Nurul Januarti, S.Pd

Lahir di Jember, 26 Januari 1971. Sebagai Kepala Sekolah SDN Kajar 2 Kecamatan Tenggarang Kabupaten Bondowoso. Tinggal di Perum PBI Blok D 5 Nangkaan Bondowoso....

Selengkapnya
Navigasi Web
PERMAINAN PETAK UMPET PENYEBAB FOBIA
PERMAINAN PETAK UMPET PENYEBAB FOBIA

PERMAINAN PETAK UMPET PENYEBAB FOBIA

PERMAINAN PETAK UMPET PENYEBAB FOBIA

Oleh: NURUL JANUARTI

Tantangan hari ke-17 (tulisan ke-87)

#TantanganGurusiana

Pagi itu cuaca cerah, gadis-gadis kecil mungil di sebuah desa pinggiran Kabupaten Jember sedang asyik bermain jumpritan (petak umpet). Ada juga beberapa anak laki-laki yang ikut serta. Permainan petak umpet merupakan permainan faforit pada jaman itu. Peserta permainan tidak terbatas jumlahnya. Aturan permainan ini diawali dengan “hompimpah” untuk menentukan siapa yang akan menjadi penjaga pos. Penjaga pos tersebut selanjutnya akan menutup mata dan bersandar pada tempat yang disepakati sebagai pos(tiang, tembok, pohonn, atau apa saja) sambil berhitung mundur. Sedang anak-anak yang lain berlari untuk mencari tempat sembunyi. Setelah dirasa cukup aman untuk yang bersembunyi , barulah si penjaga pos beraksi dengan cara meninggalkan pos dan mencari teman-temannya yang sembunyi. Inilah yang merupakan saat keseruan dalam permainan tersebut, penjaga harus bergerak cepat dan bergegas menemukan temannya sebelum mereka berhasil menyentuh posnya. Karena apabila salah satu temannya ada yang berhasil menyentuh pos lebih dulu dan mengatakan “jumprit” maka permainan diulang dari awal dengan penjaga tetap. Tetapi jika penjaga menemukan temannya ia akan menyebut nama temannya dan mengatakan “tolos” sambil memegang pos, dengan begitu permainan dimulai dari awal dengan penjaga pos ganti teman yang ditemukan tadi.

Suasana itu membuatku kembali terkenang akan permainan yang oleh anak-anak jaman sekarang jarang dilakukan. Permainan yang menyebabkan ada fobia pada diriku sampai sekarang. Waktu itu aku adalah salah satu dari gadis kecil yang ikut permainan petak umpet tersebut. Aku masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Kebetulan waktu”hompimpah” aku kalah dan berperan sebagai penjaga pos. Disaat seru-serunya aku mencari persembunyian teman-teman, tak sengaja mataku melirik pada rimbunan pohon jambu air yang tingginya masih setinggi badanku dan letaknya agak jauh dari tempatku berdiri. Ada sesuatu yang aneh, seolah memaksaku untuk menatapnya lebih dekat. Niat untuk mencari persembunyian teman-teman kuurungkan, aku agak mendekat ke pohon jambu air tersebut. Jantungku berdegup kencang antara penasaran dan rasa takut. Setelah agak dekat, aku tak dapat menguasai diri dan menjerit sekeras-kerasnya sambil menutup muka.” Bapak…tulung…tulung… aku wedi…aku wedi…”. (tulung=tolong, wedi=takut). Aku menangis sejadi-jadinya dengan tetap tak berani membuka mata. Mendengar jeritanku semua teman mainku, keluarga, dan tetanggaku keluar mencari dan mendekatiku dengan penuh pertanyaan. “ Opo o nduk?, kenek opo nduk” kudengar suara keheranan bapak, mamak,simbah, dan entah siapa saja. Aku tak bisa menjelaskan banyak, sambil tetap terisak dan mata terpejam sekilas menjawab “ uler gede sak endas… motone mendeliki aku, nang kono…” (ulat besar se kepala, matanya melototiku, di situ). Tanganku menunjuk pada pohon jambu air berdiri. Segera mereka mencari di rimbunan pohon jambu yang ku maksud. Tapi tidak menemukan apa-apa. Mereka memaksaku membuka mata untuk menunjukkan. Aku buka mata sebelah, tetap kulihat ulat sebesar kepala anjing dengan mata lebar memelototiku. Setiap kali kubuka mataku siulat tetap ada, padahal kata bapak daunnya sudah ditebas hampir habis. Tapi siulat tidak mau pergi. Aku kembali menangis sambil berlari ketakutan tak terarah karena mataku terpejam, untung segera ditangkap simbah lalu aku dipeluknya erat. Herannya semua mengatakan tidak ada dan tidak melihatnya. Setelah daun jambu habis ditebas mereka menyuruhku buka mata. Setelah kubuka mata ternyata ulatnya tetap ada dan memelototiku. Aku kembali meraung ketakutan. Setelah itu mereka baru menyadari kalau yang kulihat itu bukan ulat sebenarnya, dimungkinkan makhluk halus yang menampakkan ujudnya kepadaku. Bapakku kemudian membaca doa-doa sebisanya (katanya surah Al fatiha dan ayat kursi) entah sebanyak berapa kali dan menyuruhku buka mata pelan-pelan. Alhamdulillah …ulat itu sudah tidak ada. Aku kemudian digendong simbah pulang dan diberi minum air putih.

Yaa, itulah peristiwa yang menyisakan fobiaku sampai sekarang. Setiap melihat ulat ketakutanku seperti melihat ulat sebesar kepala anjing yang menjijikkan dan menakutkan waktu itu. Hingga pernah ada teman sekolah yang menggodaku dengan memberi ulat hingga membuatku nangis ginjal-ginjal(loncat-loncat). Setelah kejadian itu karena aku merasa dipermalukan , dia tidak aku sapa sampai dia akhirnya minta maaf padaku. Kadang teman-teman juga menggodaku agar aku ketakutan dengan memberiku daun yang seperti ulat. Bahkan sampai aku jadi guru peristiwa memalukan gara-gara ulat masih aku alami. Waktu itu aku baru dinas di sebuah SD di pinggir hutan jati Baluran, Situbondo. Kebetulan tepat musim ulat jati, dan di halaman sekolahku pun tak luput dari rambatan ulat-ulat itu. Salah satu teman guruku tidak tahu kalau aku takut, dia menggodaku dengan melempar ulat ke dekatku. Spontan aku menangis dan menjerit ketakutan sambil lari nabrak meja kantor karena waktu itu jam istirahat. Mendengar jeritan dan tangisanku semua murid dan guru-guru berlari mendekatiku. Aku jadi malu dibuatnya.

Begitulah kenangan menyenangkan yang membuatku jadi ketakutan. Sampai sekarang aku berusaha ingin menghilangkan fobia itu. Tapi tidak pernah berhasil. Ketakutan-ketakutan itu tetap muncul setiap aku melihat binatang itu baik kecil maupun besar. Bahkan saat menulis kisah ini pun rasa-rasa itu tetap menghantui. Mungkin teman-teman pembaca ada cara-cara jitu untuk menghilangkan fobiaku itu, mohon sampaikan padaku yaa!. Bisa lewat WA pribadiku (085230382001). Saya ucapkan terima kasih sebelumnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Pingin kembali ke Masa kecil, hehehe

23 Apr
Balas

he he heyoi

23 Apr

Pingin kembali ke Masa kecil yang penuh keceriaan

23 Apr
Balas

mengingatkan masa kecil dlu yg penuh dgn kepolosan

23 Apr
Balas

ya, masa kecil yang masih tanpa beban

23 Apr



search

New Post