Tarian Sawat BUDAYA BURU (Part 2)
Sekelumit Pesan Perdamaian di Lekuk TARIAN SAWAT. Dalam Kegiatan Lomba, Memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 2019.
Mungkin namanya sangat asing, karena nama tersebut tidak begitu terdengar hingga ke pelosok negeri. Hanya daerah-daerah di Maluku saja yang mengenal tarian ini. Hal itulah yang membut tarian ini sangat begitu asing di telinga pembaca. Untuk konteks pelestarian tarian ini di Indonesia, masih minim.
Tarian Sawat merupakan salah satu tarian khas Provinsi Maluku. Namun masing-masing daerah di Maluku memiliki ciri khas tarian sawat tersendiri. Beberapa perbedaannya adalah jumlah dan jenis alat musik yang digunakan, serta kostum yang dipakai penari. Tarian Sawat dalam masyarakat pulau Buru, adalah salah satu jenis tarian yang kental dengan kedamaian dan persaudaraan, yang sering ditampilkan dalam berbagai acara. Tarian ini, cukup populer karena mudah dipelajari dan memiliki makna yang menarik untuk disimak. Tarian ini memiliki pesan perdamaian yang cukup kental di dalamnya dan biasanya ditampilkan dalam satu paket dengan kolaborasi music berupa pukulan alat musik tradisional tifa dan gong.
Keunikan tarian Sawat sebenarnya terletak pada pesan dan makna yang dikandungnya. Lekuk tubuh para penari yang gemulai dan indah mencerminkan keramahan. Tarian yang sederhana namun memiliki makna yang luar biasa. Keberadaannya seperti sebuah oase di tengah masyarakat pulau Buru. Perdamaian dan keselarasan hidup begitu terlihat dari gerakan-gerakan yang ditampilkan.
Tarian Sawat, sangatlah mudah dimainkan dengan membentuk lingkaran dan jumlahnya pun bebas yang pastinya melebihi dari 3 orang. Ada cara atau langkah-langkah untuk tarian sawat, pada umumnya yang digunakan dengan menggerakan pergelengan tangan serta diangkat dengan cara posisi tangan sejajar dengan kepala namun bukan kedua tangan yang di angkat tetapi ketika satu diangkat maka satunya lagi diturunkan secara bergantian dan kepala berpaling kiri kanan melihat tangan yang terangkat serta badan bergoyang-goyang sesuai iringan bunyi pukulan tifa dan gong. Posisi kaki bebas untuk dilakukan dan ada juga fariasi-fariasi tambahan yang digunakan membuat tarian Sawat ini sangat indah ketika orang melihatnya. Hal itulah yang menjadi pembeda dengan tarian-tarian lainnya. Untuk pakaiannya pada umumnya menggunakan kabaya.
Tarian ini, merupakan salah satu bentuk kearifan kekayaan budaya masyarakat pulau Buru, yang membaur bersama keragaman etnis dan budaya masyarakat yang selalu tertanam dari leluhur sampai dengan saat sekarang. Tarian ini biasanya ditampilkan dalam berbagai acara seperti, penjemputan tamu kehormatan, acara perkawinan, pemilihan raja, event Festival Bupolo, dan acara-acara besar lainnya.
Wamlana, 17 Agustus 2019.
*Nara Sumber : Bapak Teofilus Tasijawa.
bersambung...
#GuruPelosok
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar