Masa Depan Ricong Yang Terkubur Waktu
Fase kehidupan selalu menjadi misteri bagi manusia, hal itu dikarenakan kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada kehidupan kita dimasa yang akan datang. Terkadang itulah yang membuat manusia terbagi menjadi dua, manusia yang menyerah pada masa depan dan manusia yang siap menghadapai masa depan.
Adalah Ricong Tomhisa, anak ke-4 dari enam bersaudara, sudah ditinggal pergi bapak mereka yang telah menjadi almarhum. Orangnya periang, rajin, dan semangat. Awal kedatangan kami dibulan Oktober 2017 dia masih rajin masuk sekolah. Saat itu, dia sedang duduk di kelas IV SD Negeri 10 Fena Leisela. Tiga bulan kemudian, ia tidak mau lagi bersekolah sampai sekarang tanpa alasan yang tidak jelas.
Dari beberapa guru yang ada di kampung Kaktuan, baik SD maupun SMP dia lebih dekat denganku. Dia memanggilku dengan sebutan 'BOS'. Satiap hari dia selalu datang ke rumah. Apapun yang sedang aku lakukan atau kerjakan pasti dia langsung bertanya "Bapa guru, beta bantu bikin apa?". Kecuali pekerjaan administrasi yang berhubungan dengan tugasku, dia hanya duduk diam dan menonton.
Setiap kali aku mau turun ke kota, tugasnya menjaga tanaman yang ada di sekitar rumah. Rajin membantu mamanya ke kebun. Rajin juga turun ke danau mencari ikan. Bahkan siapa pun yang mengajaknya masuk hutan untuk berburu langsung ia turuti tanpa kompromi. Itu hobinya.
Kalau sudah tidak ada lauk, dia langsung turun ke danau. Sepulangnya dari danau, ia langsung menghantar sebagian untukku. Karena kedekatan ini, aku manfaatkan dan berusaha untuk membujuknya kembali bersekolah. Berulang kali aku membujuknya dengan berbagai iming-iming, tetap saja dia tidak mau.
Pernah suatu ketika, sekitar lima hari ia tidak muncul di rumah. Sorenya, saat tanah lapang kosong di depan rumah yang sedang ramai oleh warga yang bermain volly, tiba-tiba ia sudah muncul di depan rumah. Tetapi kondisi jalannya pincang. Lutut kaki kanannya penuh dengan luka, infeksi, dan membengkak. Kakinya kanannya itu tidak bisa diluruskan. Dia mengerang kesakitan. Ternyata beberapa hari dia tidak muncul ke rumah, karena kakinya yang luka dan sakit.
"Ricong, kenapa kaki kamu?" tanyaku. Dengan lugunya ia mulai menjelaskan, "Bapa guru, beta pung kaki ini kemarin waktu ke hutan berburu dengan Welsi tama (bapaknya Welsi), beta jatuh kena pas di batu. Lutut luka semua". "Kalau begitu minum obat", jawabku. "Obat apa bapa guru?, kalau obat daun atau akar boleh. Tapi, kalau bapa guru kasih obat biji, yang pake telan beta seng bisa, atau pake suntik beta seng mau. Kalau mau suntik, itu lebih baik bunuh beta jua bapa guru", jawabnya dengan logat khas Maluku.
Aku mulai menjelaskan, "Ini bapa guru ada obat tapi obat biji" (sambilku tunjukkan beberapa butir amoxicillin). "Sebentar setelah makan malam telan satu biji, besok paginya satu biji, dan seterusnya sampai habis ini obat". Dengan ragu, diambilnya obat tersebut. "Bapa guru, ini obat kalau beta kasih hancur terus siram di luka bisa ka seng?", kembali ia bertanya. "Kalau siram langsung di luka itu bukan pake ini obat. Obat yang itu, bapa guru punya seng ada", jawabku. Diperhatikannya beberapa saat dan memasukkannya ke dalam saku celana.
Keesokannya, setelah aku pulang dari sekolah, tiba-tiba dia sudah muncul di depan pintu. Langsung dia berteriak "Bapa guru, beta pung kaki sudah bisa lipat, seng sakit lai. Beta sudah habis minum itu obat, kalau itu obat masih ada beta minta lagi" (teringat, obat yang aku kasih kemarin itu ada empat biji, tetapi dia sudah habiskan dan minta lagi. Seharusnya malam sebentar baru habis obatnya yang terakhir). Ternyata, siang itu setelah makan ditelannya dua biji sekalian.
Aku kemudian menjelaskan kepadanya “Ini obat, seng boleh telan dua biji sekalian seperti itu. Karena bisa menyebabkan overdosis, yang bisa berpengaruh dengan kamu punya kesehatan”. Dengan santai dan wajah seriusnya ia memperhatikan penjelasanku. Beberapa saat kemudian, ia langsung pamit kembali ke rumahnya.
***
Sampai dengan saat sekarang, adiknya yang sedang duduk di kelas tiga juga demikian. Tidak mau melanjutkan sekolah. Berulang kali aku berusaha mendekati ibunya, namun usahaku belum berhasil untuk membawa mereka berdua kembali untuk bersekolah.
bersambung...
#GuruPelosok
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mungkin masih belum terbuka pola pikir ibunya pak, sabar ya pak tetap usaha dan bergiat, sukses buat bapak petrus
Terimakasih Bu, salam kenal dari saya di Timur Indonesia dan salam Literasi,
Makin keren tulisannya
Terimakasih Bang,
Sukses pak...salam literasi
Terimakasih Ibu, salam Literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Sukses pak...salam literasi
Mantap pak, ceritanya alami.... Menarik
Terimakasih Pak, sudah mampir sebentar ditulisanku.... Salam Literasi,