Pentigraf ke-42

Tantangan menulis Gurusiana 365 hari [hari ke-32]

.

Saat liburan di Bali belasan tahun yang lalu, saya dirayu oleh salah seorang yang menyewakan motor agar saya menyewa motornya saja untuk mengunjungi Pura Besakih. Katanya lebih baik menyewa motor sehingga bisa menghemat waktu dari pada jalan kaki. Akhirnya saya menyewa motor Honda Astrea Star. Saya meminjam pulpen dan menulis nomor motor tersebut di telapak tangan. Itu saya lakukan karena saya hanya diberi kunci tidak beserta STNK-nya. Motor saya starter dan lansung meluncur ke tempat tujuan. Sesampainya di pelataran pura, saya segera memarkir motor dan bergabung rombongan mengikuti tour ditemani oleh seorang pemandu wisata.

Setelah selesai kegiatan, kami pulang. Ditempat parkir saya sangat bingung karena tulisan di telapak tangan terhapus oleh keringat. Akhirnya saya mencari motor tersebut dengan mengingat ciri-cirinya. Setelah yakin dengan motor tersebut, segera saya menstarter motor, kemudian meluncur ke tempat tadi saya menyewa motor. Saya segera mengembalikan motor tersebut kepada pemiliknya. Tetapi si pemilik motor tersebut marah-marah karena motor yang saya kembalikan tersebut ternyata bukan motornya. Saya tak mau kalah, saya mengatakan bahwa itu adalah motornya. Buktinya kuncinnya pas dengan motor tersebut. Setelah perdebatan panjang akhirnya saya mengalah dan saya mengatakan, “Begini Bli, tadi saya memang mencatat nomor motor dari Bli, tapi tulisannya terhapus karena keringat. Sebaiknya gimana? Kita ke sana saja dan Bli milih motornya sendiri.”

Pemilik motor akhirnya sepakat. Saya mbonceng sampai pelataran pura. “Nah ini motor saya! Nomornya cocok. Lihat!” teriaknya. Akhirnya kita menukar motor tersebut. Oh, ternyata kunci tersebut bisa dipakai untuk dua motor yang berbeda. Saya salah membawa pulang motor orang. Kita kembali dan saya sekali lagi minta maaf padanya.

.

Kulon Progo, 7 Juni 2022