ini tidak seperti biasanya. Aku terikat berbagai aturan pemerintah terkait larangan mudik akibat adanya pandemi Covid-19 yang membahayakan dan belum sepenuhnya dapat teratasi. Aku sekeluarga tak bisa berziarah ke makam mereka. Sebagai saudara tertua aku tak bisa menggantikan posisi mereka dalam acara sungkeman bersama adik-adikku setelah sholat Id. Air mata kami semakin deras sepulang sholat Id dan sungkeman hanya berempat, aku, suami, dan kedua putriku. Ya Allah…bukannya kami belum mengikhlaskan mereka, kami sudah ikhlas dan yakin bahwa semua akan kembali padaMu. Kami hanya tidak bisa menghilangkan semua kenangan bersama mereka.
Maafkan kami ya mamak…bapak…, doa kami tak pernah lepas untukmu. Rindu kami padamu berdua akan kami tumpahkan dalam panjatan doa-doa kami. Semoga mamak dan bapak diampunkan semua dosa, diterima semua amal ibadah, dan ditempatkan di surgaNya. Aamiin
Tamat
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren buMohon maaf lahir dan batin
Sama2 bunda...saya jg mohon maaf lahir batin
Semoga amal baiknya mebjadi sahabat di sana.
Aamiin
Mantap bun, selamat hari raya Idul Fitri, Mohon maaf lahir dan bathin.
Sama-sama bunda Santhy, saya juga mohon maaf lahir batin , terimakasih
Terharu Bunda, selamat Idhul Fitri 1441 H
Terimakasih bu yuni, mohon maaf lsahir batin
Selamat idul fitri , dan semoga bunda nya tenang di alamnya bu , hanya doa dan ke iklasan putar putrinya yang sangat bermanfaat baginya
Aamiin , mohon maaf lahir batin ya bu Yuli.