Prapto Ari Perwira S.Pd.,Gr

Guru Kelas pada SD Negeri 9 Terangun, kabupaten Gayo Lues, provinsi Aceh yang berasal dari kabupaten Karanganyar provinsi Jawa Tengah. Jiwa muda dan energi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kalender Pendidikan Jadi Acuan, Bukan Kehendak Atasan
Kalender Pendidikan Aceh

Kalender Pendidikan Jadi Acuan, Bukan Kehendak Atasan

Diperjumpaan kali ini, izinkan saya menghaturkan maaf kepada Bapak/Ibu Hebat dimanapun berada, karena dalam beberapa bulan vacum dari menulis di komunitas Gurusiana. Semoga semua dalam keadaan baik, sehat, berbahagia dan penuh keberkahan. Baik, mari kita sedikit berbagi inspirasi dan berkhayal yang mungkin pernah mengalami apa yang terjadi dalam cerita khayalan ini.

Awal tahun pelajaran baru telah tiba, tapi grup whatsapp sekolah masih sepi belum ada kabar informasi atau undangan rapat koordinasi menyambut tahun ajaran baru. Guru-guru mulai resah dan saling bertanya melalu jalur pribadi (japri) dan menanyakan sudah adakah kalender pendidikan dikirim oleh atasan agar dapat digunakan sebagai acuan/pedoman pada semester ini. Apakah sudah mendapatkan surat keputusan pembagian tugas untuk semester ini dari atasan?

Sebuah hal lumrah yang diresahkan guru-guru yang betul-betul berusaha menjalankan profesinya dengan tekun, mengingat pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi dasar mereka dalam menjalankan rutinitasnya selama beberapa bulan ke depan. Sementara grup sekolah masih sepi tak ada yang berani mengawali pembicaraan, justru saling menunggu informasi dan berharap atasan mulai mengetik/mengabarkan informasi.

Hal seperti di atas rasanya takkan terjadi di perkotaan yang memiliki pimpinan sekolah kompeten dan paham tentang administrasi pendidikan sebagai produk hukum dalam menjalankan sekolah. Sebagai guru, adab menjadi acuan sehingga rasa sungkan menjadi penghambat dalam menanyakan hal tersebut kepada atasan.

Awal tahun ajaran baru selalu ada kegiatan MPLS atau masa pengenalan lingkungan sekolah untuk memfasilitasi peserta didik menempati ruang kelas baru, mengenalkan mereka dengan wali kelasnya (sebagai pamong di sekolah), membentuk pengurus kelas, kelompok belajar dan sebagainya.

Begitu indahnya bayangan dibenak jika sejak awal bulan Juli pimpinan telah aktif membentuk kepanitiaan, melaksanakan rapat koordinasi, saling berbagi peran, memberikan kesempatan untuk guru-guru menuangkan ide dan gagasan agar pembelajaran bermakna dapat terwujud. Bukan hanya diam dan terkesan acuh, atau bahkan justru bertindak bak raja dalam sebuah kerajaan yang setiap kehendak sabdanya harus dilaksanakan tanpa ada hitam di atas putih, sebatas perintah lisan.

Seperti apa akhirnya hari pertama di sekolah dengan guru-guru yang resah itu?

Cerita di atas hanyalah khayalan buah dari kreatifitas berfikir, jika ada kesamaan atau ada yang mengalami hal demikian, mungkin saja pimpinannya sudah diganti dengan yang lebih baik mengingat saat ini sudah banyak lulusan Guru Penggerak yang siap mendedikasikan diri melayani guru-guru menunaikan kewajiban profesinya.

Tapi kalau masih ada, coba tanyakan aja "apa kontraknya kok bisa jadi atasan guru?" kalau berani he he he salam literasi imajinasi

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post