KISAH KASIH PADA SELEMBAR DAUN AKASIA (Part 5)
KISAH KASIH PADA SELEMBAR DAUN AKASIA (Part 5)
Oleh: NURUL JANUARTI
Tantangan hari ke-80 (tulisan ke-140)
#TantanganGurusiana
*
Sepeninggalan Pak Handoko, Aida diserbu ketiga temannya dengan dicerca berbagai pertanyaan. Mereka ternyata mengintip dari balik korden penutup sekat ruang tamu dengan ruang keluarga.
“Hai, hai, apa saja yang diobrolkan dengan pak dosen? kok kayaknya galau gitu” Mirna mulai menggodanya.
“Agus sakit apa? pusing apa pusing ya?pasti bilang gitu ya tadi Pak Han?” Tiara menyambung.
“Aduh…kok kepo semua siih! dia nggak ngomong apa-apa, tuu…wong ke sini cuma mau nitip vespanya aja, orangnya sekarang jumatan ” jawab Aida santai sambil menunjuk vespa yang di teras.
“Tolong dijaga yaa jangan sampai hilang, itu barang antik mahal harganya, aku mau tidur lagi, sek pusing” pinta Aida pada ketiga temannya sambil berjalan menuju kamarnya.
“Ai…ai…enak aja, nanti kalau Pak Han datang pasti kamu yang dicari” Mirna melanjutkan godaannya sambil menghadang Aida yang akan masuk kamar.
Tanpa mempedulikan candaan temannya Aida langsung masuk kamar dan kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Pikirannya tak menentu, apa sih maunya Pak Han datang ke kosan?masak hanya sekedar nitip vespa, kan di masjid juga ada tempat parkirnya. Berjuta tanya berkecamuk dalam pikirannya. Ingatannya selalu terbayang pada peristiwa di kelas tempo hari. Rasa kesal pada pak dosennya belum bisa diusir dari hatinya. Tapi kenapa jika rasa kesal itu datang bayangan wajah Pak Han selalu ikut hadir di matanya. Aaah…desah Aida yang merasa aneh pada dirinya sendiri.
“Da…Aida, Pak Han datang, kamu dicari tuu, sana cepetan!” Suara Mirna membuyarkan lamunannya.
Dengan berat hati Aida tetap menuju ruang tamu dan duduk di sebelah Mirna. Ketiga temannya sedang asyik berbincang dengan Pak Han. Yaa, Pak Han memang orangnya familier, meski baru beberapa kali mengikuti kuliahnya tapi hampir semua mahasiswa di kelas yang diajarnya sudah akrab. Herannya lagi, Pak Han satu-satunya dosen pengajar di kelas Aida yang sudah hafal nama mahasiswanya satu persatu. Aida tidak banyak komentar meski Pak Han sering mengeluarkan banyolannya, hatinya masih ada ganjalan, rasa kesal belum mau meninggalkan perasaannya. Entah sudah direncanakan atau tidak, secara bergantian Mirna, Ani, dan tiara pamit pada Pak Han untuk melaksanakan sholat dhuhur. Aida sedikit dongkol pada ketiga temannya karena ia dibiarkan sendirian menemani Pak Han. Heeem awas nanti yaa, guman Aida geram. Ini suasana yang sangat tidak ia sukai.
“Kenapa, Aida masih sakit ya?”tanya Pak Han pelan.
“Maaf, kalau saya mengganggu istirahatmu, bolehkan saya minta waktu sebentar?” Pak Han seolah tahu kalau ada rasa tidak nyaman pada diri Aida dengan kehadirannya.
“Ee…begini, santai saja yaa, gak pa pa kan kalau saya panggil namamu saja? biar tidak seperi suasana di kelas” pintanya dan Aida hanya membalas dengan anggukkan.
“Aida, Saya mohon maaf atas peristiwa di kelas kemarin lusa, saya tahu kalau kamu marah dan malu pada teman-temanmu. Bagaimana, mau memaafkan? Ayo jawab jangan diam saja, biasanya periang kok jadi pendiam?” desak Pak Han pada Aida.
Akhirnya Aida luluh, ia mengeluarkan suaranya dan menerima permintaan maaf dosen uniknya itu. Pak Han melanjutkan penjelasannya tentang kenapa ingin menemui Aida. Pertama kali melihat Aida membuat hati Pak Han terkesima dan gundah, kehadiran Aida mengingatkan kembali pada peristiwa beberapa tahun silam. Peristiwa yang sudah sekian lama membayangi hidupnya. Tapi dengan hadirnya gadis mungil yang sedikit tomboy, lincah, dan rada-rada cuek sebagai mahasiwinya, membuat usaha Pak Han untuk mengubur kenangan pahitnya gagal. Setiap melihat wajah dan tingkah Aida, kenangan itu selalu hadir lagi. Aida sangat mirip dengan adik perempuan kesayangannya yang telah meninggal dunia di usia menjelang remaja akibat sakit keras yang dideritanya. Dalam pelukan Pak Han, ia menghembuskan nafas terakhirnya saat terbaring di rumah sakit. Dia sudah tidak mampu lagi melawan tipes(demam tifoid) kronis yang sudah menyerangnya.
BERSAMBUNG
Salam Literasi
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap bun. Semoga sehat dan sukses selalu
terima kasih bunda.
Keren
Terima kasih bunda dewi
Keren Bu masih adakah lanjutannya? Kutunggu ya..
Siap lanjutkan . Belajar nulis cerpen pingin kayak bunda he he he
Ceritanya sangat menyentuh bunda .wah, Pak Han sangat perhatian ya..saya juga pernah punya diswn seperti itu...semangat ya..
He he iya bund....terima kasih
Ceritanya keren bunda, tapi diakhir cerita bikin saya sedihbjuga, teringat adik sepupu yg telah tiada.
terima kasih bunda, semoga husnul khotimah nggih bu
Menewen bu, sy tunggu lanjutannya ya
Makasih bunda Siap....
mantap cerpennya bu...ada nilai nilai yang bisa dipetik..salam
Terima kasih bunda. salam literasi.
Mantap cerpennya Bu....
Terima kadih bunda
Kasian pak Han .. semoga segera bisa melupakan pengalaman pahitnya
aamiin. terima kasih bunda
Sakit tiroid sungguh sukar dilawan. Cerpen yang bagus. Sukses selalu, Bu Nurul.
Terima kasih pk edi
Sakit tiroid sungguh sukar dilawan. Cerpen yang bagus. Sukses selalu, Bu Nurul.
Keren bu kutunggu aida nya
Siap bunda yuli..teeima kasih