PRIYANDONO

PRIYANDONO, lahir di Rembang 16 Oktober 1969. Setelah lulus dari SPGN Rembang tahun 1988 melanjutkan ke IKIP PGRI Surabaya (sekarang UNIPA) juru...

Selengkapnya
Navigasi Web

Dhondong opo Salak

Ada waktu senggang satu jam pelajaran. Seperti biasa, menjaga agar mata tetap kemepyar, ngopi dulu di warungnya Embet. Sambil menikmati secangkir kehangatan ipok meti, sayup sayup terdengar suara Chris Biantoro dari smartphone Pak Ali yang saat itu sedang ngopi juga. Host berpacu dalam melodi itu membawakan lagu dhondong opo salak. Liriknya seperti ini, dhondong opo salak/duku cilik-cilik/andhong opo becak/mlaku thimik-thimik.

Ada pesan yang ingin disampaikan dalam lagu yang popular sekitar tahun 1960-an. Dhondong merupakan buah segar berwarna hijau. Teksturnya halus. Siapa pun yang melihatnya pasti ingin menjajal nikmatnya buah tersebut. namun setelah digigit, rasanya tidak seperti yang diduga. Kecut (asam). Bahkan ada duri di dalamnya. Begitulah manusia, terkadang kelihatannya bagus, namun ternyata hatinya busuk

Salak, buah yang kulitnya keras, duri-durinya lembut di sekujur tubuhnya. Harus hati-hati mengupasnya. Teledor sedikit bisa bisa kesusupen (kena durinya). Namun setelah dimakan, rasanya luar biasa nikmatnya. Ada yang manis, ada yang manis sedikit sepet, ada pula yang asam manis. Begitulah manusia, penampilannya kurang menarik, lusuh, bahkan menjengkelkan, namun ternyata hatinya baik.

Tidak hanya itu, rasa salak adalah rasa kehidupan. Kehidupan itu ada manis ada juga yang sepet (pahit). Seperti roda berputar. Kita yang harus bisa mengungkap makna setiap putaran roda kehidupan. masa depan kita adalah tanggungjawab kita sendiri.

Dhondhong dan salak mengingatkan kita agar tetap waspada supaya tidak tertipu dengan penampilan. Jangan melihat atau menilai seseorang dari kulit luarnya saja. Yang kita sangka buruk, tidak kita dukung, ternyata justru menjadi dewa penolong. Yang kita puja-puja, kita dukung 100 persen, ternyata justru menikam kita dari belakang.

Teng....teng...teng..... bel tanda jam ketiga berakhir. Saya tidak berani melanjutkan cerita. Khawatir kena OTT kepala sekolah tidak masuk kelas. "Sudah Pak Pri...tinggal saja. biar kopinya saya yang bayar," kata Pak Ali.

"Suwun, Pak Ali. Saya masuk kelas dulu," jawabku singkat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post