Biar Kecil, tapi Paten!!!
Selama 5 bulan terakhir, sebuah rutinitas baru mulai aku jalankan di sore minggu ba’da Ashar. Sebuah kewajiban bagi kakak menjenguk adiknya di Pesantren, sebagai pengganti orang tua yang jauh di kampung halaman. Adik perempuanku sangat berambisi untuk bisa melanjutkan pendidikannya di sekolah yang ada asrama seperti yang telah dilalui 3 kakak dan satu abangya sebelumnya. semua tak jadi masalah baginya walaupun tempat itu harus jauh dari Abi dan Ummi.
Kemarin, tanggal 19 november 2017, tepatnya hari minggu, kewajibanpun harus dilaksanakan. setelah pulang dari pelatihan SAGUSABU sekitar jam 16.00. Walaupun aku merasa sangat lelah, tapi hati dan raga tak sabar untuk melihat dan mendengar segala ceritanya. Saya ingin juga bercerita banyak tentang pengalaman termahalku selama dua hari ini. Saya bergegas mempersiapkan segala sesuatu atau pesanan yang biasa saya tenteng pada setiap kunjungan. Sudah menjadi rahasia umum bagi setiap wali murid, tentengan tersebut bisa berupa makanan ringan, susu, buah, dan yang terpenting itu nasi (bisa uduk, goreng, kuning, dll….. sesuai mood si pembawa, pesanan santri (sebutan pelajar di pesantren) ataupun ketersediaan stok yang ada). Selain itu, bahkan ada juga yang membawa baju bersih, setelah sebelumnya dibawa pulang untuk dicuci. Tapi Alhamdulillah hal itu tidak berlaku padaku, karena adikku merasa cukup mandiri untuk mengerjakan segala tugasnya di sana. Tak menutup kemungkinan juga, setiap bawaan di setiap kunjungan bisa saja bervariasi untuk mengusir rasa monoton pada santri.
Setelah menjalani perjalanan yang lumayan macet seperti yang sering terjadi di sore minggu, sampai juga akhirnya aku di pesantren. Ketika aku melihatnya, rasa rindu itupun melebur dan membaur lewat 4 bola mata kami yang sedang memandang. Adikku langsung memakan bawaanku berupa nasi goreng dan kuch-kuch ho tahu (sejenis tahu goreng+dilumuri bumbu yang terkenal di kota kami). Nampaknya begitu lezat baginya, setelah setiap harinya dia hanya menyantap nasi dan lauk yang disediakan di sana. banyak pertanyaan yang muncul, banyak cerita yang ditumpahkan, banyak senyum dan tawa yang tercipta, hingga banyak makanan yang terhabiskan.
Satu kabar bahagia yang paling indah selama perbincangan kami adalah, ketika adikku mengatakan, “ kak, tadi malam adek naik ke panggung sebanyak 3 kali untuk menerima hadiah!”. Rasa kagum membuncah di dalam dada dan secepat kilat aku bertanya, “kok bisa?”. Dengan bangganya dia bercerita itu terjadi dalam 3 katergori, yaitu, juara menyanyikan lagu mars pesantrennya, juara nilai bahasa ( inggris dan arab) tertinggi antar santri baru, dan juga juara dekorasi kelas. Kenapa adikku maju mengambil hadiah dalam perlombaan dekorasi kelas? Itu karena dia adalah ketua kelas.
Yang paling menyita perhatianku adalah tentang kemampuaannya terhadap bahasa, karena dia tidak berasal dari pesantren. Dia hanya alumni sebuah Madrasah Tsanawiyah Negeri biasa, yang tidak menjadikan bahasa asing selain bahasa Indonesia dan aceh sebagai bahasa komunikasi sehari hari. Sungguh karunia Allah, dia bisa menjadi nomor satu di antara kawan kawan sejawatnya yang berasal dari pesantren.
Adik kecilku yang hebat,
Biar kecil, tapi paten!!!!
Perjalanan mencari ide untuk tetap menulis
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kecil - kecil cabe rawit...biar kecil tapi menggigit...hehe...salam kenal bu nurul
Iya buk, Salam kenal juga buk....
Keren, salam kenal bu
Terima kasih Pak, Salam kenal juga