Nyimas Sitihartati

Nyimas sitihartati Lahir di Pagar Alam Sumatera Selatan Berprofesi Pendidik di SMPN 3 Cilacap Dua tahun terakhir telah menghasilkan 10 ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Arogan
Tangis54

Arogan

Arogan

Ratih diam tak bergeming, sudah tak ada lagi air mata yang mengalir ataupun menetes, mungkin hatinya sudah mati, atau rasa dihatinya sudah mati.

Ini bukan pertama kalinya, tapi sudah berkali-kali kalimat yang sama ia dengar, diusir oleh laki-laki yang disebut suami, tiap kali Yadi suaminya marah murka, baik persoalan rumit maupun sederhana ujungnya tak bisa ia kendalikan maka, selalu senjata yang ia gunakan kata "mengusir" .

Berkali-kali Ratih menerima kalimat kasar ini, awalnya pukulan yang sangat menyakitkan buat Ratih, berhari-hari ia menangis, tak percaya laki-laki yang meminangnya dua puluh tahun lalu, bisa melontarkan kata-kata kasar mengusirnya, seakan ia barang tak berharga. Begitu saja dibuang jika sudah tak suka.

Kali lain anaknya juga menerima perlakuan yang sama, sepertinya kata-kata "mengusir" Menjadi senjata yang selalu digunakannya.

Kali ini terulang lagi, masalah komunikasi yang seharusnya bisa dibicarakan baik-baik tapi menjadi keributan yang berulang. Kalimat "mengusir" Keluar kembali dari mulutnya, menunjulkan kekuasaan, tapi akan semakin terlihat kekerdilan sebagai seorang pemimpin rumah tangga.

Rasa hormat seakan hilang lenyap, berganti kebencian dan rasa kecewa. Sikap arogan dan kekuasaan yang ditunjukkan bukan menumbuhkan rasa takut dan hormat dari Ratih serta anak-anak tapi perasaan aneh, terlihat ketidak dewasaan dan kesombongan, merasa paling berkuasa bisa melakukan apapun pada orang yang dibawa kekuasaannya.

Ach, kalau bukan kasihan dan aturan agama, Ratih sudah memilih pergi, benar-benar pergi dari kehidupan Yadi, laki-laki kasar yang tak memiliki hati.

Hari kehari hanya kecewa terus meninggi, Ratih terus memupuk hatinya untuk bersabar dengan apapun sikap Yadi terhadap ia dan anak-anak.

Satu tahun belakangan ini Yadi tak lagi memberinya nafkah, jika memberi sangat sedikit hanya cukup membayar uang sekolah wisnu. Kebutuhan yang lain, Ratih yang harus menanggung.

Entahlah apa yang ada dipikiran suaminya itu, Ia punya penghasilan dari beberapa usaha yang ia miliki. Tapi ia sungkan mengeluarkannya untuk anak dan istrinya.

Ratih selalu berdoa, mohon Allah memberinya kekuatan, keikhlasan, kesabaran. Ratih selalu berkata " Rizki itu dari Allah, bukan dari Yadi suaminnya " Maka Ratih hanya memohon pada Allah rizkinya diluaskan, agar ia bisa membiayai anak-anaknya sekolah.

Baginya sudah tak penting memohon pada Yadi, hanya kekecewaan yang akan ia terima, biarlah urusan Yadi pada Tuhan, ia yang akan mempertanggung jawabkan kezholimannya suatu hari di depan Allah.

Ratih ingin mempersoalkan hal-hal yang makin membuatnya kecewa, sedih dan terluka. Biarlah semua ini menjadi urusan Allah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen ok

18 May
Balas



search

New Post