Pinta Turang Dabutar

Seorang guru biasa yang masih terus belajar untuk meningkatkan potensi diri. Mengajar di SMK Negeri 1 Tapaktuan, jurusan Akuntansi. Alhamdulillah mempunyai 2 an...

Selengkapnya
Navigasi Web
PELANGI UNTUK IBU

PELANGI UNTUK IBU

Part 3

“Bu, kami berangkat ke sekolah ya.” Aku dan Zahra pamit kepada ibu lalu mencium punggung tangannya takzim.

“Iya, sayang. Belajarnya harus bersemangat, ya! Jangan lupa pesan Ibu. Hormatlah kepada semua guru dan sayanglah kepada semua teman kalian! Ingatalah selalu bahwa keberkahan ilmu akan hilang saat seorang murid tidak menghormati gurunya.” Nasehat ibu sambil mengecup kening kami secara bergantian.

“Baik, Bu. InsyaAllah semua nasihat ibu akan selalu kami ingat. Assalamu ‘alaikum.”

“Wa’alaikum salam Warohmatullahi Wabarokatuh.”

Aku dan Zahra ke sekolah dengan berjalan kaki. Jarak antara rumah kami dengan sekolah tidak terlalu jauh, sehingga ibu tidak perlu mengantar atau menjemput kami.

Tak lupa kami membawa kue buatan ibu untuk kami titipkan di kantin sekolah. Beberapa potong kue sudah ibu masukkan ke dalam tas kami untuk bekal di sekolah. Sehingga kami tidak perlu lagi jajan di kantin sekolah seperti teman-teman yang lain.

Saat ini aku duduk di kelas empat Sekolah Dasar, sedangkan Zahra berada di kelas dua. Setelah memberangkatkan kami ke sekolah, ibu akan berkeliling kampung menjual kue-kue yang telah disiapkannya tadi.

Ibu berjualan dengan naik motor butut miliknya. Ya, motor inilah yang selalu setia menemani ibu kemana pun ia pergi. Motor tersebut ibu dapatkan dari bu Yuni dan suaminya dua bulan setelah kepergian ayah meninggalkan kami.

Saat itu pak Hasan, suami bu Yuni mendapat banyak bonus dari perusahaan tempatnya bekerja. Sebagian dari uang tersebut mereka pergunakan untuk membeli motor baru, dan motor lamanya disedekahkan buat ibu.

Aku masih ingat bagaimana terharunya ibu saat bu Yuni dan pak Hasan mengantar motor tersebut ke rumah.

Sore itu ibu baru saja kembali dari tempatnya bekerja. Tiba-tiba Bu Yuni dan pak Hasan datang ke rumah membawa motor tersebut.

“Assalamu ‘alaikum, Bu Anita.”

“Wa’alaikum Salam. Ehh, bu Yuni dan pak Hasan rupanya. Silakan masuk Bu, Pak!”

“Baik, Bu Anita.”

“Silakan duduk, Bu.. Pak.” Pinta ibu sambil mempersilakan bu Yuni dan pak Hasan duduk di lantai yang berlapis ambal usang itu.

“Bu Anita, sebelumnya kami mau meminta ma’af kepada Ibu.” Tiba-tiba bu Yuni membuka pembicaraan.

“Mau meminta ma,af? Ada apa, Bu Yuni? Kenapa ibu dan Bapak meminta ma’af kepada saya? Memangnya Bapak sama ibu salah apa kepada saya?” Ibu mengernyitkan keningnya kebingungan.

“Seingat saya selama ini Bu Yuni dan Pak Hasan tidak pernah berbuat salah kepada saya. Justru Bapak dan Ibulah yang sudah sangat banyak menolong saya dan anak-anak selama ini.”

“Jadi begini Bu, Alhamdulillah kemarin suami saya mendapat bonus yang lumayan dari perusahaan tempatnya bekerja. Jadi, sebagian dari uang tersebut kami belikan motor baru. Sebenarnya sudah lama kami ingin membeli motor baru, akan tetapi uang kami belum cukup.” Ujar bu Yuni dengan wajah sumringah.

“Wah.. Alhamdulillah… selamat ya Pak, Bu.. Saya turut gembira mendengarnya..” senyum ibu mengembang.

“Iya Bu, Alhamdulillah..”

“Jadi begini, Bu Anita. Sebenarnya tujuan kami ke mari ingin menginfakkan motor lama kami ke Ibu. Siapa tau saja bisa bermanfaat buat Ibu dan anak-anak.” Ungkap bu Yuni dengan nada yang sangat hati-hati agar tidak membuat ibu tersinggung.

“Benar, Bu Anita. Kami ingin memberikan motornya ke Ibu. Tapi ma’af motornya memang sudah agak butut. Namun meski sudah butut, mesinnya masih sangat bagus koq. Selama ini motor itu yang saya gunakan pulang-pergi bekerja ke perusahaan. Alhamdulillah tidak pernah ada kendala yang berarti.” Timpal pak Hasan untuk lebih meyakinkan ibu.

“Ma - masyaAllah… Alhamdulillah, Ya Allah.. Terima kasih banyak, Pak.. Bu..” Air mata yang dari tadi berusaha dibendung ibu akhirnya jebol sudah.

“Sekali lagi terima kasih banyak, bu Yuni dan pak Hasan.. Saya tidak tahu harus bagaimana membalas kebaikan Ibu dan Bapak kepada kami selama ini.” Jawab ibu sambil mengetupkan kedua tangannya di depan dadanya.

“Bu Anita, Ibu tidak perlu berterima kasih kepada kami. Semua yang kami lakukan selama ini kan perintah Allah. Allah lah yang telah menyuruh kita hamba-hamba-Nya untuk saling tolong menolong satu sama lain.” Jawab pak Hasan sambil tersenyum.

“Saya do’akan semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan dan rezeki yang berlimpah kepada Bapak dan Ibu sekeluarga, Aamiin.”

“Aamiin” pak Hasan dan bu Yuni turut mengaminkan do’a ibu.

“Ini kunci, BPKB serta STNK motornya, ya Bu.” Bu Yuni menyodorkan kunci, BPKB dan STNK ke tangan ibu.

“Sekali lagi saya sangat berterima kasih kepada Bapak dan Ibu. Hanya Allah yang mampu membalas semua kebaikan kalian kepada kami.” Tanpa terasa air bening itu semakin deras mengucur membasahi pipi ibu.

Sepertinya bu Yuni pun tak mampu menahan air mata yang mengucur dari sudut netranya.

Spontan ia memeluk tubuh ibu sangat erat. Dua wanita paruh baya itu berpelukan begitu erat. Kasih sayang yang sangat tulus tampak dari raut wajah keduanya.

Ya, keluarga bu Yuni memang sangat baik dan perhatian kepada kami selama ini. Semenjak ayah meninggalkan kami, mereka yang telah banyak menolong kami. Padahal kami tidak ada hubungan keluarga sama sekali, melainkan sebatas tetangga biasa saja.

Selama ini memang keluarga mereka terkenal sangat dermawan. Dengan suka rela mereka selalu membantu warga yang membutuhkan pertolongan. Walaupun dari segi ekonomi keluarga mereka terlihat biasa-biasa saja.

“Kalau begitu kami izin pamit ya Bu.. Assalamu ‘alaikum.” Perlahan bu Yuni melepaskan pelukannya dari ibu dan menutup pembicaraan mereka.

“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.”

Nak, lihat motor ini! Tadi pak Hasan dan bu Yuni menginfakkannya untuk kita.” Ujar ibu sambil tersenyum ke arahku dan Zahra.

***

Siang ini saat pulang sekolah tak seperti biasanya wajah Zahra tampak sangat murung. Setelah meletakkan tas dan sepatutnya, dia duduk di sudut ruang tengah dan menyandarkan kepalanya ke dinding. Sesekali ia tampak terisak dan mengusap air matanya.

Melihat Zahra yang sedang bersedih, Ibu yang sedari tadi tengah sibuk di dapur menghentikan pekerjaannya lalu menghampiri Zahra.

“Loh loh loh.. Anak cantik ibu pulang sekolah kenapa bersedih? Cerita dong ke ibu! Pinta ibu sambil memeluk lembut tubuh Zahra.

Sambil sesegukan Zahra mulai menceritakan kesedihannya kepada ibu.

“Bu, tadi teman-teman Zahra bilang motor ibu butut. Warnanya sudah pudar. Merek dan modelnya sudah ketinggalan zaman. Tidak seperti motor orang tua mereka yang bagus dan model terbaru. Warnanya juga keren-keren.“

Kulihat wajah ibu sendu.

Sambil berdesah ibu mencoba untuk tersenyum semanis mungkin lalu melepaskan pelukannya dari tubuh Zahra yang sedang menunggu jawaban darinya. Kini gantian ibu membelai – belai rambut Zahra yang dikucir kuda.

“Ooohhh.. Jadi ini yang membuat anak ibu sedih rupanya?" ibu kembali mendekap erat tubuh Zahra, putri yang sangaf dia cintai.

" Zahra sayang, motor Ibu memang sudah butut dan ketinggalan zaman. Tapi mesinnya masih sangat bagus koq. Ibu senang banget punya motor ini. Dengan motor ini ibu tidak perlu capek-capek berjalan kaki saat berjualan. Ibu juga tidak perlu mengeluarkan uang untuk ongkos ojek saat berbelanja ke pasar.” Ibu mencoba menjelaskan dengan sangat detail agar Zahra dapat memahaminya.

“Jadi Kamu tidak perlu bersedih kalau dikatain sama teman-teman kamu. Yang penting kita bisa menggunakan motor ini untuk keperluan sehari-hari kita. Coba bayangkan orang yang tidak punya motor. Kemana-mana dia harus berjalan kaki. Kan capek banget. Atau kalau bepergiannya jauh, maka dia harus naik ojek atau angkot. Kan harus mengeluarin uang buat ongkos lagi?

“Ooo, jadi gitu ya Bu? Sahut Zahra sambil menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu Zahra enggak akan sedih lagi kalau ada teman-teman Zahra yang mengejek motor kita. Yang penting kita tetap bisa menggunakannya kalau mau pergi kemana-mana.” Zahra sumringah dengan wajah polosnya.

“Nahh, ini baru namanya anak ibu yang cantik dan pintar..” Puji ibu membuat kami bertiga tertawa bersama.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post