Bagai Kerinduan Yang Tak Bertepi
Hari itu, langit tampak begitu cerah dengan hiasan awan putih yang terlukis indah. Liburan musim panas bulan Juli 2018 segera berakhir. Liburan panjang ini aku manfaatkan untuk berlibur ke kampung halamanku di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Saatnya aku segera pulang ke Buru. Satu minggu sebelumnya, aku sudah mendapatkan informasi. Akan ada kegiatan pelatihan K-13 di LPMP Ambon untuk wilayah Propinsi Maluku. Aku pun memutuskan untuk menggunakan jalur udara dari Bandara Frans Seda - Maumere tujuan Bandara Pattimura - Ambon, via Makassar.
Waktunya berangkat kembali ke Ambon segera tiba. Dari Maumere aku memilih penerbangan pagi pukul 10:00 WITENG menuju ke Ambon, supaya tiba sore harinya dan ada jedah waktu semalam untuk beristirahat sebelum kegiatan itu berlangsung. Saat tiba di Ambon aku lebih memilih untuk menginap di rumah keluarga supaya sedikit menghemat biaya untuk penginapan.
Keesokan dengan menumpangi ojek, aku berangkat ke Kantor LPMP Maluku. Sesampainya aku di sana, sudah ada beberapa teman yang terlebih dahulu datang. Segera, aku diarahkan panitia untuk melaporkan diri. Setelah melaporkan diri dan membereskan admnistrasi, aku langsung menuju ke kamar tempat menginap selama kegiatan berlangsung. Aku memilih bergabung sekamar dengan teman yang sama-sama dari Kabupaten Buru. Kegiatan berlangsung selama seminggu. Saat kegiatan berlangsung, bersamaan juga dengan kegiatan awal masuk sekolah tahun pelajaran 2018 / 2019.
Tujuh hari kegiatan ditambah dengan liburan panjang kurang lebih tiga minggu lamanya, rasanya seperti tujuh bulan yang berlalu. Rindu dengan kampung Kaktuan dan siswaku yang ditinggal pergi untuk liburan akhir bulan Juni kemarin. Selesai kegiatan, malamnya aku melanjutkan perjalanan menuju ke Namlea dengan menggunakan jalur laut. Saat tiba di Namlea, aku sempat ke Dinas Pendidikan untuk membereskan beberapa admnistrasi sekolah. Lagi-lagi waktu yang aku butuhkan di Namlea dua hari lamanya. Setelah urusan di Namlea selesai, keesokan dengan menggunakan mobil pagi aku berangkat menuju Wamlana. Sebelumnya aku sudah mengontak sopir yang tujuan ke Rana. Dan mereka masih menunggu sampai aku tiba, selanjutnya kami langsung berangkat menuju Rana. Namun, sebelumnya sudah ada satu mobil yang berangkat terdahulu menuju Rana, yang di dalamnya terdapat juga penumpang orang Kaktuan. Saat tiba di kampung, mereka memberitahuakan kalau aku juga sudah pulang dari liburan dan hari ini juga ke Rana, tetapi dengan mobil yang dari belakang.
Begitu tiba di pinggir kebun dan turun dari mobil, ternyata sudah ada tiga siswa yang sedang menunggu untuk menjemputku. Saat itu barang bawaanku agak banyak. Aku sengaja membawa persediaan makanan yang lebih untuk stok satu bulan ke depan. Kami kembali menapaki jalanan setapak di pinggir-pinggir kebun menuju danau, terasa kehangatan sinar mataharti siang yang terus membakar yang terus memuncaki langit, menyinari dataran Rana dan menghangatkan sendi-sendi pergelangan kaki yang kaku menekuk dalam mobil saat menempuh perjalanan kurang lebih tujuh jam lamanya.
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke danau. Ternyata mereka bertiga menggunakan perahu yang ukurannya lebih besar yang bisa memuat empat orang sekaligus. Segera kami langsung naik ke atas perahu dan menyeberang menuju ke kampung Kaktuan.
Layaknya seperti dua insan yang memiliki ikatan batin tetapi terpisah oleh ruang dalam waktu yang lama, maka wajarlah jika tumbuh kerinduan. Saat perahu yang kami tumpangi akan mendekat dan merapat ke sanabang tampak puluhan anak-anak yang sudah ramai di pinggir danau. Ternyata mereka sedang menunggu untuk menjemput kedatanganku yang baru pulang dari liburan di kampung yang kurang lebih sebulan lamanya. "Bapa guru... Katong (kami) kira bapa guru seng datang mengajar katong lai, katong mau belajar akang", itulah pertanyaan pertama saat aku turun dari dalam perahu. Segera aku turun dari perahu dan mengangkat barang bawanku, mereka langsung rebutan untuk bantu membawanya ke rumah.
Bukan saja siswa SMP, namun ada juga siswa SD yang ikut menjemputku saat itu. Seperti ada kerinduan yang mendalam di hati mereka yang ingin akan kehadiranku, kembali berkumpul bersama mereka di sekolah. Beberapa hari sebelum kedatanganku, ada beberapa siswa yang sempat pergi ke Waegrahi kampung tetangga yang berada di seberang danau. Mereka tahu kalau di Waegrahi kegiatan awal masuk sekolah sudah berjalan. Namun, aku yang belum juga tiba di Kaktuan.
Bagai kerinduan yang tak bertepi. Saat tiba di rumah, dengan semangat dan gembira bagai menyambut pagi. Mereka banyak bercerita, tentang kegiatan yang mereka lakukan selama liburan. Sepertinya mereka sudah merindukan kembali kehadiranku di depan kelas, bersama mereka belajar, kembali beraktivitas.
bersambung...
#GuruPelosok



Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Betapa bahagia ketika kehadiran dibutuhkan banyak orang... Semoga sukses pak