Nurul Januarti, S.Pd

Lahir di Jember, 26 Januari 1971. Sebagai Kepala Sekolah SDN Kajar 2 Kecamatan Tenggarang Kabupaten Bondowoso. Tinggal di Perum PBI Blok D 5 Nangkaan Bondowoso....

Selengkapnya
Navigasi Web
SAKITNYA TUU DI SINI
SAKITNYA TUU DI SINI

SAKITNYA TUU DI SINI

SAKITNYA TUU DI SINI

Oleh: NURUL JANUARTI

Tantangan hari ke-6 (tulisan ke 76)

#TantanganGurusiana

Setelah acara 7 hari meninggalnya Pak Lek menyisakan kenangan. Bukan hanya sedih karena kehilangan orang tua, tapi ada sedikit sayatan luka hati yang tersisa.Tak seperti biasanya kalau acara 7 hari penuh dengan tamu . Baik dari kerabat dekat ataupun jauh. Apalagi tetangga sekitar, dengan tas jinjing isi bahan-bahan pokok silih berganti bahkan berjubel yang datang untuk menyatakan ikut bela sungkawa. Tapi hari itu, hari ke-7 Pak Lek meninggal dan hari terakhir acara tahlil bersama, hanya beberapa sanak saudara yang hadir untuk membantu menyiapkan acara selamatan nanti malam. Tamu yang melayat juga tak berjubel. Ketidakbiasaan itu terjadi karena Covid-19 yang lagi merajalela. Sehingga banyak orang yang tidak berani berkerumun.

Dalam menyiapkan acara selamatan, yang berperan pasti kaum hawa. Kalau sudah kumpul tidak usah nunggu berapa banyak, yang namanya emak-emak pasti tak lepas dari acara ngrumpi. Mulai dari masalah masakan, acara KDI, senetron, bahkan Covid-19 pun tak lepas dari bahan rumpinya. Sebagai pendengar sesekali ikut nimbrung tertawa kalau ada obrolannya yang lucu. Sepertinya tiada kehabisan materi untuk bahan rumpian. Belajar di rumah untuk putra-putrinya yang sekolah ikut andil jadi materi obrolannya. " Huuh gara-gara corona aku terpaksa jadi guru privat" kata seorang emak A. "Iya masak...sek sibuk masak belum selesai, si Fulan sudah bengok- bengok minta didampingi ngerjakan tugas" emak B menimpali. "Tiap hari kayak gini, sampai-sampai nggak sempat bersih-bersih" emak A menyambung. "Iya-iya yang enak gurunya, libur ndak ke sekolah duduk manis di rumah" si uti C ikut nyambung, kata-katanya mulai menggelitik hatiku. Aku berusaha menahan dulu. Kudengarkan saja sampai di mana obrolan mereka. "Mudah-mudahan cepet hilang si Corona ini yaa, biar kita ibuk-ibuk ini gak pusing tiap hari ngajari anaknya" kata emak D. " Iya biar nggak keenakan terus gurunya, sudah nggak ngajar sek terima gaji, lebih enak lagi jadi kepala sekolahnya ya" tambah si uti C. Mungkin mereka lupa kalau di antara mereka ada seorang guru. Sehingga mereka seolah tak peduli ke perasaanku yang tersayat karena aku seorang guru juga kepala sekolah. Aku seolah tidak dapat menahan beban perasaan yang mulai tadi kutahan. Ya Allah beri hamba kesabaran, gumanku dalam hati. Dengan sedikit meredam emosi, aku berusaha meluruskan opini mereka tentang bagaimana kiprah guru disaat situasi seperti ini. Dengan nada gurau agar suasana kekeluargaan tidak buyar, akhirnya aku terpaksa unjuk suara. Meski sebenarnya aku masih ingat pesan suami tercinta kalau banyak bicara biasanya banyak salahnya, sedikit bicara insyaallah sedikit salah. Tapi ini termasuk kewajibanku untuk mencuci otak mereka agar image guru tak ternoda gara-gara corona. Entah sedikit atau banyak kata-kata yang kukeluarkan. Aku jelaskan pada mereka justru tugas guru saat ini lebih rumit dibanding kesehariannya bertatap muka dengan siswa. Mulai menyiap bahan ajar, bagaimana mengemasnya agar anak tertarik dan tidak bosan, mengolah nilai tiap hari dari hasil kerja siswa dan masih banyak lagi. Belum lagi untuk guru-guru yang tidak mahir IT harus belajar keras untuk dapat memberikan materi secara daring pada siswanya. Kepala sekolah justru lebih besar tanggung jawabnya, mulai dari mengkondisikan bagaimana agar pembelajaran tetap berjalan, menyiapkan vasilitas untuk pembelajaran, memantau pelaksanaan pembelajaran, juga mengerjakan administrasi sekolah.

Akhirnya mereka diam seribu bahasa, dan seolah baru menyadari kalau dari rumpian mereka ada yang tersakiti perasaanya. Tapi, ada yang lebih membuatku kecewa, ketika aku cerita sekilas tentang rumpian emak-emak tersebut ada yang menanggapi dengan nada ledekan yang malah membela si emak-emak seolah kerjaku tiada arti dan harganya. Perasaanku yang tersayat tambah jadi berat. Yaaah biar sudah, aku pasrah. Yang penting, meski hanya sebutir debu aku sudah berusaha membela perjuangan guru-guru melawan pikiran salah si emak-emak dalam ikut andil mengatasi pencegahan penyebaran Covid-19. Semoga Allah segera memberikan jalan penyelesaian yang terbaik dalam melawan pandemic Covid-19 ini. Sehingga yang sakitnya tuu di sini segera terobati. Aamiin.

Kata bijak

“‘JIKA INGIN DIJAGA, MAKA KAU HARUS MENJAGA TERLEBIH DAHULU”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga semuanya bs lebih baik. Covid-19 segera berlalu

11 Apr
Balas

aamiin terima kasih bu

11 Apr

Sabar dan ikhlas ya bu

11 Apr
Balas

insyaallah

11 Apr

Ikut berduka ya semoga PakLiknya gisbul khotimah

11 Apr
Balas

aamiinterimakasih bu

11 Apr

Turut berduka cita Ibu...Semoga Khusnul Khotimah Ibu.

11 Apr
Balas

aamiintrimakasih

11 Apr

Semangat bu lanjut

11 Apr
Balas

ok terimakasih buu

11 Apr



search

New Post