Will You Marry Me #Part2
Waktu yang dinantikan Jumakir pun tiba. Sepulang kerja, Jumakir bergegas ke Warung Mie Ayam Paha Pak Samingun, salah satu warung makan terfavorit di tengah kota Sekarwangi. Sesampainya di lokasi, Jumakir memarkirkan motornya di bawah pohon talok yang ada di halaman warung. Dia masih duduk di atas motornya sambil menunggu kedatangan Najwa.
Lima menit berlalu, Najwa tak kunjung datang. Perasaan cemas mulai menghantui Jumakir. “Apa iya Najwa tak jadi datang?” gumam Jumakir. Belum sampai terjawab pertanyaan Jumakir, terlihat dari kejauhan Najwa dengan motor Supranya. Ia memakai jaket trendi yang pas dengan warna motornya. Jilbab menjurai yang menambah kecantikan paras Najwa siang itu. Hati Jumakir semakin berdetuk kencang, entah bagaimana ia mau memulai pembicaraan.
“Assalamu’alaikum, Mas,” suara merdu Najwa menyapa Jumakir.
“:Wa’alaikumussalam, Najwa,” sahutan Jumakir menjawab salam Najwa.
“Mau makan dan minum apa, Najwa?” lanjut Jumakir.
“Ikut Mas Jum saja,” Najwa melepas jaket dan helmnya. Ia taruh keduanya di atas motor yang ia parkir di samping kanan motor Jumakir.
Mereka berdua bergegas masuk. “Mas, mie ayam paha 2 porsi dan es tehnya 2!” Jumakir memesan makanan dan minuman ke pelayan warung.
“Siap, Pak.” Jawab lelaki berperawakan sedang berambut cepak memakai kaos putih bertuliskan Mie Ayam Paha Pak Samingun Uenaaaaak lho.
Tak berselang lama, dua mangkok mie ayam dan dua gelas es teh disuguhkan pelayan warung. “Monggo, Mas. Selamat menikmati,” sapa pelayan warung.
“terima kasih, Mas,” Najwa menyahut si pelayan dengan ramah. Senyumnya terlempar begitu saja. Ya begitulah sikap keramahan Najwa yang membuat hati Jumakir tergoda.
Selesai mereka makan, mulailah Jumakir menyampaikan maksudnya.
“Najwa, aku bingung harus mulai ngomong dari mana,” Jumkair mencoba mengawali obrolan sembari menggaruk-garuk kepalanya yang sebetulnya tidak gatal. Grogi atau apalah namanya.
“Kenapa mesti bingung, Mas. Ngomong saja aku siap mendengarkan,” Najwa mengambil tisu dan dia usapkan ke bibir mungilnya.
“begini… kamu tahu kan kita sudah berteman selama satu tahun terakhir ini. Dan aku merasa sangat nyaman jika berbincang denganmu. Apa yang kita bicarakan selalu nyambung.” Jumakir menghela nafas dalam-dalam. Ditatapnya wajah Najwa di seberang meja makan. Terlihat ada rona kegelisahan dari Najwa. Najwa mulai berpikir kalau Jumakir akan menyatakan cintanya. Perasaan yang selama ini Najwa rasakan kepada Jumakir sepertinya tidak akan bertepuk sebelah tangan.
“Najwa, perasaan ini bukan main-main tapi aku tidak bisa menjadikanmu sebagai pacarku…” Jumakir melanjutkan ucapannya.
Bak petir di siang hari nan terik, begitulah Najwa mendengar ucapan Jumakir. Matanya mulai berkaca-kaca. Sesekali ia usap untuk menutupi kesedihannya.
“Tapi Najwa….jauh dari itu semua. Aku ingin menjadikanmu sebagai istriku, ibu dari anak-anakku kelak. Najwa, Will you marry me?” tanya Jumakir sembari membuka kado merah berisikan cincin.
Mata Najwa yang sedari tadi berkaca-kaca tak kuasa menahan. Perlahan-lahan air matanya pun menetes. Tapi yang Najwa rasakan kini tak lagi kesedihan. Itu adalah tangis bahagia. Ia anggukkan kepalanya tanpa berfikir panjang karena ia tahu betul siapa Jumakir.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar