Kudriah

Perempuan yang memiliki hobi membaca semesta dan buku, juga menulis. Dengan nama pena yang sering dipakai yaitu Pena Almujahidah....

Selengkapnya
Navigasi Web

Cerita Anak SD

Salah satu siswa SD kelas 5 bercerita tentang dirinya yang selalu dimarahi ibunya di rumah. Dia dituntut menjadi anak yang sempurna dalam segala hal. Jika sedikit saja malas belajar, ibunya selalu memarahinya dengan teriakan dan bahasa yang kurang pantas. Di semester kemarin, dia juga sempat dimarahi karena rangking dua. Padahal rangking dua sudah sangat hebat menurutku. Tapi bagi ibunya itu masih kurang, karena seharusnya anaknya rangking 1.

Mendengar ceritanya dan gaya dia menirukan teriakan ibunya membuat aku meringis ngilu. Selain itu, yang membuatku ikut sedih adalah saat dia bercerita kalau dirinya selalu dibanding-bandingkan dengan anak-anak teman ibunya yang lebih baik dalam segala hal. Pasti tidak mudah baginya menjalani hari-hari di bawah tuntutan orang tua. Apalagi selalu dibanding-bandingkan. Perasaan itu membuat dirinya merasa tidak berharga. Padahal tidak ada dari kita yang mau dibandingkan bahkan dengan saudara kembar sekali pun.

Pernah suatu ketika dia menceritakan bahwa ibunya sangat ingin dia lahir pada tanggal cantik, hanya agar mendapat hadiah dari kantor tempat bapaknya bekerja. Ya salaam... Aku sampai tak habis pikir. Mengapa ada orang tua yang menjadikan anaknya sebagai alat beradu gengsi. Meskipun mungkin maksud orang tuanya itu baik. Tapi itu membuat anaknya tertekan. Si anak bilang, dia tidak berani membantah ibunya, tapi dia sendiri merasa lelah dengan segala tuntutan yang ditujukan padanya.

Aku memang belum menjadi orang tua, tetapi sedikit demi sedikit aku mulai belajar parenting lewat webinar, buku-buku, juga dari apa yang aku dengar dan saksikan langsung melalui orang-orang sekitar, termasuk cerita-cerita murid-muridku yang curhat. Mendengar cerita-cerita mereka membuat aku berpikir tentang bagaimana nanti aku menjadi orang tua, meskipun aku tidak tahu apakah akan sampai pada masa itu atau tidak.

Guruku pernah bilang, "Saat kau menjadi guru, jangan meminta murid untuk memahamimu. Karena mereka belum pernah menjadi guru. Saat kau menjadi orang tua, jangan pernah meminta anak untuk memahamimu karena mereka belum pernah menjadi orang tua. Karena tidaklah seseorang dapat memahami kita, kecuali mereka pernah ada di posisi yang sama sebelumnya." Kurang lebih begitulah yang dikatakan beliau. Kata-kata itu menbuatku merenung. Betapa seringkali aku sebagai guru menuntut dipahami oleh murid. Mungkin begitu pun orang tua yang ingin dipahami oleh anak. Padahal benar, anak-anak itu belum pernah berada di posisi kita.

Saat ini meskipun aku belum menikah, aku selalu berdoa semoga jika aku menikah dan menjadi orang tua, Allah menjadikanku istri dan ibu yang sholihan, mushlihah, dan bijaksana. Betapa aku ingin menjadi istri yang baik bagi suamiku kelak, juga ibu yang mampu mendidik anaknya dengan baik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa Bu kudriah.hebat

01 Jun
Balas

Terima kasih atas apresiasinya, Pak.

02 Jun



search

New Post