Pinta Turang Dabutar

Seorang guru biasa yang masih terus belajar untuk meningkatkan potensi diri. Mengajar di SMK Negeri 1 Tapaktuan, jurusan Akuntansi. Alhamdulillah mempunyai 2 an...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pelangi Untuk Ibu

Pelangi Untuk Ibu

Pagi ini aku dan ibu sedang mendampingi adikku Zahra di acara wisuda di kampusnya. Seluruh wisudawan bersama pendampingnya telah berkumpul di ball room kampus ini. Para dosen dan senator kampus juga sudah duduk dengan rapi di depan para undangan.

Setelah sambutan rektor dan acara pembukaan lainnya, acara wisuda pun dimulai. Satu per satu nama wisudawan bersama jurusannya dipanggil oleh pembawa acara agar naik ke atas panggung untuk diwisuda oleh Bapak rektor.

Kini tiba giliran Zahra, adikku. Dari layar monitor yang disediakan di setiap sudut ruangan ini kulihat senyum yang sangat indah terukur di bibir Zahra. Senyum itu semakin mengembang tatkala dekan fakultasnya menyematkan selempang sarjana kedokteran ke lengannya. Ku lirik ibu yang juga duduk di sebelahku. Berkali-kali kudengar ia mengucapkan kalimah syukur “Alhamdulillah” sambil tersenyum bahagia.

“Bapak/Ibu serta hadirin yang berbahagia, wisudawan terbaik dari fakultas kedokteran tahun ini bernama Raudhatuz Zahra…” Dengan lantang sang MC mengumumkan mahasiswa kedokteran peraih predikat coumloude tahun ini. Suasana di ball room ini mendadak ramai dengan riuhnya tepuk tangan para hadirin.

"Raudhatuz Zahra? Itukan nama adikmu, Nak?” Tanya ibu setengah berbisik. “Iya Bu, itu nama Dik Zahra. Alhamdulillah Dik Zahra memperoleh nilai tertinggi, Bu.” Jawabku tersenyum bangga.

“Ayo Bu, maju ke depan! ibu dipanggil tuh sama MC untuk mendampingi Dek Zahra menerima penghargaan.” "Baik Nak, Ibu maju dulu ya?” Kulihat senyum yang sangat indah terukir di wajah ibu. Kuanggukkan kepalaku pertanda mengizinkan ibu maju ke depan.

Ya Allah.. sekian lama sudah aku tidak pernah lagi melihat senyum ibu semerekah ini. Semenjak kepergian ayah tujuh belas tahun lalu dan tidak pernah kembali lagi hingga hari ini, seingatku aku hanya dua kali melihat ibu sebahagia ini. Pertama saat aku dan Zahra diwisuda hapal Al-Qur’an 30 juz sepuluh tahun yang lalu, dan yang ke dua saat aku dilantik sebagai anggota TNI-AU tiga tahun yang lalu. Alhamdulillah senyum indah ibu kembali terukir hari ini.

"Kepada Raudatuz Zahra silakan menyampaikan sepatah dua patah kata pada kesempatan ini.” Pinta pembawa acara sambil mengarahkan tangannya ke podium.

Dengan penuh semangat Zahra berdiri di atas podium, didampingi oleh ibu yang berdiri tidak jauh dari sisinya.

"Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi wa barakatuh. Pertama sekali saya mengucapkan Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin. Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah ini kepada saya. Allah yang telah memberikan kemudahan kepada saya dalam mengikuti perkuliahan di fakultas kedokteran ini sejak awal hingga selesai.

Sungguh ini adalah sebuah prestasi yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Selanjutnya saya juga sangat berterimakasih kepada ibu saya tercinta, ibu Anita. Ibu adalah pahlawan dalam hidup saya. Ibu yang berjuang keras banting tulang demi kami anak-anaknya. Ibu yang rela mengorbankan jiwa dan raganya demi untuk kebahagiaan kami.

Bagiku Ibu laksana malaikat tak bersayap yang selalu siap melindungiku setiap saat. Walau seorang diri, ibu selalu berjuang keras menyekolahkan saya dan kakak saya hingga kami berhasil meraih cita-cita kami.

Ibu tidak pernah peduli begitu deras peluh yang mengucur dari tubuhnya saat berkeliling menjajakan kue-kue jualannya. Atau seberapa pegal pinggangnya saat harus mencuci dan menyeterika pakaian di rumah para tetangga. Ibu juga tidak pernah peduli begitu hinanya ocehan bahkan cemoohan orang lain terhadap kami selama ini.

Dengan sangat bijaksana, ibu selalu berkata kepada kami “Nak, jangan sampai usaha kita terhenti hanya karena mendengar omongan orang lain. Sebagai manusia biasa, tidak mungkin semua yang kita lakukan bisa diterima oleh orang lain. Maka tugas kita hanyalah berusaha dan berbuat baik. Selanjutnya kita berserah diri (bertawakkal) kepada Allah. Karena sesungguhnya Dia Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.”

Ibu, prestasi ini Zahra persembahkan untuk ibu. Walau sebenarnya Zahra sadar kalau ini belumlah bisa membalas pengorbanan ibu sedikitpun. Bahkan untuk membalas setetes ASImu yang telah mendarah daging dalam tubuhku saja pun aku tidak akan pernah mampu. Zahra janji akan berusaha semampuku untuk membahagiakan ibu.

Terima kasih Ibu.. Semoga Allah senantiasa merahmatimu di dunia maupun di akhirat kelak. Ibu, sesungguhnya Engkaulah malaikat tak bersayap itu.”

Terdengar suara Zahra yang sedang terisak membuat suasana di ruangan ini mendadak hening.

Kulihat beberapa kali ibu mengusap air mata yang mengalir membasahi pipinya. Dan pandanganku juga tak luput dari para hadirin yang turut mengusap buliran-buliran bening yang menetes dari sudut netra mereka.

“Zahra, kakak bangga sama Kamu, Dik. Terima kasih ya.. Kamu sudah berhasil membuat ibu kita tersenyum bahagia siang hari ini.” Bisikku dalam hati.

Melihat prestasi yang diraih Zahra ini, anganku melayang menyusuri pahit getirnya hidup yang kami alami semenjak kepergian ayah bersama wanita lain tuhuh belas tahun yang lalu..

Sejak kepergian ayah, Ibu pun beralih menjadi tulang punggung keluarga kami. Setiap hari ibu selalu bekerja keras banting tulang untuk menghidupiku dan Zahra..

Dulu karena keterbatasan ekonomi nenek dan kakek, ibu hanya bersekolah hingga ke tingkat SMP. Itulah sebabnya Ibu tidak bisa bekerja di kantor ataupun perusahaan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Namun demikian ibu tidak pernah berputus asa. Dia selalu melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya. Kebetulan sejak kecil dahulu ibu sering diajari oleh nenek memasak berbagai macam aneka kue.

Dan kini ibu memanfaatkan warisan ilmu dari nenek tersebut untuk membuat berbagai macam kue kemudian dia jual dengan cara berkeliling di seputaran rumah-rumah penduduk. Ibu juga memasak kue untuk memenuhi permintaan para tetangga yang sedang mengadakan hajatan di rumahnya.

Untuk menambah penghasilan lain, pada siang hari ibu menyuci serta menyeterika pakaian para tetangga. Alhamdulillah ada beberapa keluarga yang mempercayakan kain mereka dicuci dan diseterika oleh ibu.

Bagi ibu, pekerjaan apapun akan dilakukannya asalkan halal dan tidak terlalu menyita waktunya sehingga tetap bisa mengurus aku dan Zahra..

***

Mohon kritik dan sarannya ya.. 🙏

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post