Maria Apriani Wonga Sani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
SALAH JURUSAN?

SALAH JURUSAN?

Menentukan jurusan kuliah adalah salah satu masalah yang sulit dan harus dihadapi setiap siswa SMA yang akan segera lulus. Termasuk saya sendiri. Saya yang tidak begitu tau tentang jurusan apa yang ingin saya ambil. Mengikuti kemauan orang tua adalah satu-satunya pilihan yang terbaik menurut saya kala itu.

Memang rasanya akan sulit. Tanpa ada bekal pengetahuan umum seputar dunia pendidikan dan karier, saya pun tetap menyalahkan diri sendiri. Diumur yang sudah menginjak 18 tahun kala itu, saya tidak benar-benar tahu apa passion saya yang sebenarnya. Lebih trend kemana. Dan sejatinya, inilah yang menjadi boomerang bagi saya sendiri. Menentukan pilihan yang tepat di antara sederet pilihan yang ada. Hari pertama tes pun dimulai. Ada tiga pilihan jurusan yang saya pilih. Bahasa dan Sastra Indonesia, Biologi dan Kesehatan Masyarakat. Ketiganya dipilih penuh dengan pertimbangan yang matang sert dilatarbelakangi oleh pengetahuan dasar yang cukup baik. Bahasa dan Sastra Indonesia, misalnya. Saking kagumnya saya pada sosok Kahlil Gilbran-sang pujangga musim, demikian saya menamainya, juga pada sosok guru Bahasa Indonesia saya semasa SMP dan SMA yang sama saya kagumi. Juga pada pilihan kedua. Biologi. Berbekal pengetahuan dasar yang diterima semasa SMP dan diperkuat lagi di bangku SMA dengan mengambil konsentrasi di kelas Ilmu Alam, maka Biologi masuk juga dalam pilihan karena pelajaran tersebut diperkaya dengan aneka bahasa Latin. Pun pada pilihan ketiga. Kesehatan Masyarakat. Nah, dipilihan ini saya buta. Asli...buta.!!!!

Kenapa? Karena pilihan ini hanya untuk memenuhi persyaratan yang ada. Mengambil tiga pilihan.

Hingga tiba pengumuman hasil tes pun keluar.

Nama dan nomor peserta miliki saya tidak tercantum di sana. Padahal saya begitu yakin pertanyaan dalam tes-tes itu berhasil saya jawab. Yah, minimal 85%. Tetapi kenapa tidak LULUS?

Malah seseorang yang baru saya kenal dalam ruang tes, yang mana hari-hari tes selalu mendapat lemparan jawaban dari saya dinyatakan LULUS. Siaall....!!!!!

Ternyata dari sekolah yang sama, tidak hanya saya sendiri yang dinyatakan GAGAL. Beberapa teman pun mengalami nasib yang serupa. Dengan demikian, mereka langsung berbalik arah dengan mencari Perguruan Tinggi Swasta yang ada di daerah setempat demi mewujudkan cita-cita mereka.

Sementara saya, masih tenang-tenang mendayung. Mencari informasi. Tidak lupa berdoa. Ada harap di sana. Semoga ada kesempatan berikut di Perguruan Tinggi Negeri yang cukup fenomenal di kota karang itu. Dan beberapa minggu berlalu, sebuah informasi pun saya terima. Tes berikut (*tes kedua) diadakan, dengan tujuan untuk pemenuhan kursi kelas. Lagi-lagi saya masuk dalam antrian. Mendaftar. Upsss.... saya kewalahan di sini. Tidak ada pilihan yang cocok. PLS (Pendidikan Luar Sekolah), apa ini? Lulus nanti saya mau ke mana? Ada jurusan teknik (*saya lupa), Informatika (*keren sih, tapi saya tidak bisa lama-lama berada di depan PC), Ilmu Hukum (*saya buta Hukum), Administrasi Niaga, Administrasi Negara (*keduanya saya buta total..), PJOK (*body saya kurang begitu meyakinkan), dan terakhir ada BK (*Bimbingan dan Konseling). Masing-masing peserta diarahkan untuk mengambil satu pilihan. Dan pilihan saya pun jatuh pada BK (Bimbingan dan Konseling). Saya masih ragu dengan pilihan ini. Akan tetapi, salah seorang teman semasa SMP dan SMA meyakinkan saya dengan berkata demikian, “Non, pilih saja salah satu jurusan yang ada. Ikut perkuliahan selama dua semester. Nanti mau masuk semester ketiga baru transfer ke Biologi atau Bahasa dan Sastra Indonesia saja. Lebih baik pilih salah satu dari pada tidak sama sekali.”

Wah....ada benarnya juga kata si Ricky. Saya pun kembali meng-share inforamasi teresebut kepada kedua orang tua saya via telepon. Kebetulan kami sudah terpisah pulau.

Hari tes berlangsung, hingga hasilnya pun diterima dengan senyum manis.

Saya dinyatakan LULUS masuk PTN, dengan konsentrasi pilihan pada Jurusan Ilmu Pengetahuan, Program Studi Bimbingan dan Konseling.

Diawal-awal masa perkuliahan semuanya masih tampak biasa saja. Saya menjalaninya dengan penuh semangat dan antusias. Layaknya anak SMA yang baru masuk sekolah, saya juga sudah bisa mendapatkan banyak teman. Beberapa senior yang terlihat sok berkuasa, namun sesungguhnya memiliki senyum yang begitu manis rupawan. Ada yang begitu kaku, tapi semuanya itu tidaklah menjadi masalah bagi saya.

Saya masih memiliki banyak teman yang siap membantu kala saya berada dalam kesulitan. Salah satu teman yang saya jumpai saat mendaftar dulu ternyata juga lulus di program yang sama. Ja, namanya. Juga ada sesosok lelaki dengan postur tubuh yang begitu gemulai, Etho. Kami ternyata sekelas.. Saya pun bersua dengan si Idha, Mamany, Nunu, Mbayu dan Noin. Saling bertukar pikiran, berteman hingga berujung sahabat bahkan saudara. Di masa pertengahan semester, selain menemukan teman baru saya juga menemukan dosen, mata kuliah serta jam perkuliahan yang super seksi. Ada waktu untuk kembali ke rumah, kemudian kembali lagi ke kampus untuk melanjutkan proses perkuliahan. Coba dulu waktu SMA juga begini kan lebih seru. Pikir saya.

Selain bergelut dengan ilmu pengetahuan, saya pun semakin suka dengan dunia menyanyi. Saya pun mulai mengikuti pelayanan-pelayanan yang dilaksanakan di gereja-gereja. Dengan senang hati saya mengikutinya.

Teman-teman se-angkatan sudah disulap layaknya saudara sendiri.

Tahun pertama kuliah pun usai. Keinginan saya diawal perkuliahan yang ingin pindah jurusan pun sirna. Tidak lagi terjadi. Sementara beberapa teman se-kelas yang memilih untuk pindah jurusan dan menemukan teman dan suasana baru di sana, saya masih memilih untuk tetap duduk manis dan berada dalam kelas.

Hari, minggu, bulan bahkan tahun pun berganti. Ketertarikan saya pada dunia sastra masih saja ada. Hal itu tidak mematikan niat saya untuk tetap bergelut dalam dunia Bimbingan dan Konseling kala saya sudah bertemu dan mengenal lebih dalam dengan dunia menulis. Perlahan saya mabuk dengan berbagai susunan kalimat yang terlihat begitu indah di mata dan memiliki nilai romantis. Dunia malam memiliki nilai romantis yang cukup tinggi, pikir saya. Di mana saya selalu terlena dalam buaian indahnya dunia sastra di bawah langit malam kamar 7, Stellamaris.

Tidak hanya dunia Psikologi, dunia tulis menulis menjadi hal yang sangat menggebu-gebu dalam hidup.

Saya merasa begitu bersemangat bisa berada dalam dua dunia ini.

Coretan panjang yang berhasil rampung dan diterbitkan adalah, KISAH CINTA LUX UNGU. Saya berhasil. Tugas Bahasa Indonesia milik Adira, salah satu siswi SMA Katolik Giovanni, Kupang berhasil rampung dalam kurun waktu tujuh jam.

Berlanjut, kisah pertemanan, persahabatan di bangku perkuliahan pun berjalan dengan begitu harmonis. Kami di sana. Dalam balutan seribu warna yang didominasi oleh angin timur dan bunga flamboyan kami mulai berkisah di setiap tempat. Perkuliahan dan menulis selalu berjalan beriringan. Saya semakin terpesona oleh keduanya. Kadang tidak percaya. Kadang pula saya banyak berterimakasih pada waktu yang sudah banyak memberi kesempatan dengan caranya yang berbeda.

Anak-anak musim. Biasanya merekalah yang empunya ide dan saran yang berguna untuk saya dalam menulis, setidaknya setiap kata-katanya bisa memberi motivasi. Membuka lubang-lubang otak, membuat darah bisa masuk ke dalamnya dan segera berfikir normal kembali.

Mereka selalu punya ide yang tidak biasa. Mendobrak, unik dan selalu fresh.

Dia selalu punya ide yang tidak biasa. Mendobrak, unik, dan selalu segar. Yaah, aku harus menemuinya dan meminta sarannya.

Pagi itu, saya menghubungi dan meminta mereka untuk bertemu di sebuah warung makan yang trend di kalangan mahasiswa dan pekerja kantoran di kota karang. Ojo Lali, sebuah warung makan di kawasan Merdeka. Aku sudah tidak tau lagi apa yang harus kulakukan. Aku seperti dihadapkan diantara pilihan hidup dan mati. Hidup dengan sejuta beban. Atau mati dengan membawa miliaran dosa.

Cukup lama saya dan Ja menunggu. Akhirnya Idha, Mamany, Noin, Nunu, Mbayu dan Etho pun datang.

“C, ada apa? Kanapa su ajak katumu di sini lai?”, tanya Etho yang nota bene paling gembul sendiri.

Sementara Idha, Mamany, Noin, Mbayu dan Nunu masih asyik mencari posisi duduk yang pas sebelum memesan makanan.

“Sayang dong...makasih su datang. Beta ada bingung, andia beta minta katong bakumpul di sini.”, saya menerangkan.

“Lu lagi sonde ada masalah to, C...?”,tukas Idha.

Belum sempat saya menjawab, Ja pun menimpal. “Sonde mungkin dia ada masalah. Orang dar tadi katong dua sama-sama C sonde ada singgung-singgung di beta ju.”

“C lagi sonde ada masalah, sayang.... C hanya mau katong samua kumpul ko duduk bacarita di sini sa.”, saya kembali mempertegas.

Noin dan Nunu sibuk dengan urusan perut. Keduanya sibuk memesan delapan porsi bakso dan delapan gelas minuman segar (*jus jeruk).

“Aih...Etho e, C sa bilang sonde ada masalah apa-apa na kanapa lu lai yang tasibuk e?”, timpal Idha.

Etho yang duduk persis di depan saya masih saja komat-kamit memberi tanda bahwa sesungguhnya dia masih menyimpan sejuta tanya terkait pertemuan kami ini.

Sesungguhnya saya hanya rindu. Ingin berkumpul saja. Habiskan waktu hari Sabtu bersama anak-anak musim. Berbagi kisah dan kasih seputar dunia perkuliahan, minat, jodoh bahkan karier ke depannya.

Idha dan Mamany. Keduanya adalah jebolan konsentrasi Bahasa semasa SMA dulu.

Sambil menunggu pesanan tiba, pembicaraan kami perlahan merembes pada jurusan Bahasa dan Sastra.

“Basong dua dulu anak Bahasa na kanapa tiba-tiba su bisa tadampar di BK e?”, Noin membuka topik.

“Oh iya..kanapa bisa sayang?”, Etho ikut bertanya.

“Beta senang sa e.. ko kanapa?”, terdengar suara Mamany yang ketus tapi seksi.

Hahahae......23x

Terdengar tawa kami pecah di sana.

“Ho e.....ko beta tanya kanapa. Andia ko lu tanya balik pi beta lai nie, Mamany e.”, balas Etho dengan nada genitnya.

“Etho sayang.....tadi Mamany su jawab Etho pung pertanyaan tu. Mamany masuk di BK karna Mamany senang. Puas...???”, Idha memberi sedikit penjelasan yang terdengar ketus.

“Oke, sayang. Na itu tadi yang jadi beta pung pertanyaan. Ko kanapa basong yang jurusan Bahasa waktu SMA tu mana kas tunjuk datang basong pung karya tulis dolo.”, Etho kembali dengan argumen yang sedikit merubah suasana.

Kami, kaum perempuan saling bertatapan. Seolah memberi penjelasan bahwa sudah saatnya kami berhenti memberi respon untuk si Etho.

Saya kembali bersuara, “Etho sayang....namanya pilihan hati na biar sampe mana ju tetap bertahan e. Lu tau to.... sama ke beta. Jurusan IPA, kuliah di BK mar tetap cinta deng dunia sastra. Na yang jadi masalah s’karang di mana, sayang?”.

“C sayang e....lu pung kata-kata satu kali kaluar langsung skak mati sa. Beta talalu sayang lu e...”, Etho memanja.

Pesanan pun berlabuh di meja.

“Terimakasih, bude. Jang bosan-bosan lia katong yang terus-terus berlabuh di sini e”, sapa Mbayu. Orangnya lebih terlihat tenang. Darinya saya pun banyak belajar soal tenang dalam menghadapi sesuatu.

“Mari, makan...”, ajak Mamany manja.

Semua pun serentak bersua, “Selamat makan”.

Jarum jam lagi-lagi beralih arah. Hari pun beranjak siang. Kumandang shalat Zuhur menutup perbincangan kami.

Transaksi pembayaran dilakukan oleh Nunu usai kami semua mengumpulkan uang sesuai dengan jumlah pesanan kami.

Dalam perjalan pulang ke rumah Stellamaris, saya mulai yakin. Salah jurusan bukanlah sebuah masalah besar. Yang menjadi masalah besar adalah ketika kita salah menentukan tujuan. Itulah yang saya tangkap dari obrolan kami di Sabtu pagi.

C. Sani Maria

(San Bona, 06 Juni 2017)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sepakat sekali dengan paragraf terakhir, "Salah jurusan bukanlah sebuah masalah besar. Yang menjadi masalah besar adalah ketika kita salah menentukan tujuan." Keren tulisannya bu.

08 Jun
Balas

Terimakasih, pak Yudha. Saya masih harus perbanyak kosa kata... Apa kabar, pak? Maaf.....dialeg percakapan dalam bacaan murni saya pakai dialeg Kupang sehari-hari

08 Jun



search

New Post