LAB. MOOP

 #day332

14122020

Bangunan ini dihimpit oleh ruang-ruang kelas, hampir tidak ada celah. Posisi yang tersembunyi membuat ruangan di dalamnya menjadi pengap.  Yang menarik perhatian, pernah beberapa bulan gedung ini tidak dibuka sama sekali. Ternyata ruangan itu ditumbuhi tanaman liar yang menjalar. Tingginya hampir satu meter. Padahal di dalamnya ada perangkat Laboraatorium Bahasa yang cukup lengkap. Memang mencengangkan. Tanaman itu masuk lewat lubang di bawah pintu bagian belakang, menembus bagian bawah karpet. Sekilas orang tidak mengira kalau di bawah tanaman yang tiba-tiba rimbun itu karpet. Membersihkannya cukup menyita waktu. Peralatan yang ada belum dicek, masih bisa dioperasionalkan atau tidak.

            Siang itu aku bersama siswa bahasa memasukinya dalam rangka pelajaran menyimak. Debu yang tertinggal masih cukup banyak. Apalagi yang menempel di alat, di headseat, di kabel-kabel, dan di mikrofon. Lama tidak mengoperasikan panel pengendali, membuatku canggung, lupa-lupa ingat. Aku mencoba menghidupkan semua tombol yang menghubungkan ke panel siswa. Kuminta mereka memasang head seat untuk mengetes berfungsi tidaknya alat tersebut. Beberapa alat tidak berfungsi. Kabelnya beberapa lepas. Tidak mungkin pembelajaran menyimak dilakukan dengan kondisi seperti ini.

Tanpa pikir panjang kuminta semua siswa mendata peralatan di mejanya yang rusak. Aku mencari beberapa lap yang kubasahi air untuk membersihkan debu yang menempel di kabel, headseat, mic dan lainnya.

            “Bu, kaos kaki saya langsung menghitam setelah lewat karpet ini. Kotor sekali Bu karpetnya. Perlu sedot debu Bu. “ kata seorang siswa.

            “Kamu mau melakukannya. Saya ambilkan alatnya.” kataku.

            “Kan bisa nyuruh tukang kebun Bu.” elak siswa tersebut sambil senyum, menolak secara halus.

            “Kalau begitu tidak bisa sekarang. Ruangan ini terlalu besar. Tidak mungkin sebentar membersihkannya. Lagian jam segini pekerjaan menyapunya belum selesai.

            “Bu, Bu, katanya ruangan ini ada penunggunya. Benar Bu? Saya jadi takut.” Seorang siswi mendekat dan mengecilkan suaranya.

            “Di mana-mana juga ada penunggunya. Buat apa takut.” Aku meyakinkan muridku yang dikenal penakut di antara teman-temannya”

            “Memang Bu Guru tidak takut di ruangan ini sendirian?” Wah, anak ini nanyanya kebangetan.

            “Takutlah. Makanya kamu harus menemani saya ya?”  Saya tersenyum tidak serius.

            Siswi tadi merasa aku mencandainya. Ia tersenyum, menjauh sambil geleng kepala.

            “Ndak Bu, takuut”

            “Pekerjaan mengelap ternyata memang memakan waktu. Begitu banyak yang selesai membersihkan meja masing-masing, bel pergantian jam berbunyi. Mereka mengemasi tasnya dan ke luar ruangan. Aku mematikan semua panel di meja pengendali, menulis di jurnal, menutup korden dan mematikan lampu. Segera aku ke luar ruangan dan menguncinya. Tiba-tiba...ssrrrrrpp... aku menutup korden kurang rapat sehingga bagian dalam ruangan laboratorium yang agak remang itu masih terlihat. Di dalamnya.....aku melihat bayangan orang sedang berdiri, di dekat meja siswa. Jantungku berdetak lebih kencang. Aku merasa yakin, tadi sudah tidak ada lagi siswa yang berada di dalam ruangan. Kakiku kelu, agak berat digerakkan.

Aku menajamkan pandangan untuk memastikan siapa di dalam ruangan itu. Sejenak aku terpaku. Bayangan itu mendekat. Mataku tidak mengedip. Dia tersenyum. Haaaaaahh....

“Bu, buka Bu.!”

“Ya Allah ini siswa tadi yang bilang takut.”