Pinta Turang Dabutar

Seorang guru biasa yang masih terus belajar untuk meningkatkan potensi diri. Mengajar di SMK Negeri 1 Tapaktuan, jurusan Akuntansi. Alhamdulillah mempunyai 2 an...

Selengkapnya
Navigasi Web
HADIAH MAHKOTA DARI ANAKKU

HADIAH MAHKOTA DARI ANAKKU

(Buah Keteguhan Hati Seorang Ibu)

#Part 3

Entah berapa kilo meter sudah aku berjalan kaki sambil mampir ke beberapa rumah untuk mencari pekerjaan sebagai Asisten Rumah Tangga (ART). Namun tak satu pun dari pemilik rumah yang aku singgahi menerimaku bekerja di rumah mereka. Terik mentari siang itu begitu menyengat, peluh dan keringat mengucur deras membasahi tubuhku. Untung saja Bik Endah, tetangga rumah kontrakanku bersedia menjaga Wildan dan Zahra, sehingga aku tidak perlu membawa mereka ikut berpanas-panasan.

Langkahku tiba-tiba terhenti di depan salah satu usaha laundry yang memampangkan tulisan yang berisi “Dibutuhkan Karyawan Baru” di pintunya. “Alhamdulillah, Ya Allah.. akhirnya ada juga yang sedang membutuhkan karyawan. Mudah-mudahan saja Aku diterima bekerja di sini, Aamiin.” Sambil tersenyum Aku berdo’a di dalam hati. Meski sebenarnya aku belum mempunyai pengalaman bekerja di laundry sama sekali. Namun aku yakin, seiring dengan berjalannya waktu aku pasti akan bisa melakukannya.

Setelah membaca Bismillah aku mencoba menyapa seorang wanita paruh baya yang sedang sibuk memindai kain-kain yang sudah terbungkus rapi di rak-rak yang berjejer di ruangan depan rumah itu. Nampaknya wanita tersebut adalah pemilik usaha laundry ini.

“Assalamu ‘alaikum, Ibu.” Dengan lembut kuucapkan salam menyapa ibu yang mengenakan gamis biru dongker dengan jilbab biru tosca tersebut.

“Wa’alaikum salam, Mbak. Mbak mau nitip loundrian? Kainnya apa saja? Apakah pakaian biasa atau berbentuk selimut?” Jawabnya sembari tersenyum ramah kepadaku.

“Ma’af Bu, perkenalkan nama Aku Aisyah. Saya berasal dari komplek sebelah. Saat ini Saya sedang mencari pekerjaan. Dan barusan Saya melihat di depan laundry ini ada tulisan “Membutuhkan Karyawan Baru.” Jadi, jika diizinkan Saya mau bekerja di sini, Bu.” Aku mengutarakan maksud kedatanganku sembari menatap wajahnya penuh harap.

“Oo, begitu ya? Ayo silakan duduk dulu, Nak Aisyah!” Ibu dengan kulit putih bersih itu menawarkanku duduk di salah satu kursi di depan meja kasir laundry tersebut. “Terima kasih, Buk.”

“Saya Bu Aminah. Saya adalah pemilik usaha laundry ini. Usaha ini sudah kami jalankan selama sepuluh tahun, sejak suami Saya masih hidup. Suami Saya meninggal empat tahun yang lalu, tiga hari setelah kami pulang dari melaksanakan ibadah umrah. Waktu itu penyakit jantungnya tiba-tiba kumat. Sempat kami larikan ke rumah sakit As-Syifa, namun begitu sampai di ruang IGD dan diperiksa oleh dokter, dokter tersebut mengatakan kalau suami Saya sudah meninggal beberapa menit yang lalu.” Kalimat bu Aminah sedikit terjeda, lalu dia mulai mengusap air bening yang mengalir dari sudut netranya.

“Ma’af kan Saya, Bu.. Saya sudah membuat Ibu jadi bersedih.” Ku tarik lengan kanan Bu Aminah, lalu mengusap-ngusapnya lembut.

“Tidak apa-apa, Nak Aisyah. Ibu memang suka bersedih tiap kali teringat akan almarhum suami Ibu. Beliau orangnya sangat baik, penyayang serta penuh tanggung jawab. Waktu itu, dengan semangatnya beliau mengajak Ibu membuka usaha laundry ini. Kami berdua menjalankannya secara bersama-sama demi untuk memenuhi biaya sekolah anak-anak. Dan lama kelamaan, dengan izin Allah usaha ini semakin berkembang hingga seperti sekarang ini. Dan setelah kepergian suami Saya, maka Saya sendiri yang mengelola usaha ini. Anak Saya ada dua orang, dan keduanya sudah mempunyai pekerjaan masing-masing. Anak pertama Saya seorang laki-laki. Saat ini dia bekerja sebagai pimpinan cabang salah satu BUMN di kota ini. Sedangkan anak ke dua Saya seorang perempuan. Dia bekerja sebagai seorang bidan di salah satu rumah sakit di ibu kota provinsi kita. Dia sudah menikah, dan saat ini tengah menantikan kelahiran anak pertamanya.” Tanpa ku minta Bu Aminah bercerita panjang lebar tentang keluarganya.

“Kalau boleh tau, nak Aisyah sudah menikah belum?” Nampaknya Bu Aminah belum tau kalau Aku sudah menikah. Padahal pakaian yang Aku kenakan saat ini cukup menggambarkan kalau Aku ini adalah seorang ibu-ibu.

“Alhamdulillah sudah, Bu. Anak Saya ada dua orang. Yang nomor satu seorang laki-laki berusia lima tahun, dan nomor dua seorang perempuan berusia dua tahun.” Aku juga bercerita sedikit tentang kehidupanku.

“Wahh, Ibu pikir belum menikah tadi.. Habisnya wajah Nak Aisyah ini imut sekali, manis lagi. Pasti suami Nak Aisyah sangat senang mempunyai istri yang cantik dan shalihah seperti Nak Aisyah ini.” Bu Aminah memujiku sambil tersenyum sumringah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita yang keren dan sangat menarik. Semoga sehat dan sukses selalu buat ibu bersama Keluarga tercintanya

09 Jun
Balas

Menarik sekali critanya

07 Jun
Balas



search

New Post