Si Cantik Hilya
Sebelas bulan usia pernikahan Jumakir dan Najwa. Usia yang masih tergolong muda. Keharmonisan dan sikap romantis Jumakir dan Najwa masih terasa dalam kehidupan sehari-harinya. Terlebih-lebih kini Najwa sedang mengandung anak pertama di usia kehamilan sembilan bulan.
Pagi itu Najwa merasakan perutnya yang teramat sakit. Menurut Bu Marto, sudah saatnya bagi Najwa melahirkan. Jumakir bergegas menemui Pak Budi tetangganya yang juga sopir angkutan umum. Untung saja pak Budinya masih di rumah.
“Assalamu’alaikum, Pak Budi,” tergopoh-gopoh Jumakir mendekati Pak Budi yang saat itu masih santai di depan rumahnya.
“Wa’alaikumussalam, Mas Jum. Ada apa ini? Tumben koq belum berangkat kerja?” Pak Budi coba menerka-nerka apa yang terjadi.
“Begini, Pak Budi, istri saya sepertinya mau melahirkan. Saya mau minta tolong diantarkan ke rumah sakit. Bisa kan?” pinta Jumakir memelas. Tampak sekali rona kecemasan di wajah Jumakir.
“Oh bisa Mas. Ayo!” Pak Budi bergegas menuju mobil yang sudah terparkir di depan rumah.
Kurang lebih setengah jam perjalanan dilalui. Sampailah mereka di rumah sakit yang dituju. Perawat-perawat berbaju putih segera menghampiri mobil pak Budi. Najwa masih terus merintih. Perawat segera membawa Najwa ke dalam ruang persalinan. Jumakir dan Pak Budi hanya diperbolehkan menunggu di luar.
Jumakir hanya berjalan mondar-mandir di ruang tunggu. Perasaan cemas galau resah campur aduk jadi satu. Terlebih waktu yang berjalan begitu lama.
Tiba-tiba sayup terdengar dari dalam ruangan suara bayi menangis. Hati Jumakir semakin penasaran dan ingin segera menemuinya.
Pintu terbuka, seorang dokter wanita berkerudung putih, dokter Hana namanya. Jumakir tahu dari tagname yang ada di baju dokter itu.
“Bagaimana, dokter?” tanya Jumakir dengan penuh kecemasan.
“Alhamdulillah, anak bapak sudah lahir dengan selamat. cantik seperti ibunya. Selamat ya, Pak.” Dokter Hana menyodorkan tangannya memberikan selamat kepada Jumakir.
“Boleh saya ke dalam, dok?” pintanya dengan tidak sabar.
“Silahkan, Pak.” Dokter Hana mempersilahkan Jumakir masuk menemui istri dan anaknya.
Di dalam suasana haru menyelimuti kebahagiaan keluarga kecil itu. Jumakir langsung memeluk Najwa.
“Terima kasih, Sayang. Engkau telah memberikan kado terindah di hari ini. Anak kita cantik seperti kamu.” Jumakir memandang Najwa dengan kebahagiaan.
“Akan kita beri nama siapa, Mas?” tanya Najwa.
“Bagaimana kalau kita beri nama Hilya Putri Jumawa?” usulnya kepada sang istri yang sedari tadi menunggu jawaban.
“Apa artinya, mas? Najwa penasaran dengan nama yang diusulkan suaminya.
“Hilya artinya perhiasan. Jumawa dari nama kita berdua, Jumakir dan Najwa. Jadi artinya perhiasan putri jumakir dan najwa. Kurang lebihnya begitu.” Jumakir sesekali mengusap kepala si kecil yang tengah tertidur.
“Aku setuju, Mas.” Senyum manis kebahagian Najwa terpancar diselingi anggukan kepala tanda setuju.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar