PENA NUSANTARA

Memberikan kontribusi informasi yang berbasis konten lokal tapi berwawasan global dan mendidik. Menjadi media online yang terkemuka dan profesional untuk...

Selengkapnya
Navigasi Web
Maafkan Aku Ummi Membuat Air Matamu Menetes

Maafkan Aku Ummi Membuat Air Matamu Menetes

Demi Allah Bukan Pukulan Cambuk Yang Menyakitkanku, Akan Tetapi Cucuran Air Mata Ibundanku yang Membuat hatiku Terluka”

Dalam sebuah waktu yang berputar di bawah cahaya langit sore, di antara gemuruhnya suara bising pengendara yang berlalu lalang yang terselip keributan dan kesusahan yang berakhir tangis dan canda yang berujung tawa. Mata Ini tersudutkan pada satu sosok yang mana membuat rasa dalam hati ini seakan-akan tersayat seketika, sesak dalam palung yang dirasa tak sanggup untuk ku tahan dalam melihatnya, senyuman yang terbaluri dalam bibir ini lalu kandas ditelan rasa luka yang ku rasakan, rasa tenangku yang terletak pada hati perlahan mulai memberontak pada satu titik ketidaknyamanan. 

Wahai ibunda, sedang apa kau disana? Mengapa kau tertidur hanya berbalutkan benang yang dirajut menjadi satu? Lalu mengapa lusuh sekali pakaian yang kau kenakan? Wahai ibunda, Siapakah yang tega meninggalkanmu pada lorong yang gelap ini, dan siapa yang rela membiarkanmu hidup dalam ketidaknikmatan dalam hidangan pagi siang dan soremu? Bahkan bisa saja kau tak menemui itu dalam jangka waktu yang tak diketahui. Tak sudi diriku melihatmu bertemankan sepi, yang ntah kau akan tinggal dimana, bisa saja lorong-lorong beratapkan jembatan, bisa saja di panti jompo yang ku rasa akan membuat dirimu asing dengan semua, atau mungkin tepi jalan yang dirasa olehnya panas sengatan matahari dan dinginnya malam, yang senantiasa menusuk tulang rapuhnya yang hampir saja merenggut nyawa tuanya. Ku rasa jika seperti itu, hidupmu dipenuhi oleh himpitan perasaan yang mencekam, tanpa anak, cucu, ketenangan, rasa aman, cinta dan kasih sayang serta kebahagiaan, yang seharusnya kau nikmati dalam masa tua mu.

Melihat kedua orang tuanya yang sudah tua lagi renta, menangis di sudut ruangan panti jompo, mengemis di pasar-pasar, di jalan-jalan, menjadi gelandangan, dan sebagian lagi dari mereka ada yang membanting tulang demi mencari sesuap makanan di atas punggungnya yang sudah rapuh dimakan usia. Padahal dibalik kepedihan yang mendalam, mereka mempunyai sosok anak yang memiliki tubuh sehat lagi kuat dan harta yang berlimpah ruah.

Lantas diriku teringat oleh perkataan seseorang, dalam perkataannya ia berucap.

“Sebelum jasad ibu yang melahirkanmu diletakkan dalam kuburnya, diharuskan bagimu untuk berbuat baik kepadanya dengan berbaluri akhlak mulia. Karena semua kebaikan yang telah engkau dapati darinya, lebih berharga dari dunia dan seisinya.”

Segala kasih sayang, cinta, perhatian dan pelajaran yang kau dapati darinya, lebih mahal dan lebih berharga dari emas, permata dan seluruh harta dalam dunia. Dan ingatlah, bahwa keridhoannya adalah harta termahal yang pernah ada di dunia ini, dan engkau tidak akan dikatakan orang terkaya apabila keridhaan ibumu tak kau miliki selama hidupmu, meskipun seluruh harta di dunia telah kau miliki.

Ingatlah akan sabda Rasulullah ﷺ bahwa keridhaan Allah SWT ada pada keridhaan orang tua dan murka Allah ada pada kemurkaan orang tua.

Sebuah kalimat yang masih teringat dalam palung hatiku, beberapa gulungan kata yang tersusun rapi yang kemudian bila mana aku membacanya maka akan menghantarkan jiwa pendurhakaanku dan kembali mengingatkanku pada sosok wanita yang teramat berjasa dalam hidupku. Ridhanya adalah sebaik-baik perhiasan yang pernah ada di dunia yang pernah kumiliki.

Ia adalah seorang wanita tua yang berdoa di waktu malam, demi mengharapkan kebaikan agama dan akhlak untuk sang buah hatinya. Ia adalah wanita tua yang mengajarkan lalu menanamkan arti bersusah-susah ria, demi baik agama dalam dirinya. Ia sang wanita teristimewa memberikan kasih dan sayangnya, yang kurasa perealisasiannya berbeda dengan ibu lainya.

Ummi, sungguh bahagianya diriku memiliki seorang ummi sepertimu. Engkau yang tak pernah mengajariku berbohong dan tak pernah mengajariku perbuatan cela. Engkau selalu berdoa untukku, semoga aku menjadi anak yang shalih, menjadi seorang anak yang taat akan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.

Ummi, tersenyumlah karena senyum teduhmu menjauhkanku dari kesedihan dan belaian kasih sayangmu menjadi madu ketika aku merasa sulit menghadapi pahitnya cobaan kehidupan.

Penulis Oleh: Abdullah Al Faruq

Mahsiswa STEI SEBI 

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

salam literasi

01 Mar
Balas

Salam ibu

03 Mar

Salam ibu

03 Mar

Keren...

01 Mar
Balas

Terima kasih bapak

01 Mar



search

New Post