Nurul wafiyah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Melepaskanmu
the first article

Melepaskanmu

Beranda ruang NICU rumah sakit terbesar se Indonesia bagian timur ini, terasa sangat dingin. Sepi dan mencekam. Menghadirkan rasa pilu yang teramat dalam. Sudah Tiga hari ini NInda dan suaminya, Andra, menghabiskan waktu di lantai beranda NICU ini. Hanya beralaskan tikar kecil dan selembar selimut. Putri mereka, Fairuz, saat ini sedang terbaring lemah, tak berdaya dalam ruang NICU. Terlihat jelas beberapa selang dan alat bantu pernafasan tertempel di rubuh mungilnya. Fairuz terbujur lemah, diam dan tak sadarkan diri. Setiap saat dokter terus berupaya untuk menemukan jenis penyakitnya. Ninda dan Andra harus bergantian membawa sampel darah di laboatorium untuk mendeteksi penyakit fairuz. Tapi sampai hari ke-tiga pun, keadaan tidak banyak berubah.

Habis sudah air mata Ninda. Habis sudah kekuatan hatinya untuk menjalani sisa hari. Lelah sudah otaknya untuk terus menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Lidahnya keluh, dan kehilangan kemampuan mengecap rasa. Dia hanya tertunduk lesu...mulutnya terus melantunkan doa walau dalam hatinya kadang terbersit ragu apakah tuhan masih mau mengabulkan doanya.

Ingatannya melayang ke beberapa hari yang lalu, ketika hidupnya masih berjalan normal.

Hari itu dia pulang agak terlambat, karena harus menyelesaikan beberapa laporan. Dibukanya pintu rumah dan terlihat senyum lebar fairuz menyambut kepulangannya. Fairus pernah bilang, saat yang paling dinnatikan adalah berdiri di balik pintu ketika ninda membuka pintu. Dia kan tertawa lebar ketika ninda pura pura terkejut melihat kehadirannya. Tapi hari ini Ninda melihat ada yang berbeda dari senuym fairus, tidak semekar biasanya. Wajah Fairuspun terlihat agak memerah. Ada rasa hangat yang menjalar tubuhnya ketika dia menyentuh dahi fairuz.

“Kau demam, saying?” katanya dengan panic

“dari tadi kepalaku pusing” kata fairuz dengan tetap tersenyum

Dengan segera Ninda mengambil thermometer digital yang tersedia di kotak P3K. Ninda selalu menyediakan obat obatan, vitamin dan beberapa alat kesehatan dasar di rumahnya. Kehilangan Anak Pertamanya membuat ninda menjadi ibu siaga. Dia ingin memastikan bahwa kesehatan keluarganya tetap terjaga.

Diselipkannya thermometer di bawah ketiak fairus, dan dengan cemas ninda menunggu angka yang tertera di thermometer. Dia agak lega ketika thermometer berbunyi di angka 38, 5 oC. NIndapun memberi fairus obat penurun panas untuk menurunkan demamnya. Ah…besok sepertiya sudah akan membaik, batinnya.

Hari inipun berlalu dengan tenangnya, hingga teriakan fairus membangunkannya di jam 3 dini hari. Scepat kilat ninda berlari kearah kamar fairus, dan dilihatnya fairus menggigil kedinginan dibalik selimut kesayangannya. NInda meraba kening fairus, dan betapa terkejutnya ninda ketika merasakan tubuh fairus sangat panas. Ninda bun berteriak untuk membangunkan andra untuk membawa fairus kerumah sakit

Perjalanan ke rumah sakit yang hanya berjarak 5 km dari rumahpun terasa sangat lama karena fairus yang terus menggigil dan mengigau. Begitu sampai di ruang IGD, ninda berlari membopong fairus. Dokterpun segera memberi tindakan pemberian obat penurun panas dan pemasangan infus.

Satu jam berlalu, kondisi fairus sudah agak tenang walapun suhu tubuhnya masih tinggi. Begitupun di satu jam berikutnya. Dokterpun memutuskan fairus harus dirawat inap.

3 Hari fairus harus menjalani rawat inap dengan diagnosa radang tenggorokan. Suhu tubuhnya dari semalam sudah berada di angka 36,8 – 37,2 hingga dokter memperbolehkannya untuk berobat jalan. Ninda pun sudah mulai membereskan pakaian, obat dn barang barang lainnya. Mereka sudah bersiap untuk pulang.

Tiba tiba andra berseru kaget, tubuh fairus tiba tiba menggigil dengan kuat, sambil berbisik perutnya sakit..

Ninda panic, secepat kilat ninda memencet bel panggilan untuk perawat sambil memeluk tubuh fairuz yang tidak berhenti bergetak. Tangis ninda sudah tidak dapat tertahan lagi. Andrapun terpaku bingung tidak tahu harus bagaimana. Sebuah keadaan yang diluar kuasanya telah terjadi di hadapannya. Berkali kali dia berjalan kea rah pintu menunggu kedatangan perawat. Perawatpun datang dan bingung dengan keadaan yang terjadi karena 10 menit yang lalu dia mengecup kening fairus untuk mengucapkan selamat atas kesembuhan fairus. Keadaan benar benar kacau, dokterpun datang dan pergi untuk mencoba memahami apa yang terjadi.

Dan 3 jam kemudian, kondisi fairus semakin menurun, begitu juga dengan kesadarannya. Respon fairus semakin lemah. Fairus hanya bisa memegang tangan ninda dan andra.Air mata Nindapun sudah mongering, tangisnya pun hampir tak bersuara. Orang tua ninda dan Andra pun datang untuk melihat kondisi cucu cucu tersayang mereka

Jam 2 pagi, pegangan tangan fairus sudah tak terlepas, fairus telah kehilangan kesadarannya. Ninda fair meringkuk diatas ranjang fairus. Merontah lirih, dadahnya penuh tak mampu bernafa, kepalanyapun tersandar pada dinding dengan kosong. Bahkan untuk berdoapun dia sudah tak mampu. Kejadian ini begitu tiba tiba dan mengagetkannya. Dia bertanya pada tuhan, bertanya tentang takdirnya. Bertanya atas janji tuhan atas semua kebaikan yang dia lalukan selama ini. Yang dia yakini Tuhan akan mengasihi hambaNYa yang selalu berbuat baik dan menjalankan ajaranNya.

Ada amarah, keyakinannya pun mulai terkoyak.

Akhirnya jam 06.00 pagi fairus dirujuk ke rumah sakit di ibukota propinsi. Di atas ambulan yang membawanya, mata ninda nanar memandang tubuh fairus yang diam tak bergerak. Dia takut berharap. Dia enggan meminta. Hanya membiarkan takdir mengalir seperti seharusnya.

Fairus dibawa melalui selasar panjang rumah sakit. Diam, kaku dan hening. Yang terdengar hanya suara roda alat dorong rumah sakit. Mulut Ninda terkunci rapat. Dia berjalan disamping alat dorong sambil tangannya memegang tangan fairus. Matanya memandang lurus ke depan, tanpa berani melihat tubuh fairus. Dia sudah tidak memiliki kekuatan untuk itu. Dia tidak dapat menerima kenyataan bahwa tubuh kecil ini tidak dapat lagi membalas pelukannya, tidak dapat memberinya senyuman lebar dan tidak dapat lagi memanggilnya Mama. Separuh jiwanya seakan akan sudah terambil.

Romongan kecil itu telah tiba di ruang NICU. Ninda memebiarkan beberapa dokter mengambil fairus dan mulai memberi tindakan. Andra sibuk berbindang dengan dokter tentang kronologis kejadian dan penyakit Fairus.

Akhirnya dokter meminta untuk bertemu dengan NInda. Dokter mengatakan bahwa fairus masih mempunai kemungkinan untuk sembuh, tetapi akan meninggalkan gejala siswa, dengan kondisi fisik yang tidak sama dengan sebelumnya. Tubuh sebelah kirinya tidak akan berfungsi secara maksimal. Dokter meminta ninda untuk terus mengajak fairus berbincang untuk memencing respon fairus. Ninda pun tanpa lelah bercerita tetang setiap moment yang pernah mereka lalui bersama. Tangannya yang mulai lemahpun tak berhenti mengusap rambut fairus. Kadang kala fairus memberi respon dengan mengeluarkan air mata. Sungguh Hati ninda sudah tak mampu menerima kondisi ini.

Suara pintu ruang NICU menyadarkan lamunanya. Andra memberitahukan bahwa saat ini fairus mengalami kejang habit dan dokter sedang memberikan tindakan sehingga dia tidak diperkenankan untuk berada di dalam ruangan.

Ninda pun berlari ke kamar mandi rumah sakit. Menangis sejadi jadinya..memangil nama tuhan berkali kali berharap tuhan mendengar dan memberinya keajaiban.

“Tuhan dimana dirimu? Mengapa Eangkau menghilang ketika kubutuh diri Mu?” teriaknya tertahan

Ninda membiarkan dirinya bersimpuh di lantai kamar mandi yang basah. Tak dihiraukan pakaiannya yang basah dan kotor. Dia sungguh tidak peduli.

Dia terus bergulung gulung di atas lantai kamar mandi. Ninda merasakan sakit yang teramat sangat.Rasa yang pernah dia rasa ketika anak pertamanya meninggalkan dirinya.

Ketukan tangan andra di pintu menyadarkannya, dia membukakan pintu dengan kondisi yang sangat memilukan. Andra segera memeluk tubuh ninda dengan erat. Andrapun tak mampu membendung tangisan yang selama ini dia tahan. Dia tahu betapa beratnya ini bagi mereka berdua, khususnya bagi Nanda. Setelah tangis Ninda reda, Andra hanya bisa berucap

“ayo kita jemput takdir kita bersama sama, jangan takut..Tuhan tidak akan membiarkan kita menjalani tanpa tujuan. Kita hadapi apa yang tuhan inginkan hari ini..dan kita lihat apa yang akan tuhan hadiahkan untuk kita”

Walau nanda belum bisa menerima ucapannya Andra, tapi secara berlahan nafasnya mulai teratur dan sejenak melafal kan doa

“Tuhan, jika bersamaMu fairus akan terbebas dari rasa sakit, ambillah..”

Andra membimbing ninda menuju Ruang NICU, ternyata dokter sudah menunggu mereka di pintu masuk.

“Bapak, Ibu..kami sudah melakukan yang terbaik, tapi Allah lebih mencintai bidadari Bapak, Ibu..”

Ninda sudah tidak dapat mendengarkan kalimat terakhir dokter, tubuhnya sudah tidak mampu menyangga beban yang teramat berat ini. Andra memeluknya erat dan membawanya ke sudut beranda. Mereka berpeluk erat, tanpa air mata, tanpa kata. Karena tak satupun kata dan air mata yang masih mereka miliki. Tak ada kata yang mampu mewakili luka ini. Dan semua menjadi hening . Dalam keheningan ninda berpasrah, tapi keegoisannya sebagai manusia tidak ingin kehilangan. Tidak mau kehilangan semua harapan dan rencana kehidupan yang telah disusun bersama fairus. Dia tahu takdir ini akan melepaskan fairus dari rasa sakit, dia tahu andaikan sembuhpun hari hari fairus nanti tidak akan mudah. Tapi kehilanga ini begitu menyakitkan..

Butuh ratusan hari bagi ninda untuk bisa menerima kehilangan ini. Dia masih kerap menatap langit mencoba berbicara pada tuhannya. Mencoba mencari jawab atas kehilangan kedua kalinya. Mencoba protes pada tuhannya karena sia seolah olah sebagai seorang pendosa yang harus dihukum dengan kedukaan. Hingga suatu malam dalam tidurnya fairus dan Prita, kakaknya, hadir dalam mimpinya . Mereka berlarian di taman yang begitu indah dengan aliran air yang jernih di bawahnya. Fairus tertawa dengan riangnya tanpa selang dan tanpa rasa sakit. Nindapun terbangun.Ninda menangis terguguh, “inikah jawabanmu Tuhan. Inikah takdirMu untukku. Betapa indahNya ketentuanmu untuk anak anakku. Ampuni aku yang tidak pernah memahami bahasaMu” isaknya lirih. Diambilnya air wudhu. Dia sudah tidak sabar untuk bermesraan kembali dengan tuhanNya yang sudah begitu lama dia tinggalkan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Menyentuh sekali....kita saling menyemangati ya mbakyu keren..untuk menuangkan stok 21.000 kata perhari sebagian dalam bentuk tulisan...he he he!

16 Feb
Balas

Siyappp dinda paling keren

17 Feb

Masyaallah, kehilangan memang teramat sakit, namun takdir Tuhan itu yang terbaik.ieren Bund. Sukses selalu dan barakallahu fiik

16 Feb
Balas

inggih bund....butuh proses

16 Feb

sangat kuat dirimu Vi....

16 Feb
Balas

He..he..he...semoga selalu begitu

17 Feb

He..he..he...semoga selalu begitu

17 Feb

He..he..he...semoga selalu begitu

17 Feb

Hikhiks... is it your lovely daughters' true story Mbakku? Terharu sangaaaat... tapi kuyakin semangat 'tuk terus mendoakan mereka berdua kini menguatkanmu...#nulis... nulis.. nulis... aku baru mulai lagi ni Mbak...

16 Feb
Balas

i loveeee uuuuuu, sooooooo much, dek

16 Feb



search

New Post