Sigit Priyo Prasetyanto

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Gadis Sederhana
Gadis sederhana itu namanya Najwa

Gadis Sederhana

Seperti kebiasaan di desa-desa lainnya jika waktu sore para pemuda berkumpul dengan beragam aktivitasnya. Pun begitu dengan pemuda Dusun Mawaranom tempat tinggalnya Jumakir. Jumakir bersama dengan teman-teman sebayanya biasa bemain bola di lapangan dusun. Lapangan yang awalnya adalah tanah kas untuk pak kepala dukuh oleh pemuda diminta untuk dijadikan lapangan. Dan hal itu disetujui dan diijinkan oleh pak Kepala Dukuh.

Di tengah asyiknya mereka bermain bola, tak berselang lama terlihat dari kejauhan seorang anak kecil berusia kurang lebih sepuluh tahun berlari mendekat. “Mas Jum….Mas Jum…,” teriaknya. Jumakir pun menepi dan mendekati anak kecil yang ternyata adalah adiknya, Wandi namanya.

“Ada apa, Ndi?” tanya Jumakir sembari menyeka keringat yang membasahi wajahnya dengan handuk kecil. “Ada tamu, Mas. Nyari Mas Jum katanya,” lanjut Wandi.

“Tamu? Siapa?” Jumakir semakin penasaran siapa sore-sore begini bertamu mencarinya.

Bergegas Jumakir dan Wandi pulang. Sesampainya di halaman rumah, Jumakir melihat dua orang wanita sedang berbincang di teras rumah. Dua wanita dengan tinggi yang hampir sama dan usia juga terlihat hampir setara. Hanya satu yang Jumakir kenal. Dia adalah adik angkatan saat di kampus, Nana namanya. Terus yang satunya gadis dengan paras yang cantik …ah entahlah Jumakir tidak kenal. Jumakir langsung menghampiri mereka meski saat itu ia hanya memakai celana pendek dan kaos yang kotor.

“Eh Nana, tumben nih. Ada apa?” Jumakir mengawali pembicaraan dengan tamu-tamunya.

“Aku mau pinjam kamus bahasa inggrismu yang lengkap, ada to, Mas?” Nana menyampaikan maksud kedatangannya.

“Ada sih, sebentar ya!” Jumakir bergegas ke dalam mengambil kamus yang Nana maksud. “Inikah?” tanya Jumakir sambil menyodorkan kamus tebal yang sangat lusuh. Di ujung sebelah atasnya sudah robek dimakan rayap.

“Iya, mas. Aku pinjam dulu ya? Besok kalau sudah selesai aku kembalikan.” Nana menerima kamus yang diberikan Jumakir.

“beres, gak apa-apa.” Sahut Jumakir.

Tak lama setelah itu, mereka berdua bergegas pamit karena waktu sudah semakin petang dan langit sudah semakin gelap.

Malam harinya, Jumakir ditemani secangkir kopi hitam dan sepiring pisang goreng buatan ibunya. Saat suasana hening tiba-tiba terlintas dipikiran Jumakir sosok gadis teman Nana yang datang sore tadi. Gadis yang anggun, sederhana dan tak banyak bicara itu tiba-tiba hadir mengisi keheningan malam Jumakir.

Bersambung…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post