Malam harinya, Jumakir ditemani secangkir kopi hitam dan sepiring pisang goreng buatan ibunya. Saat suasana hening tiba-tiba terlintas dipikiran Jumakir sosok gadis teman Nana yang datang sore tadi. Gadis yang anggun, sederhana dan tak banyak bicara itu tiba-tiba hadir mengisi keheningan malam Jumakir.

Tanpa berpikir panjang, Jumakir segera mengambil handphone yang ada di meja. Ia cari nama Nana di sana. Segera ia telpon Nana sembari menyeruput kopi hitam yang sudah siap di meja.

“Malam, Nana,” Jumakir memulai basa-basinya. “Gimana sudah sampai mana tugasnya tadi?”

“Malam juga, Mas. Waduh maaf saya belum mulai. Ini saja baru nyampe rumah.” Suara Nana lirih diujung telpon.

“Lha koq jam segini baru pulang? Padahal tadi dari rumahku masih sore lho?” timpal Jumakir.

“Iya, Mas, tadi harus antar pulang Najwa dulu.” Nana coba memberi alasan.

“Najwa siapa?” tanya Jumakir.

“itu lho temanku yang tadi sore aku ajak ke rumahmu.” Nana merespon.

“oooo Najwa namanya. Cantik juga namanya secantik orangnya,” Jumakir merubah posisi duduknya.

“Na, ngomong-ngomong Najwa sudah punya pacar belum?” Jumakir sudah mulai ke arah yang serius memberikan pertanyaan ke Nana.

“Hayo…. Ada kesan di pandangan pertama nih, memangnya kenapa, Mas?” Nana coba menggoda Jumakir. “Mas Jum suka ya?” timpal Nana berikutnya membuat Jumakir salah tingkah.

“Entah kenapa malam ini tiba-tiba terbesit dalam pikiranku wajah ayu temanmu tadi, Na. Minta nomor telponnya dong!” pinta Jumakir pada Nana.

“oke deh nanti saya smskan nomornya,” jawab Nana. Dan tak berselang lama Nana mengirimkan nomor telpon Najwa kepada Jumakir.

“Terima kasih, Nana,” ucap Jumakir dengan penuh kegembiraan.

Bersambung…