Kepergian Sang Guru
Semenjak memiliki anak, Jumakir menetap di rumah mertuanya. Ia tinggalkan temapt tinggal yang selema ini ia dibesarkan. Ada perasaan sedih di hati keluarga Pak Marto. Tapi inilah kehidupan, Pak Marto menyadari dan berharap kebahagiaan selalu menaungi anaknya. Mau tidak mau Pak Marto harus menyuruh anak pertamanya, Sarwoto untuk menentap di rumah.
Seiring berjalannya waktu dengan usia yang semakin menua, kesehatan Pak Marto semakin menurun. Berulang kali terdengar batuk yang teramat menyesakkan dada dari dalam kamar Pak Marto. Sarwoto mencoba untuk membujuk bapaknya berobat. Tapi tetap saja keinginannya ditolak.
“Pak, sebaiknya bapak berobat untuk mengetahui sakit yang bapak alami.” Ajak Sarwoto kala itu.
“Tidak, Le. Aku takut kalau berobat terus dokter memvonis penyakit yang aneh-aneh.” Diusap-usap dadanya setiap kali batuk melanda.
Waktu terus berlalu, batuk Pak Marto semakin menjadi. Bahkan tak jarang Pak Marto mengeluarkan darah di sela-sela batuknya. Sarwoto dan Bu Marto tak kuasa menahan kesedihan yang mendalam. Akhirnya mereka berdua sepakat memberitahukan keadaan bapaknya kepada Jumakir.
“Bu, sebaiknya Jumakir diberitahu dengan keadaan bapak seperti ini. Siapa tahun kalau yang membujuk Jumakir, bapak bersedia berobat.” Pinta Sarwoto kepada ibunya yang tengah membereskan pakaian kering hasil cucian tadi pagi.
“Ya, sebaiknya begitu. Hubungi sekarang saja. Aku tidak tega dengan keadaan bapakmu.”
Sarwoto segera mengambil telepon genggamnya. Lalu ia telepon Jumakir segera.
“Assalamu’alaikum, Kir.” Sapa Sarwoto memulai pembicaraan.
“Wa’alaikumussalam, Kang. Ada apa ini koq tumben menelepon?” suara Jumakir terdengar lirih di ujung telepon Sarwoto.
“Ini bapak sakit. Tapi aku bujuk berobat tidak mau. Kamu ke sini sekarang siapa tahu kalau kamu yang membujuk, bapak bersedia berobat.” Ujar Sarwoto merubah posisi duduknya.
“Iya, Kang,” sahut Jumakir.
Bergegas ia menemui istrinya menyampaikan apa yang baru saja diterimanya. Jumakir mengambil jaket hitam lusuh yang selama ini ia pakai kala berkendara. Satu-satunya jaket yang ia miliki. Kunci motor yang tergantung di paku dinding rumahnya tak lupa ia ambil. Ia segera berangkat ke rumah orangtuanya.
Sesampainya di sana, dilihatnya bapaknya terbaring lemas di tempat tidur. Badannya yang dulu gemuk kini tinggal tulang berbalut kulit keriput.
Ia antarkan bapaknya berobat bersama dengan Bu Marto dan Sarwoto, kakaknya. Pak Budi yang dulu mengantarkan Najwa kala melahirkan dimintai tolong ikut mengantarkan dengan mobilnya.
Sesampainya di rumah sakit Pak Marto langsung diperiksa di UGD. Dokter memeriksa secara detail. Dan hasil yang keluar sangat mencengangkan. Dokter menyatakan Pak Marto mengidap sakit TBC stadium 4. Dokter menyarankan untuk rawat inap. Bu Marto hanya bisa pasrah dengan keadaan suaminya.
Akhirnya Pak Marto menjalani rawat inap. Setelah persyaratan dilengkapi, Pak Marto dibawa ke bangsal yang telah disediakan.
“Bu, maafkan aku telah merepotkan kamu dan anak-anak. Inilah yang aku takutkan selama ini jika aku berobat, ujar Pak Marto.
“Sudahlah, Pak. Jangan berpikir yang macam-macam. Yang terpenting bapak sembuh bisa berkumpul lagi dengan keluarga di rumah.” Bisik lirih Bu Marto.
Malam itu waktu berjalan begitu lambat. Bu Marto, Sarwoto dan Jumakir menunggui Pak Marto yang terbaring diiringi batuk yang kian menjadi. Keesokan paginya sebelum waktu subuh tiba, hal yang tidak disangka-sangka terjadi,
Pak Marto batuk sembari mengeluarkan darah yang begitu banyak. Kepanikan menyelimuti seisi ruangan itu. Jumakir bergegas menuju ruang perawat untuk memberitahukan yang terjadi.
Sesampainya di ruang tempat Pak Marto di rawat, perawat dan dokter segera memeriksa keadaannya yang saat itu sudah terdiam. Segala upaya telah dilakukan oleh dokter dan perawat. Hingga akhirnya dokter menyatakan bahwa Pak Marto telah meninggal dunia.
Tangis kesedihan pecah, Bu Marto, Sarwoto dan Jumakir menangis sembari memeluk tubuh Pak Marto yang terbujur kaku. Jumakir kehilangan sosok guru terhebat.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar