Popon Siti Mariah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Tukang pijit, alternativ profesi.

Tukang pijit, alternativ profesi.

Di rumah makan Bonda Merapi, setelah sarapan, aku duduk menyendiri di sebuah sudut ruangan. Disana ada sofa dan yang posisinya dekat dengan colokan listrik. Sambil nunggu HP yang sedang dicharg....aku selonjorkan kaki lalu aku pijit-pijit. Pegal...

Seorang siswi yang pasti bukan dari kelas yang aku ajar menghampiri ku, dengan santun dia bertanya : ibu mau dipijit...? Ehhhh....? Kamu bisa mijit gituuuu....? Aku surprised sekali. Ya bu katanya sambil pegang kakiku dan langsung urut itu kaki yang bengkak karena semalaman menggantung. Waaaahhh pijitan enak bingit teteh...? Dia senyum, iya bu....da abdi mah turunan ti nini tiasa mijit teh (saya keturunan dari nenek bisa mijit). Aku pun cuma bilang oooooo.....kagum. Tapi mamah abdi mah teu tiasaeun ( tapi mamah saya gak bisa mijit) katanya, jadi bakat mijit dari neneknya yang dukun beranak itu turun ke dia, bukan ke ibunya.

Waaaah.....pijitan kamu beneran enak teh,dan seperti tukang pijit profesional saja, sudah ngerti urat-urat. Muhun Ibu, katanya (iya bu) bu Nunung oge da osok miwarang abdi upami nuju istirahat teh. (bu Nunung juga suka nyuruh mijit pas waktu istirahat. Oooh iya ibu tahu kataku, jadi kamu yang kata bu Nunung pijitannya enak itu? Dia mengangguk mengiyakan..

Saya baru tahu saat itu namanya Teti, kelas XI IPS. Ada beberapa Guru yang suka minta dipijit saat istirahat. Kata mereka, sambil mengobati badan yang pegel, sambil membantu juga. Karena seperti siswa-siswa lainnya di sekolahku, rata-rata mereka berasal dari keluarga buruh tani yang tentu saja berpenghasilan pas -pas an. Jadi bagi Teti, dapat upah 15 atau 20 ribu sekali pijit itu sudah sangat membantu nambah-nambah uang saku.

Aku jadi teringat ke si Umi, tukang pijit tetangga aku di Cianjur. Wanita yang usianya 5 tahun lebih tua dari aku itu bisa membiayai 6 orang anaknya sekolah hingga selesai SMK, bisa memugar rumah dan melengkapinya dengan perabotan yang lumayan harganya padahal suaminya yang penarik beca nyaris tidak pernah pulang membawa uang karena godaan judi.

Ada juga Mang Ade, tukang pijit profesional di Hariang yang bercerita padaku, dilarang melanjutkan kerja sebagai buruh banngunan oleh mandor di tempat dia ikut kerja sebagai buruh bangunan agar bisa focus melayani buruh lain dengan pijitannya. Jadilah dia hanya focus menjadi tukang pijit. Sekarang dia sudah tidak pernah lagi merantau, sebab panggilan mijit di kampungnya pun sangat padat jadwal. Dan akhirnya dia hanya menerima panggilan di siang hari karena kalau sore dan malam hari pasen-pasennya yang berdatangan ke tempat praktek dia di depan rumah nya.

Ada beberapa orang yang aku kenal sebagai tukang pijit dan tidak mengerjakan pekerjaan lainnya. Penghasilan mereka lumayan menggiurkan. Mereka bilang, seorang pasen rata-rata ngasih 30 hingga 50 ribu rupiah sekali pijit. Dalam sehari minimal 3 orang yang datang, bisa sampai 5 atau 6 orang. Jadi dalam sehari bisa lebih dari seratus ribu. Cukup lah untuk menghidupi keluarga sederhana. Itu tukang pijit di kampung.

Lain lagi dengan tukang pijit langganan kakak aku di Bandung. Dia pijit panggialan. Seorang pasen tarifnya 100 ribu, padahal sehari semalam dia bisa 5 hingga 7 orang. Sambil senyum malu-malu dia ngaku kalau dalam sebulan dia bisa dapat diatas 10 juta rupiah dari mijit..... Waaaww...! Guru golongan 4 kalah...hihi

Dari beberapa orang tukang pijit yang aku kenal, mereka cerita rata-rata mengaku keterampilannya itu bersifat bakat dan keturunan dari orangtuanya. Ibu bapak atau kakek nenek. Selain itu, kalau Arif langganan kakakku, dia ditambah dengan kursus dan juga rajin membaca buku2 dan mengikuti tutorial. Ketika ditanya apakah berminat mengerjakan yang lain, baik Mang Ade maupun mas Arif menjawab dengan mantaf : tidak, begitu juga si Umi langganan aku saat di Cianjur. Sudah merasa berkecukupan dengan profesi tukang pijit.

Seperti juga pekerjaan lain, menjadi tukang pijit juga ada suka dukanya. Kalau ketemu pasen yang pelit katanya, sudah bayar dikit gak ngasih minum dan suka meremehkan tukang pijit. Tapi menurut mereka, kasus seperti itu mah jarang, yang paling sering mah ketemu orang yang baik. Kalau bayar dilebihi, pulang dikasih oleh-oleh buat keluarga, kadang dapat pakean atau tas lungsuran. Lungsuran nya orang kaya mah baragus da bu....kata si Umi. Ya memang, langganan pijitnya si Umi itu ada mantan bupati, ada pensiunan kapolda, dokter juga ada. Makanya si Umi itu suka tampil keren karena walaupun bekas pake baju-bakunya itu branded.

Nah..... Ada yang minat jadi tukang pijit, atau butuh tukang pijit? Japri ya.....hehe

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post