Priya Santosa

Priya Santosa, M.PdI ...

Selengkapnya
Navigasi Web
SENDYAKALANING SWADANA MAHARJENG TURSITA                          (BELAJAR KEPEMIMPINAN)

SENDYAKALANING SWADANA MAHARJENG TURSITA (BELAJAR KEPEMIMPINAN)

Di sekolah sekolah hari ini banyak kehilangan. Terutama pembelajaran tentang bagaimanakah seseorang siswa kelak menjadi seorang pemimpin?. Saya pernah membaca nasehat ajaran “Hasta Brata” . Ajaran adiluhung dari Sultan Agung hingga Hamengkubuwono IX. Inti sarinya begini: Seorang pemimpin harus meneladani matahahari; memberi terang dan kehidupan penghuni bumi. Seorang pemimpin harus mampu menumbuhkembangkan daya hidup seluruh rakyat demi kesejahteraan negara (ajaran Utama Hasta Brata). Maka ini menjadi sesuatu yang langkah, Pada saat gempita teknologi meruap di ruang ruang pembelajaran. Seorang pemimpin tidur dalam kebijakan sunyi. Ini konsekuansi dari sebuah kebijakan. Rasululullah, Ibnu Taimiyah, Confosius, dan Tao telah dengan perjuangan mereka. Menggambrakan adegan seorang pemimpin ini begitu indah dan mashur. Ibarat roots of wisdom. Kala lidah api berkelip bak kunang-kunang, dan music berhenti, untuk pertama kalinya, seorang memimpin memasuki kesunyian. Dan tak kala ia terbangun dari mimpi mimpi dini hari dan orang belum hiruk pikuk, untuk pertama kalinya meninggalkan kekacauan. Pada saat suasana seperti itu, seorang pemimpin berpikir dan merenung. Biarkan kebijkan bersinar dan memancarkan terang. Maka dalam tafsir Alqur’an dikisahkan Summun, Bu’mun, Umyun. Kemampuan untuk emosi, keinginan, selera dan kegemaran hanya suatu taktik. Maka pada saat sebelum pergi tidur dan seudah bangun tidur pikiran sanagat jernih. Saat itulah seorang pemimpin merenung mengambil keputusan. Di sekolah sekolah hal ini tidak pernah dibahas dalam pembelajaran. Hari ini dan esok, siswa diguyur sejuta topan badai kegiatan digital dan perilaku teknik.yang unggul dan jumawa! Alhasil, kehidupan sepuluh tahun ke depan, para siswa generasi sekarang akan unggul dalam perilaku teknik dan kegiatan digital. Apa yang mereka kuasai hari ini menjadi teladan pikiran bagi anak anak mereka.! Sungguh suatu yang mengkuatirkan. Kesehatan dan perubahan pola berpikir itu memang diperlukan. Saya melihat perubahan demi perubahan tersebut. Metamorfis genetic perilaku siswa ini dalam perubahan budaya tren kea rah egosentrik dan selfiisme semu. Perubahan aksioma adab dan kesantunan dari orang tua ke anak muda dan sebaliknya anak muda ke orang tuanya. Sebuah percikan filosofi dialogis yang indah dari alkisah almarhum Gus Dur : Saat seseorang laki –laki yang berbeda paham dengan Gus Dus mengeluarkan kecaman dan kata kata kasar meluapkan kebenciannya kepada Gus Dur.. Saat itu Gus Dur hanya terdiam, mendengarkannya dengan sabar, tenang dan tidak berkata apapun. Setelah lelaki itu berlalu pergi, si murid yang melihat peristiwa itu dengan penasaran bertanya:”Mengapa Gus Dur diam saja tidak membalas makian lelaki tersebut”? beberapa saat kemudian, maka Gus Dur bertanya kepada si murid:, “Jika seseorang memberimu sesuatu tapi kamu tidak mau menerimanya, lalu menjadi milik siapakah pemberian itu?Tentu saja menjadi milik si pemberi,”jawab si murid. “ Karena aku tidak mau menerima kata kata itu, maka kata kata itu tadi akan kembali menjadi miliknya. Dia harus menyimpanya sendiri, dia tida menyadari, karena nanti dia harus menanggung akibatnya di dunia dan di akhirat, KARENA ENERGi NEGATIF YANG MUNCUL DARI PIKIRAN, PERASAAN, PERKATAAN, DAN PERBUATAN HANYA AKAN MEMBUAHKAN PENDERITAAN HIDUP! Sungguh sangat indah nasehat tersebut. Di ruang ruang kelas pembelajaran menjadi seorang pemimpin telah tergantikan materi lain muatan yang berlebihan. Kecakapan spiritual, emosional seolah nomor berapa di level bawah. Rasanya menjadi siswa hari ini selaksa tugas pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di rumah. Inilah ongkos yang harus dikeluarkan para orang tua jika anaknya ingin sukses. Sebagai seorang guru bagaimanakah memberi nasehat pada siswa, janganlah kamu mengotori langit dengan ludahmu!, sebab ludah akan jatuh dan mengotori wajahmu. Jika di luar sana ada orang marah –marah kepadamu.. biarkan saja karena mereka sedang membuang sampah hati mereka. Jika engkau diam saja, maka sampah itu akan kembali kepada diri mereka sendiri, tetapi kalao engkau tanggapi, berarti engkau menerima sampah itu. Maka bagiamanakah menanamkan pada siswa untuk menerima sebuah perbedaan!. Hari ini di negeri ini begitu banyak orang yang hdup dengan membawa sampah di hatinya, apakah dia seorang raja, seorang menteri, seorang rakyat (sampah kekesalan, sampah amarah, sampah kebencian dan lain lain penyakit hati}. Maka bagaimanakah seorang pendidik menanamkan pada siswanya untuk memiliki akhlak? Menyiapkan generasi penerus dengan kepemimpinan merupakan sebuah kodrat seorang guru. Diorama serta potret ketimpangan social yang tumbuh kembang dimasyarakat, akan menjadi universitas besar. Maka istilah sendyakalaning kepemimpinan bukan terminology akhir. Tetapi hari ini setiap guru telah memulianya. Program pengangkatan guru guru di daerah 3 T sebagai bukti realitas itu. Setiap anak muda yang telah teken kontrak menjadi guru di daerah 3T ibarat syuhada. Mereka tinggalkn keramaian dan kebissingan. Berperang melawan sunyi dan hiruk pikuk kota besar. Guru guru muda ini telah membuang sampah sampah hatinya. Mengajak anak anaak dari rumah rumah berpelepah rumbiah pedalaman.(Sayang saat penuliss muda dulu program seperti ini tidak ujud). Guru guru muda ini melampaui jasadanya. Ada semboyan yang heroic: Ngeli ning Ora keli ( Mengalir tetapi tidak hanyut)! Menutup tulisan ini saya kutip ulang: Untuk pertama kalinya, seorang memimpin memasuki kesunyian. Dan tak kala ia terbangun dari mimpi mimpi dini hari dan orang belum hiruk pikuk, untuk pertama kalinya meninggalkan kekacauan. Pada saat suasana seperti itu, seorang pemimpin berpikir dan merenung. Biarkan kebijakan bersinar dan memancarkan terang. Swadana Maharjeng Tursita (Seorang pemimpin itu harus memiliki intelektualitas yang tinggi, berilmu, jujur, pandai menjaga nama, serta mampu menjalin kemunikasi dengan bijak kepada bawahan maupun rakyat).Wallualam bi showaf.###

Madiun, Awal April 2019

Priya Santosa

Penulis Alumni Sagusabu NGAWI dan P4TKIPA TELAH MENULIS 10 BUAH BUKU

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post