Pamula Trisna Suri

Lulusan dari FIK UNY tahun 2009, lahir di Purworejo dan tumbuh besar di kota berhati nyaman, Yogyakarta. Merantau ke Pulau sumbawa selama kurang lebih li...

Selengkapnya
Navigasi Web

P U T R I

Cerbung : #Putri (1)

Namaku Putri, tapi nasibku jauh dari nasib seorang putri. Entah kenapa orang tuaku memberi nama itu, padahal mereka hidup pas-pasan bahkan terkadang kekurangan.

Aku anak pertama dari lima bersaudara, bapak seorang tukang becak dan mamak seorang tukang sapu jalan. Kami tinggal di rumah petak dengan dua kamar, satu kamar mandi, dapur dan sedikit sisa ruangan untuk tamu. Biaya sewa perbulan lima ratus ribu rupiah, terhitung murah jika dibandingakan yang lain.

Letak rumahku disudut kota menjorok ke arah sungai, beberapa tumpukan sampah tergelek disana. Cat tembok berwarna orange itu sudah pudar dan mengelupas, lantai bersemen mulai terkikis dan berlubang membuat rumah itu seperti tak berpenghuni.

Usiaku kini 14 tahun, adekku berusia 10 tahun, 8 tahun, 4 tahun dan yang paling kecil 1 tahun. Kami berlima saling menjaga satu sama lain, terutama aku. Sebagai anak paling besar akulah yang memastikan kebutuhan adik-adikku terpenuhi.

Pukul setengah enam pagi mamak sudah dengan seragam orangenya menunggu mobil pick up menjemputnya menuju jalanan tempatnya menyapu, sedangkan bapak pukul enam pagi mulai berjalan menuju rumah pemilik becak motor untuk mencari penumpang.

Pagi itu semua sudah beres, kedua adikku sudah berseragam merah putih dan jalan kaki menuju sekolahnya. Kudua adikku yang masih kecil sudah kumandikan dan sudah sarapan, akupun sudah rapi dengan seragam putih biruku.

Waktu menunjukan pukul 06.55 menit, acik yang menjaga adikku belum datang juga. Hingga akhirnya pukul 07.15 acik tidak datang kulepas seragamku dan kuputuskan untuk tidak ke sekolah hari ini.

Seseorang mengetuk pintu, itu pasti mamak. Sudah hal yang biasa dia melihatku tak pergi sekolah, pasti karena acik tidak datang. Biasanya itu karena upah menjaga adik belum dibayar.

"Gak sekolah kau, Put?" tanya mamak basa basi.

"Gak datang acik tuh. Tak mungkin adek kutinggal sekolah, mak!" kataku sambil mengayun si kecil.

Mamak membersihkan badannya dan segera mengambil si kecil dan menyusuinya.

"Mak, bayarlah acik tuh. Aku udah dua kali gak sekolah bulan ini."

"Nanti coba mamak minta bapakmu, semoga penumpangnya banyak hari ini. Sabar dulu kau, ya?"

"Iya, mak! Ada mamak punya uang?"

"Untuk apa rupanya?"

"Iuran beli cat tembok dan gorden untuk kelas, mak. Tinggal aku aja yang belum bayar. Gak enak aku sama teman-temanku."

"Berapa?"

"Iuarannya sepuluh ribu, ini aku udh sisihkan dari uang belanjaku dapat lima ribu, kurang lima ribu lagi, mak."

Mamak mengambil uang lima ribuan dari dompetnya dan diserahkan kepadaku.

Keesokan harinya kuserahkan iuran kepada bendahara kelas. Bel masuk berbunyi kami berbaris di depan pintu menunggu kedatangan guru. Setelah disiapkan , ketua kelas memilih barisan yang paling rapi untuk masuk kelas terlebih dahulu. Satu persatu bersalaman dengan guru sebelum memasuki kelas.

Kami duduk dengan tertib kemudian berdoa, membaca surat-surat pendek dan menyanyikan lagu indonesia raya. Kebetulan saat itu pelajaran Matematika, Buk Sri yang mengajar sekaligus wali kelasku.

"Putri, kenapa kemarin tak datang kau? Udah dua kali alpamu bulan ini," tanyanya dengan logat medan.

"Saya jaga adek bu,"jawabku lirih.

"Ibumu kemana, kok kau yang jaga adekmu?"

"Ibuk kerja, bu."

"Bapakmu?"

"Kerja juga, bu."

"Lho, jadi biasanya sama siapa adekmu itu? Berapa memangnya usianya?" Kali ini Buk Sri datang mendekatiku.

"Ada acik yang jaga, tapi kemarin tidak datang," jawabku meyakinkan.

"Oohh, besok lagi sms atau telpon ibuk kalau ijin. Sekali lagi alpa, kena panggil orang tuamu."

"Ya, bu."

Buk Sri gak tahu kalau kami tidak mempunyai handphone, nomor telephon yang tertera pada biodata diri bukan nomor bapakku, tapi jurangannya.

Bersambung ~~~

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terasa aroma Medannya. Koq bisa bu guru ? Ditunggu lho kelanjutan ceritanya. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, bu guru.

05 Nov
Balas

Hee. Belajar dr ibu. Terimaksih bu, jika ada kesalahan mohon bimbingannya.

06 Nov



search

New Post