Ezanti Nur Amelia

Just an amateur...

Selengkapnya
Navigasi Web
Hanya cerita

Hanya cerita

(cerita perempuan diantara karir, gelora, dan keluarga)

Malam masih nyaman dengan kesunyiannya. Di penghujung Dzulhijah rembulan belum menampakkan batang hidungnya. Langit hanya berisi gemintang beriring dengkuran jangkrik dan sunyi kepak burung hantu. Di tengah keheningan yang begitu khidmat, terduduk sesosok wanita di atas sajadahnya dengan mukena yang basah oleh air mata. Kidung-kidung pengharapan terucap, mutiara doa yang disemogakan mengisi ruang batinnya. Ini bukan hanya tentang dirinya. Semua berisi tentang keluarga, suami, buah hati, juga semua hajatnya.

“Begini saja, lah. Anda bisa jadi koordinator konsumsi. Saya tahu anda mungkin bisa menjadi ketua panitianya, tapi saya rasa itu bukan jabatan yang pas buat wanita.” Begitulah perkataan bapak kepala sekolah di rapat siang hari ini.

“Tapi, pak. Saya rasa bu Tuti lebih dari mampu menerima tanggungjawab itu. Beliau punya kompetensi yang bagus untuk mengonsep acaranya.” Pak Jonathan mencoba menyanggah.

“Ya kalau soal mengonsep, tentu bu Tuti bisa membantunya. Toh itu bukan hal yang susah. Tinggal siapa yang akan memberikan sambutan sebagai ketua panitianya. Lagipula, Pak Solihun ini kan juga mampu menjadi ketua panitianya.” Lanjut sang kepala sekolah. Ruangan rapat itu hanya terisi keheningan. Dimata pemimpin patriartis itu, tidak ada lagi yang perlu dibahas, tak perlu diubah.

“Sudah, lah. Rapat pembentukan panitia ini saya cukupkan sekian. Pokoknya saya mau nama pak Solihun tertulis sebagai ketua. Acara sebesar ini kok dipimpin perempuan. Selebihnya, kalian bisa susun sendiri nama-namanya.” Rapat selesai dengan ganjalan besar dalam benak bu Tuti. Andai dan beribu andai lain yang silih berganti memenuhi pikiran. Tapi biarlah. Toh, kinerja tidak ditentukan dari frasa yang ada dibawah namanya.

---

Jalanan ramai. Iring-iringan mobil selepas subuh ini melintas. Tujuannya adalah gedung serbaguna di ibukota kabupaten sana. Menempuh waktu lebih dari satu jam, yang di dalam mobil masih terlihat kebas wajah baru bangunnya berusaha mempertahankan mata membuka. Di sepanjang perjalanan bertukar segalanya. Gincu, bedak, lemper, minum, salak. Apapun. Bahkan berbagai ide dan pemikiran. Sesampainya di tujuan, tidak ada lagi waktu untuk berleha. Acara ini harus dipersiapkan sesempurna mungkin. Tamu besar akan tiba. Banyak perempuan lain menunggu pagelaran ini dengan sangat antusias. Jangan ada kecewa di hati mereka. Begitulah visi dan semangat yang memenuhi benak.

Acara kali ini bisa dikatakan sukses. Promosi program baru dan triwulanan berjalan sempurna. Tribun-tribun penuh dengan perempuan berseragam hijau. Hiburan dari kelompok ibu-ibu lokal berhasil mengundang gelak tawa hingga tangis haru. Sesi pengajian pun tetap menyedot antusiasme penonton. Bu Tuti yang sesekali mengintip dari belakang panggung tersenyum lebar. Diamatinya wajah-wajah cerah dari para yang hadir, gelak tawa yang renyah, dan sorot mata penuh antusiasme. Tak lupa juga beberapa mulut yang menguap selama sesi pengajian berlangsung.

“Keren juga, ya, jen acara kali ini.”

“Iya. Ibu-ibune juga pada ketawa pas drama. Malah ada juga yang nangis pas mbah Munahe kasih wasiat.”

“Konsep acara sama drama kali ini bagus pake banget. Ya ngga bu Tuti?”

“Ya, kan, karna njenengan pada bantu. Makanya bisa sebagus ini.”

“Halah, ngga usah merendah gitu. Kita loh Cuma bantu ngoceh.”

Tawa ketiganya beradu di udara. Memenuhi mobil hijau yang kini mengantar mereka pulang. Matahari di barat sudah tenggelam ke pelukan cakrawala.

Layar kotak di dinding menampakkan berbagai hal. Acara hiburan yang diselingi berbagai promosi produk. Dua anak bu Tuti hanya sibuk memandangi layar ponsel masing-masing.

“Makan sama apa, bun?” tanya salah satu anaknya begitu bu Tuti terduduk di sofa ruang keluarga.

“Maunya sama apa?” bu Tuti bertanya balik.

“Adanya apa?”

“Ya ngga ada apa-apa. Bunda aja baru sampe rumah.” Hanya hening sampai bu Tuti kembali kamarnya untuk berganti baju. “Cepet, mumpung belum kemaleman. Soto di depan mau?” pertanyaan itu hanya dijawab ‘hmm’ singkat dari keduanya. Bu tuti menuju ke kedai soto depan rumah dengan daster cungklang dan jaket hangatnya. Memesan tiga porsi soto lamongan lengkap dengan nasi.

Dua pasang piring dan mangkok segera tandas. Bu Tuti bergantian dari piring si sulung ke mangkok si bontot. Dari piring si bontot ke mangkok si sulung. Satu porsi yang masih terbungkus rapat itu jatah Abah yang baru pulang dari dinas luar kotanya. Juga tak butuh waktu lama untuk dasar mangkok terlihat. Hanya menyisakan tulang. Pukul sembilan. Bu Tuti undur diri ke kamar, segera bersiap menutup harinya.

Abah, yang baru selesai membersihkan diri bersiap bergabung dengan pujaan. Dirangkulnya tubuh bu Tuti dari belakang. Wajah dengan janggut lebatnya mengecup tengkuk bu Tuti mesra. Dalam bisikan halus dia bertanya.

“Hari ini capek, bun?” yang ditanya ber-hmm singkat. Matanya sudah dari tadi terpejam. “Nda ada jatah untuk abah?” tanya abah genit.

“Besok-besok aja gimana, bah? Hari ini bunda capek banget.”

Sepintas kecewa tergambar di wajah pria empat puluh tahunan itu. Disusul kemudian dengan helaan napas panjang yang tentu saja terasa oleh bu Tuti.

“Ya sudah. Besok-besok, jangan cuma capeknya yang dibawa, ya. Jatah abah jangan lupa.” Tanpa disadari, perkataan yang meski dibalut dengan nada seperti di-bocah-kan itu tetap membuat bu Tuti mengernyit hatinya. Sudahlah. Malam kian meninggi, hari ini sudah waktunya ditutup. Dibawah selimut yang satu itu mereka hanya bisa berpelukan dan saling menggandeng tangan mesra. Hari ini terlalu melelahkan untuk dilanjutkan.

Malam masih nyaman dengan kesunyiannya. Di pertengahan Rajab purnama elok menggantung di langit yang bertemankan gemintang dan beriring dengkuran jangkrik juga sunyi kepak burung hantu. Di tengah keheningan yang begitu khidmat, terduduk sesosok wanita di atas sajadahnya dengan mukena yang basah oleh air mata. Bu Tuti kembali mengulang kidung-kidung pengharapan yang terucap, mutiara doa yang disemogakan mengisi ruang batinnya. Ini bukan hanya tentang dirinya. Semua berisi tentang keluarga, masa depan, juga semua hajatnya. Semua pengaharapan akan kebaikan dan kebajikan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantapp mas ezan, ditunggu karya selanjutnya

24 Nov
Balas

Kita support terus mas ezan, semangat dah pokoknya mas ezan

25 Nov
Balas



search

New Post